Jawa Timur

Dzikir Jama’i di Al Barokah: 650 Jamaah Menyatu dalam Doa dan Syukur

Published

on

KEDIRI — Ahad pagi, 31 Agustus 2025, ada yang berbeda di Dusun Brenjuk, Desa Purwodadi, Kecamatan Kras, Kabupaten Kediri. Udara masih sejuk, mentari belum meninggi, namun suasana Pendopo Pesantren Al Barokah At-Tandzib sudah padat oleh ratusan jamaah yang datang dari berbagai penjuru.

Sekitar 650 orang berkumpul dalam kekhusyukan, mengikuti Istighosah Dzikir Jama’i dengan hati yang lapang dan penuh harap.

Tidak ada gemerlap panggung, tidak pula hiruk-pikuk sound system. Yang terdengar hanya lantunan dzikir yang pelan namun dalam mengalir seperti doa yang mencari jalan pulang ke langit.

Menurut KH. Abdullah Hadlirin, pengasuh Pesantren Al Barokah, kegiatan Dzikir Jama’i bukan sekadar rutinitas.

“Kami hanya ingin tetap dalam amalan ini. Dzikir yang disusun oleh Abi KH. M. Ihya’ Ulumiddin ini bukan sekadar bacaan. Ia adalah napas,” ujarnya, lirih namun penuh makna.

Kegiatan ini digelar secara rutin setiap tiga bulan sekali, dengan tempat yang bergilir dari satu titik ke titik lainnya.

Di balik kesederhanaannya, Dzikir Jama’i selalu mampu menyatukan hati jamaah.

Yayasan Persyarikatan Dakwah Al Haromain cabang Kabupaten Kediri menjadi motor penggerak acara ini.

Tanpa spanduk besar atau selebaran mewah, mereka hadir membawa semangat yang tak kasat mata, tapi nyata terasa.

Salah satu momen yang paling menggugah adalah taujih dari KH. M. Junaidi Sahal, Dewan Pembina yayasan.

Duduk bersahaja di antara jamaah, beliau menyampaikan nasihat dengan gaya seorang ayah kepada anak-anaknya.

“Bersyukur itu bukan soal jumlah. Tapi soal sikap. Kalau dapat sedikit, tetap syukuri. Kalau dapat banyak, jangan lupa berbagi,” terangnya.

“Semua nikmat itu rahmat dari Allah Ta’ala. Maka jangan pernah merasa itu hasil kerja keras sendiri. Itu hanya wasilah”, imbuhnya.

Tak ada tepuk tangan. Tapi justru itulah keistimewaannya yang hadir larut dalam perenungan. Banyak mata yang berkaca-kaca, kepala yang menunduk, hati yang terasa disentuh.

Ketika acara selesai, jamaah tidak langsung beranjak. Mereka saling menyapa, berpelukan, dan berbagi senyum.

Seolah bukan hanya dzikir yang mereka cari, tapi juga rasa persaudaraan yang makin kuat terjalin.

Tampak hadir dalam kegiatan ini para ulama dan masyayikh seperti Habib Abdillah As Segaf, Habib Idrus Al Jufri, KH. Imam Mawardi Ridlwan, Kyai Lukman Hakim, KH. Fathurrahman, serta tokoh-tokoh lainnya yang memperkuat makna kebersamaan dalam istighosah.

Di tengah zaman yang penuh hiruk-pikuk dan gempuran distraksi digital, Dzikir Jama’i seperti ini menjadi oase spiritual.

Sebuah pengingat bahwa sesungguhnya kekuatan umat bukan pada jumlah atau fasilitas, melainkan pada hati yang terpaut kepada Allah dan sesama. (DON/Red)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trending

Exit mobile version