Pemerintahan
Dikibuli Lagi! Baharudin Geram, Bupati Kuasai Penuh Anggaran & Diduga Incar Gerindra

TULUNGAGUNG — Pasca pelantikan pejabat eselon dua, pimpinan tujuh belas Organisasi Perangkat Daerah (OPD) oleh Bupati Tulungagung Gatut Sunu Wibowo, situasi politik di daerah ini menjadi semakin memanas.
Perbincangan mengenai langkah-langkah Bupati Gatut Sunu kini menjadi topik hangat di kalangan tokoh masyarakat, pengamat, insan media, hingga masyarakat biasa.
Pelantikan ini tidak hanya menghasilkan kekosongan di empat OPD strategis, yaitu Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim), Dinas Lingkungan Hidup (DLH), dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Iskak, tetapi juga melibatkan pengangkatan Kepala Dinas dari luar kota, tepatnya dari Jember, sebagai Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).
Langkah ini menuai berbagai reaksi, terutama karena Bupati Gatut Sunu tampak berusaha mempertahankan kendali penuh atas pendapatan Kabupaten Tulungagung.
Dalam proses pelantikan ini, Wakil Bupati Tulungagung Ahmad Baharudin, yang juga merupakan Ketua Partai Gerindra dengan dukungan delapan kursi di dewan, merasa diabaikan.
Pihaknya tidak diberikan kesempatan untuk memberikan masukan dalam proses pelantikan, meskipun sekadar sebagai pertimbangan.
Hal ini menimbulkan ketegangan antara Bupati dan Wakil Bupati, di mana Ahmad Baharudin terlihat tidak ingin tinggal diam setelah beberapa kali merasa “dipecundangi” oleh Bupati.
Sebagai bentuk protes, Ahmad Baharudin memilih untuk tidak menghadiri pelantikan Kepala Dinas yang berlangsung di Pendopo Bupati pada Rabu, 16 Juli 2025.
“Saya dari awal tidak di libatkan dalam proses rolingan jabatan tersebut .Tidak hanya itu saja. Yang lain masih banyak,” ungkapnya kepada http://90detik.com (18/7)
“Ke depan, saya akan sering sidak monitoring Pengawasan kinerja ASN”, imbuhnya dengan nada penuh kekesalan
Kini, masyarakat dan pendukung Ahmad Baharudin menunggu langkah selanjutnya yang akan diambilnya untuk menghadapi tantangan dari Bupati Gatut Sunu.
Ketegangan ini semakin memuncak setelah isu yang beredar mengenai kemungkinan Bupati Gatut Sunu merebut jabatan Ketua Partai Gerindra Tulungagung dari tangan Ahmad Baharudin pasca pelaksanaan retret seluruh Kepala Daerah di Indonesia pada Februari lalu.
Situasi ini menunjukkan bahwa dinamika politik di Tulungagung semakin kompleks, dan langkah-langkah selanjutnya dari kedua pemimpin daerah ini akan sangat dinantikan oleh masyarakat. (Abd/Red)
Editor: Joko Prasetyo
Investigasi
Kuasa Hukum Pokmas ‘Mergo Mulyo’ Desak DPRD Fasilitasi Hearing: Kantah Tulungagung Diduga Lindungi Mafia Tanah

TULUNGAGUNG — Langkah cepat dan tegas diambil Mohammad Ababililmujaddidyn, S.Sy., M.H., C.L.A, dari kantor advokat BILY NOBILE & ASSOCIATES, dengan melayangkan permohonan hearing kepada DPRD Kabupaten Tulungagung pada Selasa (29/7/2025).
Hearing ini diajukan sebagai bentuk protes atas sikap diam Kantor Pertanahan (Kantah) Tulungagung terkait somasi yang dilayangkan sebelumnya.
Ababil, yang bertindak sebagai Kuasa Hukum Kelompok Masyarakat (Pokmas) Mergo Mulyo Desa Ngepoh, Kecamatan Tanggunggunung, mengungkapkan kekecewaannya karena somasi tertanggal 15 Juli 2025 yang ditujukan kepada Kantah Tulungagung hingga kini tidak digubris.
“Kami menyampaikan permohonan hearing ini agar DPRD Kabupaten Tulungagung dapat memfasilitasi pertemuan dengan Kepala Kantor Pertanahan untuk mendapatkan kejelasan status HGU seluas +/-264 hektare di Desa Ngepoh,” ujar Ababil kepada 90detik.com, Selasa(29/7).
