Connect with us

Jawa Timur

Usai Sosialisasi, Penambang Kali Putih Satu Suara: Siap Bayar Pajak MBLB

Published

on

BLITAR, – Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Blitar sukses menggalang komitmen kepatuhan pajak dari para pelaku usaha tambang rakyat dalam sosialisasi tata kelola Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB), Kamis (31/7) di Balai Desa Karangrejo, Kecamatan Garum.

Sosialisasi yang dihadiri perwakilan Paguyuban Penambang Kali Putih, sopir angkutan tambang, Satpol PP, Kejaksaan Negeri Blitar, dan Forpimcam Garum ini bertujuan menyamakan persepsi tentang kewajiban perpajakan MBLB sekaligus membangun iklim usaha yang lebih tertib dan berkeadilan di sektor pertambangan rakyat.

Kepala Bapenda Kabupaten Blitar, Asmaningayu Dewi, menyatakan apresiasinya atas respons positif peserta.

“Alhamdulillah, sudah tercapai kesepakatan bahwa pajak MBLB adalah kewajiban yang perlu dipatuhi bersama. Baik penambang maupun sopir menyatakan dukungan terhadap kebijakan ini, dan kami mengapresiasi semangat kolaboratif yang ditunjukkan,” tegasnya.

Ia juga merespons masukan dari sopir mengenai dugaan pungutan di luar mekanisme resmi.

“Kami terbuka terhadap aspirasi dari lapangan. Hal tersebut menjadi catatan penting dan akan dikoordinasikan lebih lanjut dengan instansi terkait,” jelasnya.

Ia menegaskan prinsip pemerintah untuk menciptakan keteraturan dan kepastian, menambahkan bahwa isu di luar kewenangan Bapenda akan diteruskan ke pihak berwenang untuk ditindaklanjuti.

Dukungan Penambang Disertai Harapan

Ketua Paguyuban Penambang Kali Putih, Bajang, menyambut baik forum sosialisasi ini. Penambang berpengalaman lebih dari 40 tahun ini menegaskan komitmen memenuhi kewajiban pajak daerah. “Kami mendukung penuh kebijakan pajak ini,” ujar Bajang.

Namun, ia juga menyampaikan harapan agar pemerintah daerah tidak hanya fokus pada kewajiban.

“Kami berharap pemerintah daerah memberi kemudahan perizinan serta penataan usaha penambangan manual agar lebih legal dan terlindungi,” tambahnya.

Bajang menekankan pentingnya pembinaan berkelanjutan dan perlindungan hukum bagi kelangsungan usaha penambang kecil yang memberi kontribusi ekonomi lokal.

Sosialisasi ditutup dengan komitmen bersama seluruh pemangku kepentingan untuk mewujudkan tata kelola penambangan MBLB yang transparan, tertib, dan saling menguntungkan antara pemerintah daerah dengan pelaku usaha tambang rakyat di Kabupaten Blitar. (JK/Red)

Jawa Timur

Dukung Pajak Daerah, Penambang Rakyat Blitar Keluhkan Mandeknya Proses Perizinan

Published

on

BLITAR, – Komitmen membayar pajak bukan berarti tanpa tuntutan. Itulah pesan tegas yang disampaikan Bajang (72), Ketua Paguyuban Penambang Kali Putih, usai mengikuti acara Sosialisasi Pajak Daerah yang digelar Bapenda Kabupaten Blitar di Balai Desa Karangrejo, Kecamatan Garum, pada Kamis (31/07).

Dalam forum itu, tokoh yang akrab disapa Mbah Bajang menyuarakan duka lama para penambang rakyat siap patuh bayar pajak, namun merasa diabaikan ketika berbicara soal perizinan.

“Pajak itu kewajiban, kami tidak menolak. Tapi jangan hanya ditarik pajaknya, izin kami juga diperhatikan. Sudah berkali-kali kami ajukan sampai sekarang tak ada kabar,” tegasnya.

Birokrasi Perizinan Dinilai Tidak Ramah Rakyat Kecil

Menurut Mbah Bajang, proses perizinan tambang manual yang cenderung tidak transparan dan lamban. Hal ini menyulitkan kelompok penambang rakyat, yang sebagian besar bekerja dengan modal terbatas dan kapasitas terbatas pula.

