Nasional
Korupsi SKTM, Benarkah Hanya Ada Dua Tersangka ? Eks Direktur RSUD dr. Iskak: Pantas Dihukum
TULUNGAGUNG — Kepercayaan publik terhadap keseriusan aparat penegak hukum (APH) kembali diuji. Harapan agar praktik korupsi di institusi vital seperti rumah sakit dibongkar hingga ke akar-akarnya, menjadi sorotan tajam pasca penetapan dua tersangka dugaan korupsi di RSUD dr. Iskak Tulungagung.
Pada Kamis 18 September 2025 Kantor Kejaksaan Negeri Tulungagung di Jalan Jayeng Kusuma No. 15 didatangi oleh sejumlah aktivis, LSM, dan awak media.
Mereka hadir bukan untuk memprotes, tetapi memberikan dukungan moral dan desakan agar Kejaksaan tidak ragu menindak tegas pihak-pihak yang terlibat.
“Langkah masyarakat untuk memberikan apresiasi bagi kejaksaan ini adalah momentum penting. Lembaga yang sudah mendapat kepercayaan masyarakat harus menjalankan tugasnya tanpa kompromi,” tegas Arsoni, Tim Alap-alap 9 serta sebuah jaringan jurnalis independen peduli sosial, Minggu(21/9).
Dua orang yang resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari Tulungagung:
• Inisial YU, mantan Wakil Direktur RSUD dr. Iskak.
• Inisial RE, pengelola data Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
Keduanya diduga menjalankan skema manipulasi subsidi pasien miskin secara sistematis. Informasi dari sumber internal rumah sakit menyebut adanya praktik pemalsuan data pasien, baik dengan memasukkan pasien fiktif ke dalam daftar penerima SKTM, maupun mengubah status pasien mampu agar bisa menikmati layanan gratis.
Selisih biaya perawatan inilah yang kemudian diklaim dan dicairkan, menjadi ladang bancakan dana publik.
Di tempat terpisah, Ketua Lembaga Pengawas Korupsi dan Pemantau Penegak Hukum Indonesia (LPKP2HI), Sugeng Sutrisno, memberikan apresiasi atas penetapan tersangka, namun menyampaikan keraguan besar terhadap skala keterlibatan.
“Wadir itu bukan pengambil keputusan tertinggi. Masak atasannya tidak tahu? Secara logika, tidak masuk akal. Ini menjadi pertanyaan besar yang harus dijawab oleh Kejaksaan,” tegasnya tajam.
Sugeng menegaskan, bila hanya dua orang yang dijadikan tersangka, maka akan muncul kesan pengalihan tanggung jawab, padahal alur persetujuan dan pencairan dana melibatkan banyak lapisan struktural.
Tim media ini juga mencoba mengonfirmasi mantan Direktur RSUD dr. Iskak, dr. Supriyanto SpB FINACS MKes terkait penetapan tersangka bawahannya.
“Pantas dihukum. Sangat mencoreng nama baik Iskak,” jawab dr. Supri singkat.
Dugaan korupsi di RSUD dr. Iskak bukan perkara kecil. Ini menyangkut dana publik yang seharusnya dialokasikan untuk masyarakat tidak mampu, namun justru dikuras oleh mereka yang memiliki kekuasaan dan akses terhadap data.
Para aktivis dan media datang ke Kejari menjadi sinyal kuat bahwa publik tidak lagi mau tinggal diam. Mereka menuntut transparansi, konsistensi, dan penindakan hingga ke pucuk pimpinan, jika terbukti terlibat. (DON/Red)