Opini
Isu Ompreng Terkontaminasi Babi di Program MBG BGN, Perlu Tabayyun Bukan Provokasi
Jakarta— Media sosial kembali dihebohkan dengan isu sensitif: ompreng (nampan makan) dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) milik Badan Gizi Nasional (BGN) disebut-sebut terkontaminasi babi.
Sebuah laporan menyebut bahwa alat makan yang digunakan dalam program tersebut mengandung unsur non-halal.
Sebuah kabar yang tentu langsung menyentuh syaraf keimanan umat Islam di negeri ini.
Saya menulis bukan sebagai ahli proses produksi, tapi sebagai seorang yang sejak era 90-an telah berkampanye tentang makanan halal thayyibah.
Isu makanan terlebih berkaitan dengan babi adalah persoalan syariat, bukan sekadar isu teknis atau selera.
Maka, saya merasa perlu memberikan catatan agar kita semua tetap berakal sehat dan bersikap bijak.
Dari Pesan WhatsApp ke Alarm Umat.
Pagi itu saya menerima pesan dari seorang ibu pemilik sekolah. Isinya singkat namun mengejutkan:
“Ompreng makan MBG BGN mengandung babi.” ungkapnya.
Saya diam. Lalu bertanya, “Sudah tabayyun?”
Beliau menjawab: belum.
Inilah masalahnya. Kita cenderung cepat menyimpulkan sebelum memverifikasi. Padahal dalam Islam, tabayyun (klarifikasi) adalah prinsip dasar sebelum menyebarkan kabar, apalagi yang menyangkut hal krusial seperti makanan haram.
Beberapa Kemungkinan Kontaminasi.
Saya menelusuri. Saya hubungi salah satu penjual ompreng yang sempat menawarkan produk sesuai standar BGN: berbahan stainless 304, tinggi enam sentimeter.
“Semua aman. Kami tidak tanya ke pabrik soal prosesnya. Kami jual sesuai permintaan spesifikasi BGN,” terangnya.
Dari informasi yang beredar dan hasil penelusuran, setidaknya ada empat kemungkinan mengapa alat makan bisa terkontaminasi babi:
1. Pernah digunakan untuk menyajikan daging babi biasanya terjadi jika tray bekas pakai dari luar negeri.
2. Dicuci bersama alat non-halal, pencucian campur tanpa penyucian sesuai fiqih (7x dengan air dan tanah) bisa menyebabkan najis.
3. Penggunaan bergantian, tray dipakai bersama untuk makanan halal dan non-halal tanpa pemisahan.
4. Proses produksi kemungkinan paling relevan. Beberapa pabrik menggunakan minyak babi sebagai pelumas atau bahan finishing stainless. Inilah yang perlu diselidiki lebih lanjut.
Menghindari Reaksi Emosional.
Tentu saja, jika benar ada kontaminasi, ini sangat memprihatinkan.
Tapi yang lebih penting adalah cara kita menyikapi. Jangan buru-buru marah. Jangan langsung memviralkan. Jangan memancing kegaduhan. Apalagi jika berpotensi dimanfaatkan untuk kepentingan politik atau memecah belah umat.
Saya tidak menyalahkan siapa-siapa. Tapi saya mengoreksi diri sendiri:
“Mengapa saat belanja ompreng belum seteliti ini? Saya yang diberi amanah, seharusnya lebih waspada.” ujarnya.
Solusinya? Label Halal dan Edukasi Massal.
Kasus ini menjadi alarm besar: pentingnya label halal, baik untuk makanan maupun peralatan yang bersentuhan langsung dengan makanan.
Pemerintah telah mengatur ini, tapi banyak yang masih abai, termasuk produsen-produsen milik umat sendiri.
Karenanya, saya mengajak semua pihak:
• Ayo urus sertifikat halal, bukan hanya makanan tapi juga peralatan makan.
• Ayo beli produk yang jelas-jelas halal, bukan hanya murah atau standar.
• Ayo tabayyun sebelum menyebarkan isu, apalagi yang bisa melukai kepercayaan publik.
Penutup.
Isu ini bukan hanya tentang ompreng. Tapi tentang kepercayaan, kehalalan, dan keteladanan dalam bersikap. Jangan hanya sibuk menunjuk siapa yang salah, tapi mari sama-sama introspeksi.
Karena menjaga kehalalan makanan adalah bagian dari menjaga kesucian jiwa, dan dari situlah keberkahan hidup bermula. (DON/Red)
Oleh: Imam Mawardi Ridlwan
Pendiri & Anggota Dewan Pembina Bhakti Relawan Advokad Pejuang Islam