Menurut Ababil, lahan tersebut semestinya telah diredistribusikan kepada masyarakat berdasarkan Surat Perintah BPN Kanwil Jawa Timur Nomor: 570.35-6291 tanggal 19 Mei 2008.
Namun hingga kini, Kantah Tulungagung belum menjalankan perintah tersebut.
“Sudah 17 tahun surat itu terbit. Tapi hingga hari ini, tak ada realisasi redistribusi tanah. Bahkan surat somasi kami pun diabaikan. Ini bukan kelalaian biasa—ini ada indikasi pembiaran yang sistematis,” tegasnya.
Tak hanya itu, Ababil juga menyebut indikasi kuat adanya penguasaan ilegal oleh pihak tertentu yang diduga melibatkan oknum pejabat di Kantah Tulungagung.
Dugaan ini diperkuat oleh tidak adanya keterbukaan terkait bukti kepemilikan HGU terbaru atas pemanfaatan lahan tersebut, yang disebut-sebut akan digunakan sebagai kawasan makam modern oleh pengembang swasta.
“Ada dugaan mafia tanah bermain di balik proyek pembangunan makam modern untuk kelompok etnis Tionghoa. Ini harus dibongkar. Masyarakat Desa Ngepoh berhak atas kejelasan dan keadilan,” lanjut Ababil.
Permohonan hearing ini menandai babak baru dalam sengketa lahan yang telah berlangsung bertahun-tahun di Desa Ngepoh.
Masyarakat kini menaruh harapan besar kepada DPRD Kabupaten Tulungagung untuk bersikap transparan, tegas, dan memihak kepada kepentingan rakyat. (Abd/DON)
Korupsi
Akademisi Dorong Pemerintah Papua Barat Daya Segera Tindaklanjuti Temuan BPK Rp. 22 Miliar

Kota Sorong, Papua Barat Daya – Akademisi dari universitas Papua Manokwari dan juga sebagai wakil ketua I lembaga pemberdayaan elang senter PBD, Dr. Muhammad Guzali Tafalas, S.E, M.Si., memberikan tanggapan kritis dan konstruktif terhadap laporan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya (LKPD TA 2024). Menurut Dr. Guzali, pemerintah daerah harus mengambil langkah tegas dan transparan dalam menindaklanjuti temuan penyimpangan anggaran yang mencapai sekitar Rp 22 miliar.
Temuan BPK menunjukkan adanya belanja barang dan jasa yang tidak sesuai ketentuan sebesar Rp 9,72 miliar, dengan sebagian besar telah dikembalikan sebesar Rp 8,60 miliar. Namun, Rp 1,12 miliar masih dalam proses tindak lanjut. Secara total, temuan ini mencakup sekitar Rp 22 miliar yang saat ini sedang ditangani oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait sesuai instruksi gubernur, dengan tenggat waktu penyelesaian selama 60 hari kalender.
Dr. Guzali menekankan bahwa temuan ini mengindikasikan adanya kelemahan serius dalam sistem pengendalian internal, ketidakpatuhan terhadap regulasi pengadaan, serta potensi kerugian keuangan daerah yang signifikan jika tidak segera dan tepat ditindaklanjuti. Ia menyerukan agar pemerintah provinsi segera mengeluarkan surat resmi kepada semua OPD yang terlibat untuk menyusun laporan tindak lanjut secara transparan dan melaporkannya kepada Inspektorat serta BPK.
Lebih jauh, akademisi ini menggarisbawahi pentingnya penguatan fungsi Inspektorat sebagai pengawas internal. Inspektorat perlu melakukan audit investigatif tambahan guna mendeteksi potensi fraud dan memberikan pendampingan kepada OPD dalam menyusun pertanggungjawaban yang sesuai regulasi. “Ini bukan hanya soal pengembalian uang, tapi juga soal membangun sistem pengelolaan keuangan yang lebih kuat dan akuntabel,” ujar Dr. Guzali.
Dalam hal temuan tidak diselesaikan dalam batas waktu 60 hari, Dr. Guzali menegaskan kewajiban gubernur untuk meneruskan kasus ini kepada aparat penegak hukum seperti Kejaksaan Tinggi Papua Barat, Kepolisian Daerah Papua Barat Daya, bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika ditemukan indikasi penyimpangan berskala besar dan sistemik.
