Hukum Kriminal
Korupsi Dana Bos, Mantan Bendahara SMP di Trenggalek Dibekuk Polisi
TRENGGALEK, 90detik.com- Polres Trenggalek berhasil mengamankan tersangka RG, seorang pensiunan PNS asal Sumbergedong, Kecamatan Trenggalek, yang merupakan bendahara Bantuan Operasional Sekolah (BOS) disebuah SMP.
RG diduga telah menggelapkan dana BOS selama tahun anggaran 2017-2019. Dengan kejadian tersebut sekolah tidak bisa merasakan dana alokasi khusus non fisik secara optimal.

Tersangka RG, di Polres Trenggalek, (doc/DON)
Kasatreskrim Polres Trenggalek, AKP Zainul Abidin, menjelaskan penyelewengan dana BOS ini terjadi pada Tahun Anggaran (TA) 2017, 2018, dan 2019 silam. Dalam kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) ini pihak Polres Trenggalek mengamankan satu orang tersangka.
Tersangka merupakan pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) asal Sumbergedong, Kecamatan Trenggalek.
“Tersangka inisial RG, pada saat itu menjabat sebagai bendahara BOS. Sedangkan untuk tersangka utamanya Kepala Sekolah dan sudah meninggal dunia,” ujarnya pada Senin (29/7).
Sekolah tersebut menerima dana BOS Sejumlah Rp. 848 juta pada tahun 2017, Rp. 845,8 juta pada tahun 2018 dan Rp. 812 juta pada tahun 2019. Total dana BOS yang diterima secara keseluruhan adalah sekitar Rp 2,5 miliar.
“Berdasarkan laporan hasil audit dalam kurun waktu tiga tahun anggaran dari dana Bos yang diterima sekolah tersebut kerugian keuangan negara senilai Rp 514,3 juta,” paparnya.
Kejadiannya bermula dari pengelolaan dana BOS di SMP tersebut yang tidak sesuai dengan Petunjuk Teknis. Misalnya dokumen surat pertanggungjawaban keuangan (SPJ) tidak didukung dengan bukti dukung yang sah, mark up harga dan dokumen bukti dukungnya fiktif.
Di sisi lain, diketahui bahwa dalam mengelola anggaran dana taktis bendahara BOS tidak melaporkan secara rutin kepada Kepala Sekolah.
Namun, RG malah membuat kuitansi fiktif, nota ditulis sendiri disesuaikan dengan anggaran yang keluarkan sendiri.
“Sebagian tanda tangan dalam daftar penerimaan honorarium dipalsukan, kemudian sebagian nota ditandatangani serta distempel sendiri dan sebagian nota lainnya dimintakan kembali ke toko penyedia,” terangnya.
Atas tindakannya, tersangka dikenakan pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, subsidair Pasal 9 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana.
“Adapun ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 milyar,” tandasnya. (DON/Red)
Editor : JK