Redaksi

Diduga Abaikan Putusan MK, Mobil Konsumen Ditarik Paksa Berujung Laporan Ke Polisi

Published

on

BLITAR — Dugaan praktik penarikan paksa kendaraan kembali mencuat di Kabupaten Blitar. Seorang konsumen melaporkan peristiwa yang dialaminya ke Polres Blitar dengan pendampingan hukum dari Lembaga Perlindungan Konsumen Republik Indonesia (LPK-RI) melalui DPC Tulungagung dan DPC Trenggalek, Rabu (18/12/2025).

Laporan tersebut telah diterima secara resmi dengan Surat Tanda Terima Laporan/Pengaduan Nomor: STTLPM/40.SATRESKRIM/XII/2025/SPKT/POLRES BLITAR.

Konsumen bernama Vikya Multi Cinti Ari mengaku menjadi korban penarikan satu unit mobil oleh pihak yang diduga sebagai debt collector dari PT Astra Sedaya Finance.

Penarikan tersebut diduga dilakukan secara sepihak tanpa persetujuan debitur dan tanpa penyerahan kendaraan secara sukarela.

Berdasarkan keterangan yang dihimpun, peristiwa itu terjadi pada 12 Desember 2025 sekitar pukul 10.00 WIB di wilayah Lodoyo, Kabupaten Blitar.

Dengan dalih adanya tunggakan angsuran selama dua bulan, sekitar empat orang yang diduga debt collector mendatangi lokasi dan langsung menguasai kendaraan milik debitur.

Yang menjadi sorotan, kendaraan tersebut ditarik dengan cara diderek menggunakan truk derek, meskipun kunci kendaraan dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) tidak pernah diserahkan oleh debitur.

Saat kejadian berlangsung, mobil diketahui sedang digunakan oleh kakak debitur dan terparkir di pinggir jalan. Debitur menegaskan tidak pernah ada penyerahan kendaraan secara sukarela kepada pihak leasing maupun debt collector.

Ketua DPC LPK-RI Tulungagung, Parno Nangon Sirait, menilai tindakan tersebut sebagai dugaan pelanggaran hukum serius dan bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

“Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 secara tegas menyatakan bahwa eksekusi jaminan fidusia hanya dapat dilakukan apabila debitur mengakui wanprestasi dan menyerahkan objek jaminan secara sukarela. Dalam kasus ini, tidak ada penyerahan sukarela. Kendaraan justru ditarik paksa dengan derek. Ini patut diduga sebagai perbuatan melawan hukum,” tegas Sirait.

Sirait juga mengungkapkan bahwa proses pelaporan korban sempat mengalami kendala. Laporan awal tidak langsung diterima oleh pihak kepolisian dengan alasan belum terpenuhinya kelengkapan administrasi, seperti bukti kepemilikan kendaraan atau surat pernyataan dari pihak leasing.

“Kami kemudian berkoordinasi dengan Propam Polres Blitar agar laporan tetap dapat diproses. Setelah dilakukan koordinasi, laporan akhirnya diterima secara resmi,” ujarnya, Jumat(19/12).

LPK-RI menilai praktik penarikan kendaraan tanpa persetujuan debitur, tanpa penyerahan sukarela, serta tanpa adanya putusan pengadilan merupakan bentuk perampasan dan penguasaan objek jaminan secara sepihak.

Tindakan tersebut dinilai melanggar Undang-Undang Jaminan Fidusia dan mengabaikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019.

Melalui pendampingan ini, LPK-RI DPC Tulungagung dan DPC Trenggalek menegaskan komitmennya untuk terus mengawal proses hukum hingga tuntas.

LPK-RI juga mendesak aparat penegak hukum agar bertindak profesional, objektif, dan tegas dalam menangani dugaan pelanggaran hukum demi menjamin perlindungan hak-hak konsumen. (Jk/DON)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trending

Exit mobile version