Opini
Anggaran “Gemuk“, Jalan Rusak Masalah Abadi: Uji Nyali Pemkab Tulungagung di APBD 2026
TULUNGAGUNG– Dalam tata kelola daerah, anggaran sering dianggap sebagai cerminan nyata kesejahteraan. Logika awamnya sederhana, semakin “gemuk” Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), semakin makmur dan maju daerah tersebut.
Tren peningkatan APBD Kabupaten Tulungagung dalam tiga tahun terakhir seolah mengonfirmasi logika ini.
Berdasarkan data, APBD naik dari Rp 2,75 triliun (2023), menjadi Rp 2,89 triliun (2024), dan menyentuh Rp 3 triliun pada 2025. Sebuah pertumbuhan yang patut disyukuri.
Namun, pertanyaan kritis yang kemudian mengemuka adalah, di mana wujud nyata kenaikan anggaran ini yang paling signifikan dirasakan oleh masyarakat? Silakan publik yang menilai sendiri kondisi jalan, pendidikan, dan layanan kesehatan di sekitar mereka.
Kini, proyeksi untuk APBD 2026 justru menunjukkan angin segar yang lebih kencang. Analisis terhadap Rancangan APBD (RAPBD) 2026 mengungkap adanya tambahan napas fiskal yang cukup berarti.
Terdapat kenaikan Transfer ke Daerah (TKD) dari pusat sebesar Rp 132,786 miliar. Di tengah kabar pemangkasan anggaran di banyak daerah oleh Menteri Keuangan, kondisi Tulungagung ini bagai oase.
Tidak berhenti di situ, Pendapatan Asli Daerah (PAD) juga diproyeksikan melonjak signifikan menjadi Rp 819,4 miliar dari sebelumnya Rp 776 miliar.
Secara keseluruhan, terjadi kenaikan anggaran sekitar Rp 230 miliar. Yang menarik, meski Dana Desa (DD) dari pusat dipotong Rp 38,16 miliar, justru ini bisa menjadi berkah terselubung. Selisih ini dapat dialihkan untuk membiayai program prioritas lain yang lebih mendesak.
Perubahan signifikan lain adalah pada alokasi Dana Alokasi Umum (DAU) spesifik untuk pendidikan yang pada 2026 dianggarkan nol rupiah.
Padahal, di tahun 2025, anggaran ini mencapai Rp 35,61 miliar yang biasa digunakan untuk Bantuan Operasional Sekolah Penyelenggara (BOSP). Hilangnya anggaran ini, jika dikelola dengan transparan, justru dapat menghilangkan indikasi duplikasi anggaran seperti yang kerap terjadi sebelumnya.
Dengan perhitungan sederhana, total tambahan anggaran yang dapat dialokasikan untuk program-program prioritas pada 2026 mencapai kisaran Rp 300 miliar.
Sebuah angka yang, untuk kesekian kalinya, kerap disebut-sebut “cukup untuk memperbaiki semua jalan rusak di Tulungagung.” Namun, klaim ini akan tetap menjadi jargon kosong tanpa komitmen dan perencanaan yang matang.
Pada akhirnya, Pemerintah Daerah memiliki ruang gerak yang lebih longgar dalam RAPBD Penyesuaian sebelum disahkan menjadi APBD 2026. Peluang emas ini tidak boleh disia-siakan.
Di balik angka-angka yang menggembirakan ini, tantangan sesungguhnya justru dimulai. Masyarakat sipil, termasuk LSM dan para pengamat, harus mengerahkan fungsi kontrolnya.
Kita harus bersama-sama mengawal postur anggaran dan memastikan realisasinya tepat sasaran, transparan, dan akuntabel. Pemerintahan Bupati dan Wakil Bupati periode ini tidak boleh terjebak kembali pada permainan “teknis” Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang kerap mengaburkan tujuan pembangunan.
Peningkatan anggaran adalah modal, bukan tujuan. Kesejahteraan sejati rakyat Tulungagung akan diukur dari jalan yang mulus, sekolah yang berkualitas, dan layanan kesehatan yang terjangkau bukan sekadar dari deretan angka triliunan di atas kertas.
APBD 2026 adalah ujian nyali bagi pemerintah untuk membuktikan bahwa mereka mampu mengubah potensi finansial menjadi kesejahteraan yang nyata. (*)
Oleh: Susetyo Nugroho, Pengamat Kebijakan Publik
Editor: Joko Prasetyo