Redaksi

Tragedi Bus Harapan Jaya, Rakyat Geram: Nyawa Dua Mahasiswi Tak Bisa Dibayar dengan Setoran

Published

on

TULUNGAGUNG— Kecelakaan maut yang melibatkan bus Harapan Jaya di Jalan Raya Rejoagung, Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung, pada Jumat (31/10) siang, kembali menyulut kemarahan publik dan menyoroti lemahnya tata kelola perusahaan angkutan umum di Jawa Timur.

Dua mahasiswi asal Jombang tewas di tempat, sementara seorang pengendara lain mengalami luka berat usai bus Harapan Jaya bernopol AG 7762 US menabrak dua sepeda motor di jalur padat tersebut.

Insiden yang terjadi sekitar pukul 12.27 WIB ini menimbulkan duka mendalam sekaligus menggugah pertanyaan publik, sampai kapan kelalaian seperti ini terus dibiarkan.

Saksi mata menyebut bus yang dikemudikan Rizki Angga Saputra (30), warga Kota Malang, melaju dengan kecepatan tinggi sebelum kehilangan kendali di depan SPBU Rejoagung. Dua korban perempuan yang baru pulang dari kampus terseret hingga beberapa meter dan meninggal di lokasi kejadian.

Warga menilai kecelakaan itu bukan sekadar akibat kelalaian sopir, melainkan buah dari lemahnya pengawasan dan tata kelola di tubuh perusahaan transportasi umum.

“Ini bukan musibah biasa, tapi akibat kelalaian dan keserakahan. Kalau aparat dan pemerintah tidak tegas, tragedi seperti ini akan terus berulang,” ujar Ahmad Dardiri, warga setempat dengan nada geram.

Kemarahan serupa disuarakan oleh Ketua LSM Garda Masyarakat Peduli Negeri (GMPN). Mereka menyebut tragedi Rejoagung sebagai puncak gunung es dari masalah serius dalam sistem pengawasan armada besar di Jawa Timur.

“Kami menuntut pertanggungjawaban bukan hanya dari sopir, tapi juga dari manajemen PO Harapan Jaya. Ini sudah terlalu sering. Kalau mereka tidak mampu menjamin keselamatan, izinnya harus dievaluasi,” tegas Ketua GMPN.

Kasus di Rejoagung bukanlah insiden tunggal. Dalam beberapa tahun terakhir, PO Harapan Jaya tercatat beberapa kali terlibat kecelakaan fatal di wilayah Jawa Timur dan sekitarnya:

27 Februari 2022 – Bus Harapan Jaya tertabrak kereta api di perlintasan tanpa palang pintu di Desa Ketanon, Tulungagung. Lima orang tewas dan 14 luka-luka. Sopir kemudian ditetapkan sebagai tersangka.

2 Juli 2024 – Bus Harapan Jaya menabrak truk di Tol Jombang–Mojokerto (KM 672+400 A). Satu tewas, dua luka. Diduga pengemudi mengantuk.

14 September 2024 – Bus Harapan Jaya di Tol Batang (KM 347) menabrak truk. Satu sopir luka berat, lima penumpang luka ringan.

Rentetan kecelakaan ini memperkuat dugaan bahwa masalah keselamatan di tubuh perusahaan bukan hanya soal individu pengemudi, melainkan sistem yang lemah dan tidak konsisten dalam menjalankan standar keselamatan armada.

Dari beberapa sumber yang dihimpun oleh redaksi 90detik.com, pihak Dinas Perhubungan Jawa Timur (Dishub Jatim) sebelumnya pernah menyoroti bahwa pengawasan terhadap angkutan umum sering kali terfragmentasi antara kewenangan provinsi dan kabupaten/kota.

“Untuk kecelakaan yang terjadi di jalan kabupaten, kewenangan ada di Dishub daerah. Namun perusahaan otobus wajib memiliki sistem keselamatan internal yang sesuai standar nasional,” ujar pejabat Dishub Jatim dalam keterangan sebelumnya terkait kecelakaan serupa pada 2022.

Pernyataan itu menunjukkan adanya celah pengawasan, di mana tanggung jawab pengendalian armada besar sering kali saling lempar antara level daerah dan provinsi.

Akibatnya, perusahaan angkutan besar seperti Harapan Jaya tetap beroperasi meski memiliki rekam kecelakaan fatal berulang.

Dugaan Pelanggaran Tata Kelola dan Desakan Audit Operasional.

Dari berbagai temuan lapangan, muncul dugaan adanya pelanggaran dalam tata kelola dan prosedur keselamatan operasional (SOP). Sejumlah indikator menunjukkan potensi kelalaian korporasi, antara lain:

Pengawasan internal yang lemah terhadap perilaku pengemudi.

Minimnya evaluasi rutin atas kelayakan kendaraan.

Jam kerja sopir yang melebihi batas aman.

Tidak adanya mekanisme pelaporan kecepatan atau sistem digital pengendali laju kendaraan.
LSM dan masyarakat mendesak agar kepolisian dan Dishub melakukan audit menyeluruh terhadap perusahaan, termasuk kemungkinan pelanggaran administratif dan teknis yang berpotensi berujung pada pembekuan izin operasional jika terbukti lalai.

Harapan Publik: Evaluasi Nyata, Bukan Sekadar Janji.

Tragedi Rejoagung menjadi refleksi kelam atas lemahnya sistem transportasi publik yang belum menempatkan keselamatan sebagai prioritas utama.

Setiap kecelakaan menelan korban, tetapi juga membuka mata publik bahwa akar masalahnya bukan hanya di sopir yang mengantuk atau hilang kendali, melainkan struktur pengawasan yang longgar dan manajemen keselamatan yang diabaikan.

“Masyarakat tidak mau tragedi ini jadi rutinitas tahunan. Sudah saatnya nyawa manusia lebih berharga daripada target setoran,” kata Ketua GMPN.

Kini, warga Tulungagung dan masyarakat Jawa Timur menunggu langkah konkret dari aparat dan pemerintah daerah. Mereka mendesak agar tragedi Rejoagung menjadi momentum perubahan bukan sekadar headline sesaat.

“Kalau sistemnya terus dibiarkan longgar, yang mati bukan cuma orang di jalan, tapi juga kepercayaan publik terhadap penegakan hukum,” pungkasnya.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak PO Harapan Jaya belum memberikan keterangan resmi terkait kecelakaan maupun dugaan pelanggaran tata kelola keselamatan operasional armada. (DON/Red)

Editor: Joko Prasetyo

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trending

Exit mobile version