Jawa Timur
Kritik Tajam: Perubahan Retribusi Parkir Berlangganan di Tulungagung Berisiko Tinggi bagi Masyarakat
TULUNGAGUNG, – Sujanarko, mantan Direktur KPK yang kini berperan sebagai Pemerhati Kebijakan Publik, mempertanyakan langkah pemerintah Tulungagung dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Ia khususnya mengkritik perubahan sistem retribusi parkir di tepi jalan umum dari non-langganan menjadi berlangganan.
Menurut Sujanarko, kebijakan ini tampak lebih fokus pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Tulungagung, tanpa mempertimbangkan dampak negatif yang mungkin terjadi bagi masyarakat.
Ia mengingatkan bahwa estimasi pendapatan dari parkir konvensional mencapai Rp 9 miliar per tahun, sementara pemerintah berharap parkir berlangganan dapat menghasilkan Rp 12 miliar per tahun.
Namun, ia menilai potensi kebocoran pendapatan bisa mencapai Rp 3 miliar jika jumlah kendaraan tetap.
“Apakah selisih PAD yang mencapai 3 miliar rupiah sebanding dengan risiko masalah yang mungkin muncul? Apakah ada kajian mendalam yang dapat dibagikan kepada publik sehingga masyarakat bisa memberikan masukan?” tanyanya, Senin (21/4).
Lebih lanjut, Sujanarko mempertanyakan apakah parkir berlangganan benar-benar merupakan solusi, mengingat banyak masalah baru yang dapat timbul dari kebijakan ini.
Ia menyampaikan beberapa potensi permasalahan yang perlu diwaspadai, antara lain:
- Kemungkinan konflik antara juru parkir konvensional dan parkir berlangganan yang dapat mengganggu ketertiban.
- Peningkatan angka pengangguran di kalangan juru parkir yang terdampak oleh kebijakan ini.
- Ketidakjelasan aturan mengenai sepeda motor dengan plat nomor luar kota atau yang bersifat sementara di Tulungagung.
- Ancaman penyalahgunaan wewenang di lapangan, seperti pungutan liar pada kendaraan yang beroperasi di perumahan.
- Pertanyaan mengenai kesiapan sumber daya manusia (SDM) dalam pengawasan dan penertiban, serta efektivitas sistem monitoring dan evaluasi yang ada.
Sujanarko juga menekankan pentingnya belajar dari pengalaman masa lalu, ketika Tulungagung pernah menerapkan sistem parkir berlangganan yang berakhir gagal.
“Pemerintah perlu mencari tahu penyebab kegagalan tersebut agar tidak terulang kembali,” pintanya.
Dengan pernyataan ini, Sujanarko menyerukan agar kebijakan pemerintah lebih inklusif dan mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat daripada sekadar angka-angka PAD.
“Semua pihak diminta untuk berpikir kritis dan tidak terburu-buru dalam mengimplementasikan kebijakan yang berpotensi berdampak luas,” pungkasnya.
Sementara itu, dr. Meidyan Ricca Alvinca, anggota DPRD Komisi C Kabupaten Tulungagung menyatakan bahwa pihaknya akan mempertimbangkan hasil hearing.
“Saya sebagai pansus 3 akan rapat finalisasi, tentunya juga mempertimbangkan dari hasil publik hearing kemarin sebagai bahan masukan. Saya rasa juga ada baiknya berlangganan untuk mengurangi kebocoran sehingga PAD yang dihasilkan tidak turun drastis. Yang penting, hasil dari perda ini nanti ke depanya benar-benar untuk kepentingan rakyat, khususnya infrastruktur dan PJU. Nanti akan dikawal dalam implementasinya, karena masih banyak yang perlu dibenahi dan didukung untuk menjalankan perda ini,” jelasnya.
Hingga berita ini ditayangkan, Kepala Dinas Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Tulungagung belum memberikan keterangan. (DON-red)
Editor: Joko Prasetyo