Selain itu, Dr. Guzali mendorong pemerintah provinsi untuk melakukan evaluasi dan rotasi pejabat di OPD, terutama bagi pejabat pengelola anggaran (PA/KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan bendahara yang terbukti lalai atau terindikasi terlibat penyimpangan. “Sanksi administratif dan rotasi penting sebagai langkah preventif sekaligus efek jera,” tambahnya.
Sebagai upaya jangka panjang, Dr. Guzali juga merekomendasikan intensifikasi bimbingan teknis (bimtek) terkait pengelolaan keuangan bagi seluruh pengelola keuangan OPD. Pemerintah provinsi bersama Sekda diminta untuk mengadopsi teknologi pelaporan real-time berbasis Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) guna mencegah kesalahan serupa di masa mendatang.
Tanggapan Dr. Guzali ini menjadi suara penting dari kalangan akademisi yang menginginkan tata kelola pemerintahan di Papua Barat Daya semakin transparan, profesional, dan bebas dari penyimpangan yang merugikan daerah. “Pemerintah harus berani bertindak cepat, transparan, dan profesional agar kepercayaan publik tetap terjaga,” tutup Dr. Guzali.
(Tim/Red)
Jawa Timur
Tindak Lanjuti Fatwa MUI Jatim, Tulungagung Rapatkan Barisan Bahas Sound Horeg

Tulungagung – Dalam rangka menjaga ketertiban umum, kenyamanan masyarakat, dan keselamatan, Pemerintah Kabupaten Tulungagung bersama jajaran Forkopimda melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) terkait penggunaan sound system di mana masyarakat luas menyebut dengan Sound horeg.
Rakor berlangsung di Ruang Pringgitan pendapa Kongas Arum Kusumaning Bongso dan dihadiri berbagai unsur Forkopimda serta stakeholder terkait, Kamis (24/07/2027).
Wakil Bupati Tulungagung, H. Ahmad Baharudin menyampaikan, rakor ini dilaksanakan menindaklanjuti surat edaran atau fatwa MUI Jawa Timur.
“Dengan adanya edaran dari MUI Prov. Jawa Timur tentang fatwa sound horeg, kita pemerintah Tulungagung menindaklanjuti fatwa tersebut untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat Tulungagung”, ujar Wakil Bupati.
“Kegiatan – kegiatan masyarakat tetap boleh namun harus sesuai dengan aturan”, sambungnya.
Sementara itu Kapolres Tulungagung AKBP Muhammad Taat Resdi mengucapkan terima kasih kepada bapak Wakil Bupati Pemerintah Kabupaten Tulungagung dan seluruh peserta rapat hari ini dihadiri oleh 16 elemen mulai dari Polres kemudian Pemkab, Kodim dan seluruh OPD terkait termasuk juga FKUB kemudian MUI serta persatuan Kepala Desa Indonesia yang berdiskusi dengan cukup intens untuk menindaklanjuti isu terkait dengan sound horeg yang beberapa hari terakhir ini cukup ramai.
“Ini harus kita apresiasi karena Pemkab Tulungagung menjadi salah satu dari sedikit Pemkab kota di Jawa Timur yang sudah mengeluarkan surat edaran bahkan cukup cepat”, ujarnya.
“Surat Edaran nomor 300.1.1/1200/42.02/2024 tertanggal 2 Agustus 2024 hampir setahun yang lalu dan itu cukup detail memberikan batasan terkait dengan penggunaan sound sistem”, sambungnya.
Rapat pagi ini selain hasilnya adalah memberikan dukungan agar surat edaran itu tetap diberlakukan dalam mensikapi isu sound horeg juga memberikan beberapa perlengkapan.
“Sebagi contoh di dalam surat edaran tanggal 2 Agustus 2024 itu hanya mengatur desibel 60, kemudian bagaimana kemudian pelaksanaan konser pengajian kemudian sholawatan dan lain sebagainya. Tadi sudah disepakati untuk kegiatan yang sifatnya statis itu seperti pertunjukan musik kemudian konser dan lain sebagainya desibelnya maksimal 125 desibel, di situ sedangkan untuk yang kegiatan secara mobile pawai itu intensitas maksimal 80 disebel, ini dari pembetulan atau penyesuaian dari surat edaran yang sudah ada sebelumnya”, terang Kapolres.
“Kemudian untuk yang pawai batas penggunaan dayanya power maksimal 10.000 watt per kendaraan sedangkan untuk yang statis itu maksimal 80.000 watt”, lanjutnya.
