Budaya
Ritual Sakral di Petilasan Joyoboyo: Kirab 1 Suro Kediri Dihadiri Rombongan Wisatawan Eropa
KEDIRI,– Suasana mistis dan khidmat menyelimuti Petilasan Sri Aji Joyoboyo di Desa Wisata Menang, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri, saat puncak peringatan 1 Suro digelar pada Jumat (27/6).
Acara tahunan yang sarat budaya ini semakin istimewa dengan kehadiran antusias wisatawan mancanegara, khususnya rombongan dari Prancis.
Sebelum puncak acara, rangkaian ritual telah dimulai. Pihak penyelenggara di Desa Menang melaksanakan pembersihan Batu Manik secara fisik dan spiritual.
Ritual pencucian batu pusaka ini dilakukan secara khusus di tiga tempat sakral sekaligus: Loka Moksa, Loka Busana, dan Loka Mahkota, menyiapkan energi spiritual untuk peringatan utama.

Foto, Kepala Disparbud Kabupaten Kediri, Mustika Prayitno Adi (tengah baju lirik cokelat) mendampingi Ketua DPRD Kabupaten Kediri, Murdi Hantoro Upacara Ritual 1 Suro di Petilasan Sri Aji Joyoboyo Kediri, pada Jumat (27/6).(Dok/ist).
Dihadiri Pejabat dan Wisatawan Internasional
Puncak acara Kirab Ritual 1 Suro dihadiri sejumlah pejabat, termasuk Ketua DPRD Kabupaten Kediri, Murdi Hantoro, dan Kepala Disparbud Kabupaten Kediri, Mustika Prayitno Adi. Keduanya turut berjalan kaki dalam prosesi kirab dari Balai Desa Menang menuju kompleks Petilasan, menunjukkan penghormatan terhadap tradisi.
Namun, sorotan juga tertuju pada rombongan wisatawan Prancis yang hadir. Dipandu oleh Anne Marie Wirjo, sebanyak 12 wisatawan asal Prancis tampak antusias mengikuti seluruh rangkaian Kirab Ritual 1 Suro.
“Mereka mengaku sangat senang bisa hadir di Kediri, khususnya untuk mengikuti acara ini,” ujarnya.
Pihaknya juga menyampaikan kekagumannya pada budaya Jawa dan menyampaikan pesan penting. Ia mencontohkan, pelestarian bisa dilakukan dengan terus menggelar Kirab Ritual 1 Suro seperti di Petilasan Joyoboyo.
“Budaya Jawa adalah tradisi yang sangat indah, luar biasa, dan patut terus dilestarikan. Tolong jangan ditinggalkan budaya ini,” tegasnya.
Menurutnya, hal ini menjadi pengingat penting, keindahan dan kedalaman budaya Jawa wajib dijaga kelestariannya oleh generasi penerus. Rombongan Prancis ini memang memiliki ketertarikan khusus.
“Selain ke Kediri, kami juga berkunjung ke tempat wisata lain di Indonesia. Khususnya tertarik dengan wisata yang bernuansa aliran kepercayaan dan mistik,” tukasnya.
Apresiasi dan Sejarah Kediri yang Membumi
Kehadiran acara ini juga mendapat apresiasi mendalam dari Chatarina Etty, perwakilan Keluarga Yayasan Hondodento Yogyakarta. Ia mengaku terharu melihat Kirab Ritual 1 Suro terus digelar di Desa Menang, tempat yang dipercaya sebagai pamoksan (tempat menghilang) Sang Prabu Sri Aji Joyoboyo.
“Kami sangat berterima kasih kepada masyarakat, karena upacara ini mampu menjadi agenda Nasional, dan memiliki daya tarik bagi banyak masyarakat yang datang setiap penanggalan Jawa, 1 Suro,” ucap Chatarina.
Kilas Sejarah Kerajaan Kediri dan Joyoboyo
Petilasan ini memiliki akar sejarah yang dalam, terkait erat dengan kejayaan Kerajaan Kadiri (Kediri). Berdiri sekitar abad ke-11 hingga ke-13 Masehi, Kediri mencapai puncak keemasan pada masa pemerintahan Raja Sri Jayabhaya (Joyoboyo) sekitar tahun 1135-1157 M.
Kerajaan Hindu ini terkenal makmur, dengan pusat pemerintahan diperkirakan berada di sekitar Kota Kediri sekarang, dan menjadi kekuatan maritim serta pusat sastra (kakawin) terkemuka di Jawa.
Sri Aji Joyoboyo dikenang bukan hanya sebagai raja agung, tetapi juga karena Ramalan Jayabaya (Jongko Joyoboyo) yang diyakini banyak orang meramalkan masa depan Nusantara hingga akhir zaman.
Keyakinan bahwa Joyoboyo mencapai moksa (bersatu dengan Tuhan) di Desa Menang inilah yang menjadikan petilasannya sebagai tempat ziarah dan ritual yang sangat dihormati, terutama setiap 1 Suro.
Peringatan 1 Suro di Desa Menang bukan sekadar ritual, tetapi juga peneguhan identitas budaya, penghormatan pada sejarah, dan daya tarik wisata yang unik, bahkan mampu memikat hati wisatawan dari benua Eropa.
(JK-red)