Nasional
Satu Tahun Prabowo-Gibran: PDIP Apresiasi Diplomasi, Kritik Fondasi Ekonomi
JAKARTA – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memasuki tahun pertama dengan catatan dukungan publik yang kuat, mencapai 71,8% menurut survei Poltracking Indonesia.
Di tengah gejolak geopolitik dan ketidakpastian ekonomi global, pemerintahan ini mengusung dua fondasi utama: warisan geopolitik Bung Karno dan konsep ekonomi baru bernama Sumitronomic.
Respons dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang menjadi bagian oposisi, datang dengan dua nada berbeda, apresiasi untuk langkah diplomasi, namun kritik tajam untuk implementasi kebijakan ekonomi.
Geopolitik Soekarnois dan Diplomasi Perdamaian
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menilai Prabowo telah menghidupkan kembali kesadaran geopolitik ala Bung Karno. Dalam pernyataannya, pad Jumat (19/10), Hasto menyatakan apresiasi partainya terhadap kepemimpinan yang digerakkan oleh visi tersebut untuk mewujudkan tatanan dunia yang lebih adil.
“Prabowo mengangkat kembali kepemimpinan Indonesia di dunia internasional dengan mengambil prakarsa perdamaian, termasuk perjuangan kemerdekaan Palestina,” ujar Hasto.
Konsep geopolitik Bung Karno, yang menekankan posisi Indonesia sebagai poros dan subjek aktif, dianggap menemukan bentuknya dalam diplomasi Prabowo yang aktif menjembatani kepentingan Global South dan kekuatan global.
Di bidang lain, kebijakan ekonomi pemerintah mendapat sorotan. Pemerintah memperkenalkan “Sumitronomic”, sebuah filsafat ekonomi yang bertumpu pada tiga poros, kemandirian nasional, keadilan sosial, dan keseimbangan geopolitik-ekonomi.
Namun, Anggota DPR RI Fraksi PDIP Andreas Hugo Pareira menyatakan bahwa realitas di lapangan belum sejalan dengan idealisme tersebut. Ia menyoroti sejumlah masalah struktural dan tantangan transisi.
“Memadukan janji kampanye dengan ide dasar Astacita ternyata tidak mudah. Banyak program prioritas yang belum menunjukkan akselerasi,” kata Andreas.
Ia juga mengkritik pengelolaan aset strategis negara yang beralih dari BUMN ke Danantara, yang dinilai belum mencerminkan prinsip efisiensi dan kedaulatan ekonomi.
“KA Cepat Whoosh menambah beban APBN, PSN (Proyek Strategis Nasional) menuai protes, dan kini rakyat menuntut arah baru pembangunan yang benar-benar pro-rakyat,” tegasnya.
Pemerintahan Prabowo-Gibran kini menghadapi dilema. Di satu sisi, mereka berupaya memperkuat program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Koperasi Merah Putih. Di sisi lain, beban warisan proyek infrastruktur masa lalu dinilai menghambat transformasi struktural.
Menurut pandangan PDIP, tanpa koreksi ideologis yang tajam, ekonomi Indonesia berisiko terjebak dalam dualisme: antara semangat kemandirian dan ketergantungan pada kapital asing.
Dari geopolitik hingga ekonomi, tahun pertama pemerintahan ini menjadi babak awal upaya merumuskan identitas nasional baru.
Gagasan besar tentang “Negara Berkedaulatan Ganda”, berdaulat secara politik dan berdikari secara ekonomi, kini diuji dalam tarikan ideologis antara cita-cita kemandirian dan realitas kompleks perekonomian global.(By/Red)
Editor: Joko Prasetyo