Connect with us

Investigasi

Putusan Korupsi Mengguncang RSUD dr.Iskak: Manajemen Dipertanyakan, Proses Banding Belum Berlanjut

Published

on

TULUNGAGUNG– Direktur RSUD dr. Iskak Tulungagung, dr. Kasil Rohmat, dan Kepala Badan Kepegawaian dan SDM (BKPSDM) Kabupaten Tulungagung, Soeroto, memberikan tanggapan terkait putusan korupsi yang melibatkan Pegawai Negeri Sipil (PNS) RSUD setempat, Mochamad Rifangi.

Di tengah protes masyarakat, keduanya menegaskan bahwa pihak rumah sakit belum menerima salinan resmi putusan dari Pengadilan Tipikor Surabaya dan saat ini masih menunggu proses banding.

Dalam keterangannya, Direktur RSUD dr. Iskak, Kasil Rohmat, menyatakan bahwa pihaknya masih mempelajari prosedur hukum yang berlaku.

“Belum terima salinan putusan, dan katanya masih banding. Kami masih mempelajari prosedur yang benar. Status kepegawaian yang bersangkutan sudah diberhentikan sementara,” ungkapnya melalui pesan singkat kepada 90detik.com, Rabu (19/3).

Pernyataan ini menimbulkan kekecewaan di kalangan masyarakat yang mengharapkan tindakan lebih tegas.

Hal senada disampaikan oleh Kepala BKPSDM Kabupaten Tulungagung, Soeroto.

Ia menjelaskan bahwa pemberhentian sementara Mochamad Rifangi telah dilakukan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati, sesuai dengan aturan bagi pegawai yang terjerat pidana.

“Tidak ada surat pengunduran diri, tetapi ada laporan pemberitahuan PNS dengan kasus pidana dari RSUD dr. Iskak tanggal 6 November 2024. Terkait pelimpahan perkara pemeriksaan terdakwa sebagai tahanan kota ke Pengadilan Negeri Tipikor Surabaya,” jelas Soeroto.

Putusan Sidang Kasus Korupsi.

Putusan Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Surabaya memvonis Mochamad Rifangi dengan hukuman 1 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider 1 bulan kurungan.

Sementara itu, rekan terdakwanya, Subandi, divonis 1 tahun 3 bulan penjara dengan denda yang sama.

Keduanya terbukti melakukan korupsi pengadaan fiktif alat kesehatan, yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp781 juta.

Meskipun kerugian tersebut telah dikembalikan saat penetapan tersangka, hakim menegaskan pentingnya pertanggungjawaban pidana.

“Menyatakan Terdakwa Mochamad Rifangi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan subsidair penuntut umum,” jelas Ketua Majelis Hakim I Dewa Gede Suarditha, dikutip dari Potretkota.com.

Awal mula kasus ini adalah pinjaman Rp600 juta yang diambil Rifangi dari BPR Hambangun Artha Selaras (BUMD Blitar) pada 2020, yang dijaminkan dengan sertifikat rumahnya dan disalurkan untuk proyek alat kesehatan yang ternyata fiktif.

Proyek tersebut berujung pada kerugian besar bagi negara dan keterpurukan keuangan bagi Rifangi.

Implikasi bagi Sistem ASN.

Pemberhentian sementara Mochamad Rifangi sebagai PNS menunjukkan komitmen pemerintah dalam penegakan integritas Aparatur Sipil Negara (ASN).

Namun, kelambatan RSUD dr. Iskak dalam mengirimkan laporan resmi ke BKPSDM menimbulkan kekhawatiran tentang kesesuaian prosedur antara instansi.

Masyarakat kini menunggu kepastian hukum yang jelas setelah upaya banding dilakukan.

“Setelah itu, kita akan tindaklanjuti dengan SK Bupati tentang pemberhentian sementara sebagai PNS yang ditahan karena menjadi tersangka atau terdakwa tindak pidana, dengan mendapatkan gaji 50%,” pungkas Soeroto.

Kasus ini semakin menyoroti kerentanan terhadap praktik korupsi dalam pengadaan barang dan jasa kesehatan, yang seharusnya mengutamakan pelayanan publik yang baik.

Publik mengharapkan transparansi dan penegakan hukum yang tegas untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan. (DON-red)

Editor: JK

Hukum Kriminal

Kajati Papua Barat Percepat Kasus Korupsi ATK Pemkot Sorong, Libatkan Ahli Universitas

Published

on

Kota Sorong PBD – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat akhirnya memberikan sinyal kuat akan percepatan penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan Alat Tulis Kantor (ATK) di lingkungan Pemerintah Kota Sorong. Langkah ini menandai babak baru dalam penegakan hukum di Papua Barat Daya yang selama ini dinilai lamban dan penuh tarik ulur.

Kepala Kejati Papua Barat, Muhammad Syarifuddin, menyampaikan komitmennya kepada awak media saat ditemui di salah satu hotel di Kota Sorong, Senin (16/6). Ia mengungkapkan bahwa proses penyelidikan kini sedang diperkuat dengan menggandeng tim ahli dari Universitas Tadulako, Sulawesi Tengah, untuk melakukan audit dan perhitungan kerugian keuangan negara.

“Saya sudah menerima konsep Memorandum of Understanding (MoU) dengan pihak Universitas Tadulako. Tinggal saya tandatangani. Setelah MoU disahkan, tim ahli segera turun menghitung kerugian negara. Begitu hasilnya keluar, penyidik langsung bergerak untuk mempercepat tindak lanjutnya,” tegas Syarifuddin.

