Redaksi
Kasus Tiang ISP Ilegal Menjamur, PUPR dan Satpol PP Tulungagung Disorot Tajam, Dugaan Pungli Menguat
TULUNGAGUNG — Polemik keberadaan tiang dan jaringan internet (ISP) ilegal di sejumlah ruas jalan kabupaten di Tulungagung kembali memanas. Tekanan publik kini mengarah tajam kepada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Tulungagung, menyusul mandeknya penanganan kasus yang telah berlarut-larut.
Sorotan tersebut menguat setelah Polres Tulungagung menerbitkan Surat Pemberitahuan Hasil Penyidikan (SP2HP) untuk kelima kalinya, yang kembali menyatakan penghentian proses hukum atas laporan terkait tiang dan jaringan ISP ilegal.
Dalam SP2HP tersebut, Polres Tulungagung menyampaikan bahwa perkara tidak dilanjutkan ke tahap penyidikan dan mengarahkan agar penanganannya diselesaikan secara internal melalui Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) atau Inspektorat Daerah.
Keputusan itu memunculkan tanda tanya di tengah masyarakat, mengingat persoalan tiang dan jaringan ISP ilegal hingga kini belum menunjukkan penyelesaian konkret di lapangan.
SP2HP tersebut secara eksplisit merujuk pada rekomendasi Penjabat (Pj) Bupati Tulungagung melalui Surat Nomor 714/1211/45.1/2024 tertanggal 7 Agustus 2024.
Dalam surat tersebut, Pj. Bupati memerintahkan Dinas PUPR untuk mengambil tiga langkah krusial, yakni mengidentifikasi dan memberi tanda seluruh tiang serta jaringan ISP ilegal di ruang milik jalan, berkoordinasi dengan Satpol PP untuk penertiban dan pemberian peringatan kepada provider, serta segera menyusun perjanjian sewa pemanfaatan Barang Milik Daerah (BMD) sesuai Peraturan Bupati Nomor 25 Tahun 2021.
Rekomendasi tersebut sekaligus menegaskan posisi strategis Dinas PUPR sebagai OPD yang memiliki kewenangan teknis atas pengelolaan ruang milik jalan.
Namun hingga kini, implementasi rekomendasi tersebut dinilai belum terlihat secara nyata.
Kondisi ini menuai kritik dari masyarakat sipil.
Ketua Laskar Merah Putih (LMP) Markas Cabang Tulungagung, Hendri Dwiyanto, menilai Dinas PUPR terkesan pasif dan kurang mengambil peran strategis dalam penyelesaian persoalan.
“Kepala Dinas PUPR yang baru jangan pasif. Mereka yang melakukan verifikasi awal untuk penerbitan rekomendasi teknis. Kalau dari awal sudah lemah, persoalan ini tidak akan pernah selesai,” tegas Hendri, Minggu(21/12).
Ia juga menyoroti kesalahpahaman yang selama ini berkembang terkait fungsi Rekomendasi Teknis (Rekomtek).
“Rekomtek itu bukan izin. Itu hanya salah satu syarat untuk mengurus perizinan di DPMPTSP. Masih banyak kewajiban lain yang harus dipenuhi oleh provider,” jelasnya.
Pernyataan tersebut mengindikasikan adanya celah prosedural atau lemahnya koordinasi antarinstansi yang berpotensi dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu.
Lebih jauh, Hendri mengungkap adanya keluhan dari pelaku usaha ISP terkait dugaan pungutan tidak resmi. Ia menyebut adanya informasi pungutan sebesar Rp100 ribu per titik saat provider diundang dalam rapat koordinasi bersama Dinas PUPR dan OPD terkait.
“Ini bukan isu kecil. Dugaan pungutan ini harus menjadi perhatian serius Inspektorat yang saat ini menangani laporan tersebut,” tandasnya.
Apabila dugaan tersebut terbukti, persoalan tiang ISP ilegal tidak lagi sebatas pelanggaran administrasi, melainkan berpotensi menyentuh aspek tata kelola dan integritas birokrasi.
Dengan dilimpahkannya penanganan kepada Inspektorat serta adanya instruksi jelas dari Pj. Bupati, sorotan publik kini mengerucut pada kepemimpinan baru Dinas PUPR Tulungagung.
Masyarakat menanti langkah nyata di lapangan, bukan sekadar rapat koordinasi dan wacana.
Koordinasi lintas sektor dengan Satpol PP untuk penertiban fisik, serta dengan Bagian Hukum dan Bapenda terkait penyusunan perjanjian sewa, dinilai menjadi ujian awal yang menentukan.
“Perda Ketertiban Umum sudah ada, tinggal dieksekusi. Namun kuncinya ada di PUPR. Jika data dan penandaan dari PUPR tidak jelas, penertiban akan selalu alot,” ujar seorang pengamat kebijakan publik yang enggan disebutkan namanya.
Kini publik menunggu kejelasan, kapan tiang-tiang ilegal mulai diberi tanda, kapan penertiban dijadwalkan, serta kapan perjanjian sewa resmi diajukan kepada para provider.
Lambannya respons Dinas PUPR akan menjadi penentu, apakah persoalan ini benar-benar diselesaikan atau kembali tenggelam sebagai polemik tanpa ujung di Tulungagung.
Hingga berita ini dipublikasikan, Dinas PUPR Tulungagung belum memberikan keterangan resmi. (DON/Red)
Editor: Joko Prasetyo