Nasional
Warga Tulungagung Geruduk Kantor ATR/BPN dan DPRD, Ultimatum Pembersihan Mafia dan Proyek Ilegal hingga Oktober
TULUNGAGUNG— Ratusan massa yang mengatasnamakan diri ‘Pejuang Gayatri Rajapati’ menggelar aksi damai di depan Pendopo Kabupaten Tulungagung, Kamis (11/9/2025). Aksi ini menyodorkan sejumlah tuntutan kritikal kepada pemerintah daerah, lengkap dengan tenggat waktu eksekusi, mulai dari 2×24 jam hingga bulan Oktober 2025.
Massa yang terorganisir itu membacakan 27 poin tuntutan yang terbagi dalam tiga skala prioritas, jangka instan, jangka pendek, dan jangka menengah. Inti dari seluruh tuntutan adalah perbaikan tata kelola pemerintahan yang bebas dari korupsi, kolusi, nepotisme (KKN), serta pelayanan publik yang transparan dan berkeadilan.
Tuntutan Instan: Eksekusi 2×24 Jam.
Dalam waktu dua hari ke depan, massa menuntut aksi tegas untuk menegakkan hukum. Poin utama mencakup pemberantasan kejahatan lingkungan hidup dan galian C ilegal, penertiban pelanggaran Larangan Pemindahan Hak atas Tanah (LP2B), serta penghentian proyek kuburan elit “Shangrila Memorial Park” di Desa Ngepoh yang diduga ilegal karena tidak diatur Perda.
Mereka juga menuntut pembubaran dan revisi keanggotaan Dewan Pengawas (Dewas) RSUD Dr. Iskak yang dinilai sebagai bentuk “lokalisasi pelacuran profesi dan balas jasa politik”, bukan untuk peningkatan pelayanan kesehatan.
Seluruh dinas dan desa didesak segera menerapkan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik dan memberantas praktik percaloan serta pungutan liar (pungli) di semua instansi.
“Jangan gunakan spanduk ‘Zona Integritas’ hanya sebagai hiasan dinding tanpa makna,” demikian bunyi salah satu tuntutan, mengkritik praktik korupsi yang masih merajalela.
Soroti Nasib Warga Kaligentong dan Kerukunan Pimpinan.
Untuk jangka pendek (14 hari), aksi menyoroti dua hal yang menyentuh. Pertama, mereka meminta DPRD hingga DPR RI memberikan solusi terbaik bagi warga Kaligentong yang digambarkan “menangis darah dan seolah belum merdeka”.
Kedua, secara tidak biasa, aksi ini juga menyerukan kerukunan pucuk pimpinan daerah. “Pucuk pimpinan harus rukun karena menjadi teladan masyarakat dan mengabaikan kepentingan politik sektarian serta keuntungan pribadi,” seru salah satu orator.
Tenggat Oktober, Ancaman Hak Angket dan Aksi Lebih Besar.
Bagian paling tegas dari tuntutan adalah untuk jangka menengah, dengan ancaman yang jelas. Massa memberi tenggat hingga Oktober 2025 kepada DPRD Tulungagung untuk menggunakan hak angket atau hak interpelasinya.
Hak tersebut harus digunakan jika dua hal ini tidak ditindaklanjuti pemerintah: pertama, memberantas proyek makam ilegal “Shangrila” oleh PT. Sang Lestari Abadi; kedua, jika pemerintah daerah dinilai tidak berkoordinasi dengan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk memberantas perusakan alam dan penambangan galian C ilegal.
“Apabila tidak segera dilakukan, maka kami akan melakukan aksi yang lebih besar,” demikian pernyataan akhir dari tuntutan yang dibacakan, memberikan tekanan serius terhadap pemerintah dan DPRD.
Selain itu, 27 poin tuntutan juga mencakup percepatan reformasi birokrasi yang menyeluruh, mulai dari rekrutmen berbasis merit, peningkatan ekonomi kerakyatan melalui BUMDes dan koperasi, perlindungan UMKM dari pasar modern, hingga pembinaan bagi pelaku seni dan pemuda.
Pun, kesempatan ini para masa aksi ditemui pimpinan DPRD, Bupati , Wakil Bupati, serta jajaran Forkopimda Kabupaten Tulungagung. Aksi berlangsung tertib dan dikawal ketat oleh aparat gabungan dari TNI – Polri, Satpol PP Pemkab Tulungagung.
(JK/Red)
Editor: Joko Prasetyo