Langkah ini dinilai sebagai upaya serius Kejati Papua Barat dalam menuntaskan sejumlah kasus korupsi yang sempat terkesan jalan di tempat. Ia juga mengungkapkan bahwa beberapa kasus, termasuk dugaan korupsi ATK ini, sebelumnya sempat dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Sorong. Namun, karena dianggap lamban, penanganannya kini diambil alih kembali oleh Kejati.

“Kasus ini kan sebelumnya kita serahkan ke Kejari. Tapi karena penanganannya terlalu lama dan tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan, akhirnya kita tarik kembali ke Kejati untuk segera diselesaikan,” tambahnya.

Dugaan korupsi pengadaan ATK di Pemkot Sorong sendiri mencuat sejak beberapa waktu lalu, diduga melibatkan anggaran miliaran rupiah yang tidak sesuai peruntukannya. Meski belum ada pihak yang secara resmi ditetapkan sebagai tersangka, publik telah lama menanti kepastian hukum dari kasus ini yang dianggap sebagai salah satu bentuk pemborosan dan penyelewengan anggaran yang terjadi secara sistematis.

Pakar hukum menilai keterlibatan pihak akademik dalam proses audit ini bisa menjadi langkah positif dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas penanganan kasus. Selain itu, sinyal kuat dari Kepala Kejati Papua Barat dianggap sebagai bentuk keberanian institusi hukum dalam menegakkan supremasi hukum di daerah yang selama ini masih bergulat dengan isu korupsi struktural.

Masyarakat Papua Barat Daya pun berharap, upaya percepatan ini tidak hanya menjadi slogan semata, tetapi benar-benar diwujudkan dalam bentuk tindakan hukum tegas tanpa pandang bulu.

Dengan bergulirnya percepatan penyidikan ini, publik menanti hasil konkret dari penegakan hukum terhadap dugaan korupsi yang telah mencederai kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi. Kejati Papua Barat kini berada di bawah sorotan: akankah ini menjadi titik balik penegakan hukum yang bersih dan berani di wilayah timur Indonesia?

(TL)

Continue Reading

Investigasi

Dugaan Tindak Pidana di Perusahaan Tambang Nikel Raja Ampat Diselidiki

Published

on

Jakarta, — Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri memastikan akan menyelidiki kasus tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Penyelidikan akan menyasar empat perusahaan yang Izin Usaha Pertambangan (IUP)-nya dicabut oleh pemerintah.

Keempat perusahaan itu adalah PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Melia Raymond Perkasa, dan PT Kawai Sejahtera Mining.

“Kita masih dalam penyelidikan. Pasti lah. Sesuai dengan undang-undang kita boleh kok, kecuali undang-undangnya kita gak boleh menyelidiki,” jelas Diretur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Pol. Nunung Syaifuddin, Rabu (11/6/25).

Ia menjelaskan, sejauh ini dugaan kerusakan lingkungan atas aktivitas pertambangan di Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Hal itu sebagaimana aktivitas pertambangan yang ada, di mana kerusakan lingkungan pasti terjadi.

“Cuma makanya ada aturan untuk reklamasi, ada di situ kewajiban pengusaha untuk memberikan jaminan reklamasi,” ujarnya. (Wah/red).

Continue Reading

Investigasi

Terkesan Lamban, Penanganan Kesemrawutan Pedagang di Area Kuliner Pinka Patut Dipertanyakan

Published

on

TULUNGAGUNG, — Keberadaan area kuliner Pinka yang melibatkan beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten Tulungagung mengalami kendala dalam penanganan kesemrawutan pedagang.

Hal ini disampaikan oleh Slamet Sunarto, Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Tulungagung, yang mengungkapkan bahwa beberapa OPD, termasuk Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Dinas Perhubungan, belum menunjukkan langkah konkret dalam penataan kawasan tersebut.

Slamet menegaskan bahwa DLH memiliki tanggung jawab terhadap keindahan lingkungan sekitar Sungai Ngrowo, termasuk area Pinka.

Sementara itu, Dinas Perhubungan berperan dalam pengaturan lalu lintas dan jalan di sekitar lokasi.

“Termasuk diantaranya adalah Dinas Satuan Polisi Pamong Praja (Pol PP) karena yang bertanggung jawab terhadap keamanan,” jelasnya pada Kamis (5/6).

Menanggapi perlunya penataan para pedagang di area Pinka, Slamet berjanji akan segera berkomunikasi dengan pemangku kebijakan setempat.

“Selasa depan kami akan memulai komunikasi dengan Lurah Tertek, yang memiliki kewenangan terhadap Kelurahan Tertek tempat para pedagang PKL Pinka berdagang. Mungkin beliau memiliki data para pelaku UMKM/pedagang di area tersebut,” ungkapnya.

Slamet juga menambahkan bahwa pihaknya telah melakukan koordinasi dengan salah satu tokoh masyarakat setempat untuk mengetahui koordinator pedagang, sehingga komunikasi dapat dilakukan dengan lebih mudah.

“Beberapa waktu lalu kami sebenarnya sudah koordinasi dengan salah satu tokoh (warga) tokoh disana, kiranya dapat mengetahui koordinator pedagang, sehingga akan menjadi mudah dalam kami melakukan komunikasi”, jelasnya.

Namun, saat dikonfirmasi mengenai peran DLH, Plt. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tulungagung terlihat kurang komunikatif dan justru melemparkan permasalahan kepada Dinas Pol PP.

“Komunikasi dulu sama Satpol PP mas,” jawabnya dengan nada datar.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa kurangnya perhatian dan tindakan cepat dari OPD yang terlibat dapat memperburuk citra kawasan Pinka, yang sebelumnya dikenal sebagai ikon Tulungagung.

Masyarakat berharap agar pihak berwenang segera mengambil langkah nyata untuk menata dan memperbaiki kondisi area kuliner tersebut agar kembali menarik bagi pengunjung. (Abd/red)

Continue Reading

Trending