TULUNGAGUNG, 90detik.com-Paska pemilihan umum (Pemilu) banyak polemik yang terjadi, dan membuat suasana semakin panas. Padahal tahapan Pemilu masih dalam penghitungan data “Real Count“.
Banyak diantara para tim sukses saling tuduh bahwa ada kecenderungan kecurangan dalam Pemilu. Hal ini menjadi salah satu penyebab situasi yang kurang kondusif dan membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.
Dari kacamata seorang tokoh ulama di Kabupaten Tulungagung, KH Imam Mawardi Ridlwan, menyatakan bahwa ini adalah kondisi yang kurang sehat. Dimana sebelumnya, menurut beliau yang juga sebagai Sekretaris IPHI Jawa Timur ini, banyak kejadian pertikaian antara kubu. Hingga timbul saling serang antara mereka.
“Sebelum pencoblosan sudah dimulai pertikaian antara kubu Pak Jokowi dan Bu Mega serta Pak Surya Paluh. Paska pemilu setelah rakyat memilih pertikaian semakin seru dua kubu yang kurang diuntungkan langsung menyerang kubu Pak Jokowi,” ujar Abah Imam panggilan akrabnya, pada Rabu (21/02).
Masih, Abah Imam menjelaskan, narasi yang dibangun adalah Pemilu curang dan wajib dibatalkan hasilnya dan lebih ironisnya adalah dilakukan pemilihan suara ulang. Serta Pak Jokowi harus dimakzulkan.
“Di komunitas peduli bangsa yang biasanya memberi solusi untuk bangsa secara bijaksana dan damai ikut arus sehingga membuat para guru saya saling membela kubunya masing-masing, bahkan orang yang sudah sepuh saling adu argumen, adu kebenaran dengan merendahkan dan adu otot,” ungkapnya.
”Peristiwa paska Pemilu 2024 membuat saya merenung betapa besar dampak perselisihan para elit ke rakyat jelata sehingga mereka rela memutus persahabatan,” imbuhnya.
Padahal, menurut Abah Imam rakyat di pedesaan “adem ayem” dan kembali ke rutinitas pekerjaannya. Namun masyarakat yang fanatik pada idolanya semakin memuncak pembelaannya.
”Saya meneliti betapa dahsyat pengaruh medsos untuk menciptakan kefanatikan. Banyak sahabat lebih percaya medsos daripada sahabatnya dan gurunya. Masyarakat yang fanatik membela kubunya tidak segan-segan menyerang dan menuduh sahabatnya dengan tuduhan munafik, pengkhianat bangsa dan tuduhan keji lainnya,” tuturnya.
Ternyata, Abah Imam melanjutkan, peristiwa pemilu 2024 sebagai penghargaan berharga untuk mengetahui kondisi persatuan bangsa ini masih rapuh. Selain itu, bila ada pemilihan ulang berapa lagi anggaran negara yang dibutuhkan tentunya akan menjadi beban serta pembangunan untuk yang lainnya pasti juga ada kendala.
Kondisi Paska Pemilu Bagi Para Elit
Paska Pemilu, menurutnya akan melahirkan dua kelompok masyarakat yaitu masyarakat oportunis dan masyarakat patriot. Para pejabat yang kemarin sepertinya membela rakyat dan mengabdi pada negeri paska pemilu berada pada barisan yang bisa memecah persatuan bangsa.
“Dan kita masih bisa bernafas lega, tidak semua seperti itu. Tidak sedikit masyarakat yang ikhlas mengabdi untuk bumi pertiwi, tetap menjaga keutuhan dan persatuan bangsa. Bagi saya selalu berada pada posisi, ‘right or wrong Indonesia is my country’. Tentunya saya mengabdikan diri untuk menjaga keutuhan dan persatuan bangsa,” ujar Abah Imam.
Abah Imam juga berpendapat, ada yang lebih menakutkan manakala konflik horizontal para elit yang haus kekuasaan. Mengajak rakyat desa, mahasiswa dan akademisi untuk gabung pada pertikaian mereka.
“Dampaknya adalah pertikaian guru besar dan akademisi sehingga rakyat akan saling serang bahkan saling bunuh. Tentu kondisi ini sangat berbahaya karena akan menuju kehancuran persatuan bangsa,”tukasnya.
Untuk menjaga kondusifitas serta persatuan dan kesatuan bangsa, Abah Imam mengajak semua elemen bangsa untuk menjaga diri demi persatuan dan kedaulatan bangsa.
Para tokoh bangsa, para guru besar dan akademisi dari kampus tampil menjadi pemersatu konflik elit bangsa yang sedang haus kekuasaan.
”Salah satu langkah yang tepat saat ini adalah para elit bangsa tidak merasa paling benar sendiri, tidak mempertahankan egoismenya namun berani berkorban untuk kepentingan persatuan dan kedaulatan bangsa,” jelasnya.
Rakyat sebaiknya melihat para elit bangsa yang mengajak merusak persahabatan, persatuan bangsa adalah mereka yang haus kekuasaan dan untuk kepentingan diri dan kelompoknya.
”Rakyat sebaiknya tetap waspada dari propaganda dan provokasi elit bangsa yang mengajak memporak porandakan kesatuan dan persatuan bangsa, tetap solid menjaga kedaulatan bangsa,”harapnya. (JK/Red)