Selain tentang desibel, juga diatur waktunya untuk penggunaan pengeras suara tidak melebihi pukul 24.00 kecuali untuk pertunjukan wayang kulit itu diperbolehkan sampai dengan pukul 04.00.
“Kemudian tadi juga disepakati ini sudah diatur dalam surat edaran tidak boleh melanggar norma atau etika mengandung unsur sara, porno aksi maupun ujaran kebencian kemudian untuk penggunaan pengeras suara yang membawa mobile tidak lebih dari 8 subwoofer perkendaraan”, kata AKBP Taat.
Dimensi pengeras suara atau sound system tidak melebihi dimensi kendaraan atau mobil pengangkut
“Tidak boleh terlalu tinggi tidak boleh terlalu lebar ataupun panjang ke belakang jadi harus sesuai dengan dimensi kendaraan pengangkut jalur pawai juga harus disepakati oleh warga masyarakat dan diketahui oleh lurah atau kepala desa”, sambungnya.
Kemudian juga disepakati bahwa ketika panitia penyelenggara tidak mematuhi segala ketentuan yang tercantum dalam berita acara rapat ini maka Polres kemudian Satpol PP dan Penegak Hukum lainnya bisa membubarkan kegiatan tersebut dan melakukan penegakan hukum terhadap segala hal yang diatur dalam Undang-Undang.
“Jadi rapat koordinasi ini memberikan batasan teknis lebih jelas tentang penyelenggaraan kegiatan yang sifatnya menggunakan pengeras suara apakah kemudian akan ada perubahan itu tentu nanti menunggu perkembangan lebih lanjut tetapi kesepakatan inilah yang kemudian akan kami pedomani bagi penegak hukum khususnya kami Polres Tulungagung dalam memberikan perizinan maupun pengawasan terhadap kegiatan masyarakat”, tandas AKBP Taat.
Sementara itu, Wakil Ketua MUI Tulungagung, KH. M. Fathurrouf Syafi’i menyebut, Fatwa Nomor 1 tahun 2025 yang diterbitkan oleh MUI Jawa Timur sudah sangat jelas.
Dalam fatwa itu ditegaskan bahwa suara berlebihan yang menyebabkan kerusakan atau menimbulkan perilaku tak baik hukumnya haram, sedangkan penggunaan sound system secara bijak tetap diperbolehkan atau halal.
“Sound system yang wajar dan sesuai aturan itu halal. tetapi kalau sudah menimbulkan kerusakan, misalnya kaca pecah, rumah retak, apalagi ada tarian yang tidak pantas, itu jelas haram”, ungkapnya.
KH Fathurrouf juga mengapresiasi langkah cepat dan tegas dari Pemkab dan Polres Tulungagung dalam merespons isu yang sudah meresahkan ini.
“Kami apresiasi Pemkab dan Polres Tulungagung. Ini langkah yang tepat dan sejalan dengan semangat menjaga ketentraman masyarakat”, ujarnya.
Dengan aturan yang lebih jelas ini, diharapkan masyarakat bisa tetap menikmati hiburan tanpa mengganggu lingkungan sekitar. (Abd)
- Jawa Timur2 minggu ago
Pemerintah atau Parade Borjuis? Jalan Rusak Diabaikan, Pengadaan Mobil Mewah Pejabat Diprioritaskan
- Nasional2 minggu ago
Gugat Tanah Adat, Warga Geruduk DPRD Tulungagung: Proyek Pemakaman Elite Diduga Ilegal
- Nasional3 hari ago
Spanduk “Aksi Selasa Rakyat”: Suara Diam yang Menggemuruh di Tulungagung
- Nasional4 hari ago
Demonstrasi 4/9 di Tulungagung, Ketua Almasta Tegaskan Bukan Inspirator Aksi
- Jawa Timur2 minggu ago
Diduga Dekat dengan Pejabat, CV Pendatang Baru Kuasai Proyek Konsultan di Tulungagung
- Investigasi1 minggu ago
LSM LASKAR Soroti Tiang WiFi ‘Siluman’ Ancam Keselamatan Warga Blitar
- Jawa Timur1 minggu ago
DPUPR Kabupaten Blitar Siapkan Perbaikan Darurat untuk Jalan Rusak di Jambewangi
- Investigasi4 hari ago
Gaji Bulanan untuk Sekolah Negeri? Pungli Rp120 Ribu/Bulan Membelenggu Orang Tua di SMAN 1 Gondang