Investigasi
AJT Kritik Rancangan Perda Pajak Daerah: Perubahan Retribusi Parkir Dinilai Minim Pertimbangan untuk Masyarakat

TULUNGAGUNG, – Aliansi Jurnalis Tulungagung (AJT) menegaskan sikap kritis terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranraperd) terkait Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, khususnya mengenai perubahan retribusi parkir di tepi jalan umum dari sistem non-langganan menuju berlangganan.
AJT menilai langkah tersebut hanya berorientasi pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Tulungagung, tanpa memperhatikan dampaknya bagi kesejahteraan masyarakat.
Ketua AJT, Catur Santoso, memberikan beberapa masukan penting jika perubahan kebijakan parkir berlangganan tetap dilaksanakan.
“Pastikan pelayanan yang diberikan berkualitas, dengan peningkatan keamanan, fasilitas parkir yang memadai, dan kemudahan akses,” ungkapnya, Sabtu (19/4/2025).
Ia menekankan pentingnya transparansi dan sosialisasi yang efektif mengenai kebijakan baru tersebut.
“Masyarakat perlu diberi informasi yang jelas tentang tarif, cara pembayaran, dan manfaat yang diharapkan dari kebijakan ini,” imbuhnya.
Lebih lanjut, ia juga menyoroti isu keadilan dalam penerapan kebijakan parkir berlangganan.
“Kebijakan ini harus adil untuk semua lapisan masyarakat, terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah dan memiliki keterbatasan mobilitas,” tegasnya.
Selain itu, ia merekomendasikan kepada pemerintah daerah untuk mempertimbangkan pengembangan alternatif transportasi umum yang efisien dan terjangkau.
“Masyarakat perlu memiliki pilihan lain selain kendaraan pribadi untuk mengurangi ketergantungan pada parkir,” cetusnya.
AJT juga menyerukan perlunya pengawasan ketat terhadap petugas parkir, serta penertiban praktik pungutan liar yang sering terjadi.
“Penting untuk mengevaluasi dampak dari kebijakan parkir berlangganan ini terhadap masyarakat dan ekonomi lokal, serta siap untuk melakukan penyesuaian jika diperlukan,” pungkasnya.
Dengan berbagai pertimbangan ini, AJT berharap pemerintah daerah dapat merumuskan kebijakan parkir berlangganan yang lebih adil, efektif, dan minim dampak negatif bagi warga Tulungagung. (DON-red)
Editor: Joko Prasetyo
Investigasi
Dugaan Jual Beli Seragam dan Pungli di SMAN 1 Gondang, Dindik Jatim Akan Turun Tangan

TULUNGAGUNG — Dugaan praktik pungutan liar (pungli) di SMAN 1 Gondang, Kabupaten Tulungagung, menuai kecaman keras. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Garda Masyarakat Peduli Negeri (GMPN) mendesak aparat penegak hukum dan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur untuk segera mengambil langkah tegas.
Ketua GMPN, Wahyudi, menegaskan bahwa praktik pungutan yang dibungkus istilah “sumbangan” atau “iuran komite” namun bersifat wajib tetap masuk kategori pungli.
“Sekolah yang terbukti melakukan pungli harus ditindak. Kalau perlu, kepala sekolahnya dicopot agar tidak menjadi budaya yang mencoreng dunia pendidikan,” ujarnya tegas, pada Sabtu (30/8).
Desakan ini muncul setelah sejumlah wali murid melaporkan adanya kewajiban iuran bulanan Rp120 ribu serta dugaan penjualan seragam yang dilakukan langsung oleh pihak sekolah.
Padahal, Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah melarang keras pungli dan praktik jual beli seragam di sekolah negeri demi menjamin akses pendidikan yang setara dan gratis.
Merespons aduan yang disertai adanya bukti pembayaran, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, Aris Agung Paewai, memastikan pihaknya akan turun tangan.
