Jakarta
Rahayu Saraswati Mundur dari DPR RI: Teladan Integritas dan Inspirasi Generasi Muda
Jakarta – Keputusan Rahayu Saraswati mengundurkan diri dari keanggotaan DPR RI atas inisiatif sendiri menjadi sorotan publik. Fenomena ini tergolong langka, terlebih mengingat Saras merupakan generasi muda berprestasi, jarang terlibat kontroversi, dan memiliki rekam jejak politik yang mandiri.
Nama Rahayu Saraswati sendiri memiliki makna yang mendalam. Rahayu, dari bahasa Jawa/Kawi, berarti selamat, sejahtera, aman, dan damai, sedangkan Saraswati, diambil dari nama Dewi Saraswati, dewi pengetahuan, seni, dan kebijaksanaan dalam budaya Hindu.
Bersama-sama, nama ini melambangkan doa dan harapan agar pemiliknya hidup selamat, sejahtera, bijaksana, dan bermanfaat bagi orang lain. Filosofi ini seolah menjadi cerminan perjalanan politik Saras yang penuh ketekunan dan integritas.
Saras menunjukkan ketekunan dan kerja keras dalam berpolitik. Ia pernah gagal menjadi anggota DPR RI pada 2019, namun tidak menyerah dan berhasil terpilih kembali pada 2024, tanpa mengandalkan hubungan keluarga dengan ketua umum partainya.
Berbeda dengan beberapa anggota DPR RI yang baru-baru ini dinonaktifkan oleh partainya karena tekanan demonstrasi, pengunduran diri Saras mengejutkan banyak pihak, termasuk rekan sejawat dan pengurus partai sendiri.
Keputusan ini menegaskan sikap independen dan karakter yang kuat, jauh dari budaya menunggu titah atau berlindung pada ketua partai.
Alasan mundurnya Saras terkait kritik yang muncul di media sosial terhadap wawancaranya dalam sebuah podcast. Padahal, kritik ini masih dapat diperdebatkan dan tidak melibatkan pamer kekayaan, gaya hidup hedon, atau pernyataan kontroversial.
Dalam podcast tersebut, Saras menyarankan generasi muda untuk tidak sekadar menunggu kesempatan kerja dari pemerintah, tetapi memanfaatkan keterampilan masing-masing untuk menjadi wirausahawan, sekaligus membantu menciptakan lapangan kerja. Sayangnya, pesan ini kerap dipelintir di media sosial sebagai kritik yang “tidak cerdas.”
Meski demikian, keputusan Saras patut diapresiasi. Ia memilih mundur sebagai bentuk teladan bagi pejabat negara, mengedepankan budaya malu dan tanggung jawab, sesuatu yang masih jarang dijumpai di Indonesia, kecuali jika ada demonstrasi besar yang menuntut mundur.
Filosofi nama Rahayu Saraswati seolah menegaskan prinsip hidupnya, selalu menjaga kesejahteraan, kebijaksanaan, dan integritas, bahkan saat menghadapi tekanan publik.
Budaya malu dan akuntabilitas yang tinggi sudah menjadi standar di beberapa negara, misalnya Jepang, di mana pejabat transportasi kerap meminta maaf dan mundur jika terjadi keterlambatan kereta.
Keteguhan Saras mengingatkan pentingnya menempatkan integritas di atas ambisi kekuasaan atau kenikmatan pribadi.
Seperti yang dikatakan Saras, “Berjuang demi bangsa tidak harus menjadi anggota DPR!”
Keputusannya menjadi pelajaran penting, tidak semua anggota DPR kehilangan integritas, dan generasi muda tetap bisa mencontoh teladan kepemimpinan yang bertanggung jawab, sebagaimana makna dari namanya sendiri. (By/red)
Oleh: Laksamana Sukardi.