Nasional
Pemerintahan Sepihak di Tulungagung: Wakil Bupati Dikesampingkan, Etika Kepemimpinan Dipertanyakan
TULUNGAGUNG — Kepemimpinan yang ideal seharusnya dibangun di atas pondasi kolaborasi, komunikasi, dan transparansi. Namun di Kabupaten Tulungagung, prinsip-prinsip tersebut tampaknya hanya sebatas slogan.
Wakil Bupati Tulungagung, H. Ahmad Baharudin, S.M., secara terbuka menyampaikan bahwa dirinya telah dikesampingkan dalam berbagai proses strategis pemerintahan mulai dari penyusunan APBD hingga pengelolaan aparatur sipil negara (ASN).
Menurutnya, hampir seluruh kebijakan dijalankan secara sepihak oleh Bupati tanpa melibatkan dirinya sebagai Wakil Kepala Daerah.
Pernyataan ini disampaikannya pada Selasa (23/9/2025), usai Sidang Paripurna DPRD tentang Penyampaian Rancangan APBD Tahun Anggaran 2025–2026.
Meski tidak menghadiri sidang tersebut, Ahmad Baharudin menegaskan bahwa ketidakhadirannya tidak berdampak pada jalannya agenda DPRD.
“Saya rasa tidak masalah. Karena tidak mempengaruhi jalannya sidang paripurna RAPBD 2026. Lagi pula, Wakil Bupati memang tidak pernah dilibatkan dalam proses perencanaan kegiatan maupun penganggaran APBD Tulungagung,” ungkapnya.
Namun, yang lebih mengagetkan bukanlah absensinya, melainkan pengakuan terbuka bahwa sejak awal masa jabatan, ia tidak pernah diajak berdiskusi mengenai kebijakan strategis, termasuk perencanaan pembangunan dan mutasi jabatan.
“Pengisian jabatan, rolling, hingga penunjukan Plt kepala dinas semuanya diputuskan sepihak oleh Bupati. Secara aturan memang itu kewenangan Bupati. Tapi secara etika dan moral politik, Wakil Bupati tidak seharusnya hanya menjadi pelengkap di KPU,” tegasnya.
Paket Politik yang Terpecah.
Ahmad Baharudin menegaskan bahwa dirinya dan Bupati terpilih sebagai satu paket politik yang dipilih oleh rakyat secara bersamaan. Oleh karena itu, menurutnya, tanggung jawab menjalankan visi, misi, serta janji kampanye seharusnya dilakukan secara bersama-sama.
“Saat maju ke KPU, kami satu paket. Tidak bisa dipisahkan. Maka dalam pelaksanaan pemerintahan pun, semestinya berjalan secara kolektif, bukan sepihak,” ujarnya.
Kepemimpinan Tanpa Harmoni, Arah Pemerintahan Dipertanyakan.
Minimnya koordinasi antara Bupati dan Wakil Bupati dinilai berdampak serius terhadap efektivitas pemerintahan.
ASN di bawah menjadi bingung akan kepemimpinan, dan masyarakat mulai mempertanyakan, siapa yang sebenarnya memimpin Tulungagung?
Meski terus-menerus dikesampingkan, Ahmad Baharudin menyatakan tetap menjalankan tugas sesuai kewenangan yang dimilikinya.
“Saya tetap melakukan monitoring ke dinas-dinas, pembinaan ASN, dan pengawasan pelaksanaan APBD. Meskipun tidak dilibatkan sejak perencanaan, saya tidak ingin pelayanan kepada masyarakat terganggu,” jelasnya.
Relasi Personal dan Pesan Moral.
Saat ditanya mengenai hubungan personal dengan Bupati, ia tidak ingin memperbesar isu disharmoni. Menurutnya, biarlah publik yang menilai.
“Apakah ini harmonis atau tidak, biarkan masyarakat yang menilai. Saya hanya menyampaikan fakta yang saya alami, bukan membangun opini,” jawabnya singkat.
Di akhir pernyataannya, Ahmad Baharudin menyampaikan pesan moral yang kuat, bahwa jabatan bukan soal kekuasaan, tetapi pengabdian.
“Yang terpenting bagi saya adalah menjaga amanah. Jabatan bukan tentang siapa yang paling berkuasa, tapi siapa yang benar-benar bekerja untuk rakyat,” pungkasnya. (DON/Red)