“Ya, nanti tim kami akan cek langsung,” ujarnya singkat saat dikonfirmasi 90detik.com pada Sabtu (30/8).
Publik kini menanti tindak lanjut nyata dari Dinas Pendidikan dan aparat penegak hukum (APH).
Mereka berharap investigasi ini tidak hanya berakhir sebagai formalitas.
Tetapi benar-benar membawa keadilan bagi wali murid dan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan. (DON/Red)
Editor: Joko Prasetyo
Investigasi
Gaji Bulanan untuk Sekolah Negeri? Pungli Rp120 Ribu/Bulan Membelenggu Orang Tua di SMAN 1 Gondang

TULUNGAGUNG— Janji pendidikan gratis di Jawa Timur kembali diuji. SMAN 1 Gondang, Tulungagung, menjadi sorotan setelah menerapkan iuran bulanan sebesar Rp120 ribu yang diwajibkan kepada seluruh orang tua murid baru kelas 10. Praktik ini dinilai sebagai dugaan pungutan liar (pungli) yang dibungkus dalam retorika “sumbangan”.
Keluhan bermula dari pengaduan sejumlah orang tua, salah satunya berinisial KYT.
Ia menyatakan kekecewaannya karena harus membayar iuran tersebut setiap bulan tanpa bisa menolak.
“Ini hampir keluhan semua wali murid baru. Katanya sekolah gratis, tapi kenapa justru setiap bulannya kami ditarik Rp120 ribu? Dan itu sifatnya wajib, bukan sukarela,” ujar HR kepada media, Sabtu (30/8).
Fakta ini terasa ironis mengingat status SMA Negeri berada di bawah kewenangan langsung Pemerintah Provinsi Jawa Timur, yang seharusnya membebaskan peserta didik dari segala bentuk biaya, kecuali yang telah diatur secara sah melalui komite sekolah dan mengikuti prosedur yang transparan.
Praktik ini jelas bertentangan dengan surat edaran dan himbauan tegas Dinas Pendidikan Provinsi Jatim yang melarang segala bentuk pungli dan penahanan ijazah.
Namun, kontrol di lapangan dinilai masih lemah, membuat orang tua berada dalam posisi tidak berdaya menghadapi tekanan terselubung dari sekolah.
Terpisah, Wahyudi, Ketua LSM Garda Masyarakat Peduli Negeri (GMPN), menegaskan bahwa pola pungutan seperti ini adalah bentuk pelanggaran serius.
“Ketika sumbangan dikemas sebagai kewajiban, itu tetap pungli. Jika sampai ada perlakuan berbeda bagi siswa yang tidak bayar, maka itu sudah masuk intimidasi lembut dan mencederai keadilan sosial,” tegasnya.
Masyarakat kini menunggu langkah konkret dan penindakan tegas dari Dinas Pendidikan Provinsi Jatim.
Tanpa itu, janji “pendidikan gratis” hanya akan menjadi slogan kosong yang memperlebar ketimpangan.
Hingga berita ini dipublikasikan, pihak Kepala SMAN 1 Gondang dan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Cabang Tulungagung dan Trenggalek belum dapat dimintai konfirmasi. (DON/Red)
Editor: Joko Prasetyo
Investigasi
LSM LASKAR Soroti Tiang WiFi ‘Siluman’ Ancam Keselamatan Warga Blitar

Foto: Kondisi tiang wifi yang dipasang di trotoar dengan pondasi tidak memadai, (dok/LSM LASKAR)
BLITAR – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) LASKAR menyoroti maraknya pemasangan tiang dan kabel jaringan WiFi yang dilakukan secara semrawut dan membahayakan diseantero Blitar. Aktivis LSM tersebut menegaskan bahwa praktik ini mengancam keselamatan pengguna jalan dan menuntut penertiban segera.
Swantantio Hani Irawan yang akrab disapa Tiok, dari LSM LASKAR, menyatakan bahwa pihaknya telah mendokumentasikan banyak titik di mana instalasi dilakukan secara asal-asalan.
“Ini bukan hanya soal estetika, tetapi nyawa orang yang taruhannya. Tiang dipasang di trotoar dengan pondasi tidak memadai, kabel dibiarkan menggantung rendah dan berantakan. Sangat riskan untuk pejalan kaki, apalagi untuk anak-anak dan lanjut usia,” tegas Tiok.
Menurut investigasi LASKAR, fenomena ini terjadi akibat menjamurnya pengusaha jaringan yang beroperasi tanpa memedulikan standar keamanan, keselamatan, dan ketertiban umum (K3).
Tak hanya itu, ia juga menjelaskan sering proses pemasangan jaringan mereka mengganggu warga.Dikarenakan tanpa ada pemberitahuan dan seijin RT dan RW setempat.
Hal tersebut , menurutnya juga sering menjadi aduan RT dan RW dalam forum FORMAT. Bahkan pihaknya juga menyesalkan sikap dari pemerintah daerah baik kota maupun kabupaten Blitar, yang terkesan tutup mata.
“Pemerintah daerah terkesan
“micek mbudek“, (tutup mata, red), melihat adanya hal itu. Mereka mengejar target pemasangan tanpa prosedur yang benar, mengabaikan keselamatan publik, ujar Tiok yang juga sebagai Ketua Format ini dengan nada kesal.
Selain itu, ia juga mengkritik keras tidak adanya langkah konkret dari pemerintah daerah.
“Hingga saat ini, kami tidak melihat adanya operasi penertiban atau tindakan nyata dari aparat. Pemerintah seolah tutup mata terhadap kekacauan yang terjadi di depan hidung mereka sendiri. Ini adalah bentuk kelalaian yang dapat berakibat fatal,” tuturnya.
LSM LASKAR mendesak Pemerintah kabupaten dan kota Blitar untuk segera turun tangan, melakukan inventarisasi, dan mencabut pemasangan yang tidak memenuhi standar.
“Kami juga meminta agar aturan yang jelas dan tegas segera diterbitkan untuk mengatur para pelaku usaha agar tidak bertindak semena-mena,“ pungkasnya.
Hingga berita ini dipublikasikan, pihak-pihak terkait belum bisa dikonfirmasi lebih lanjut. (JK-RED)
Catatan Redaksi: Dalam pemberitaan ini, pihak narasumber juga akan menyampaikan data lebih lanjut. Selanjutnya akan diberitakan secara terpisah.
- Jawa Timur2 minggu ago
Pemerintah atau Parade Borjuis? Jalan Rusak Diabaikan, Pengadaan Mobil Mewah Pejabat Diprioritaskan
- Nasional2 minggu ago
Gugat Tanah Adat, Warga Geruduk DPRD Tulungagung: Proyek Pemakaman Elite Diduga Ilegal
- Nasional3 hari ago
Spanduk “Aksi Selasa Rakyat”: Suara Diam yang Menggemuruh di Tulungagung
- Nasional4 hari ago
Demonstrasi 4/9 di Tulungagung, Ketua Almasta Tegaskan Bukan Inspirator Aksi
- Jawa Timur2 minggu ago
Diduga Dekat dengan Pejabat, CV Pendatang Baru Kuasai Proyek Konsultan di Tulungagung
- Investigasi1 minggu ago
LSM LASKAR Soroti Tiang WiFi ‘Siluman’ Ancam Keselamatan Warga Blitar
- Jawa Timur1 minggu ago
DPUPR Kabupaten Blitar Siapkan Perbaikan Darurat untuk Jalan Rusak di Jambewangi
- Investigasi4 hari ago
Gaji Bulanan untuk Sekolah Negeri? Pungli Rp120 Ribu/Bulan Membelenggu Orang Tua di SMAN 1 Gondang