“Kenapa perizinan bisa bertahun-tahun tanpa kejelasan?. Ini tidak adil. Pemerintah harus hadir di semua sisi, ataukah perizinan yang legal hanya untuk para pengusaha besar ?,” lanjutnya.

Ia juga menyoroti kontribusi nyata para penambang terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar, seperti membuka akses jalan di sekitar aliran Kali Putih dan memberikan bantuan sosial secara swadaya. Namun sayangnya, kontribusi tersebut tidak dibarengi dengan kemudahan regulasi.

“Kami tidak hanya menggali pasir, kami juga membangun. Tapi bagaimana mau legal kalau izinnya saja tidak diproses?”, ujarnya dengan nada kecewa.

Pihaknya juga berharap kebijakan pajak tambang yang tengah digalakkan Pemkab Blitar dinilai harus dibarengi dengan percepatan reformasi perizinan, agar tidak hanya menjadi pajak semata tanpa kepastian hukum bagi pelaku usaha tambang rakyat.

”Saat ini, ratusan penambang manual menggantungkan harapan pada konsistensi pemerintah daerah untuk tidak hanya menertibkan pungutan pajak, tetapi juga menagih janji dan memperjuangkan nasib penambang ke tingkat instansi teknis dan kementerian terkait,” pungkasnya. (JK/Red)

Continue Reading

Investigasi

Kuasa Hukum Pokmas ‘Mergo Mulyo’ Desak DPRD Fasilitasi Hearing: Kantah Tulungagung Diduga Lindungi Mafia Tanah

Published

on

TULUNGAGUNG — Langkah cepat dan tegas diambil Mohammad Ababililmujaddidyn, S.Sy., M.H., C.L.A, dari kantor advokat BILY NOBILE & ASSOCIATES, dengan melayangkan permohonan hearing kepada DPRD Kabupaten Tulungagung pada Selasa (29/7/2025).

Hearing ini diajukan sebagai bentuk protes atas sikap diam Kantor Pertanahan (Kantah) Tulungagung terkait somasi yang dilayangkan sebelumnya.

Ababil, yang bertindak sebagai Kuasa Hukum Kelompok Masyarakat (Pokmas) Mergo Mulyo Desa Ngepoh, Kecamatan Tanggunggunung, mengungkapkan kekecewaannya karena somasi tertanggal 15 Juli 2025 yang ditujukan kepada Kantah Tulungagung hingga kini tidak digubris.

“Kami menyampaikan permohonan hearing ini agar DPRD Kabupaten Tulungagung dapat memfasilitasi pertemuan dengan Kepala Kantor Pertanahan untuk mendapatkan kejelasan status HGU seluas +/-264 hektare di Desa Ngepoh,” ujar Ababil kepada 90detik.com, Selasa(29/7).

Menurut Ababil, lahan tersebut semestinya telah diredistribusikan kepada masyarakat berdasarkan Surat Perintah BPN Kanwil Jawa Timur Nomor: 570.35-6291 tanggal 19 Mei 2008.

Namun hingga kini, Kantah Tulungagung belum menjalankan perintah tersebut.

“Sudah 17 tahun surat itu terbit. Tapi hingga hari ini, tak ada realisasi redistribusi tanah. Bahkan surat somasi kami pun diabaikan. Ini bukan kelalaian biasa—ini ada indikasi pembiaran yang sistematis,” tegasnya.

Tak hanya itu, Ababil juga menyebut indikasi kuat adanya penguasaan ilegal oleh pihak tertentu yang diduga melibatkan oknum pejabat di Kantah Tulungagung.

Dugaan ini diperkuat oleh tidak adanya keterbukaan terkait bukti kepemilikan HGU terbaru atas pemanfaatan lahan tersebut, yang disebut-sebut akan digunakan sebagai kawasan makam modern oleh pengembang swasta.

“Ada dugaan mafia tanah bermain di balik proyek pembangunan makam modern untuk kelompok etnis Tionghoa. Ini harus dibongkar. Masyarakat Desa Ngepoh berhak atas kejelasan dan keadilan,” lanjut Ababil.

Permohonan hearing ini menandai babak baru dalam sengketa lahan yang telah berlangsung bertahun-tahun di Desa Ngepoh.

Masyarakat kini menaruh harapan besar kepada DPRD Kabupaten Tulungagung untuk bersikap transparan, tegas, dan memihak kepada kepentingan rakyat. (Abd/DON)

Continue Reading

Hukum Kriminal

Polres Ponorogo Ungkap Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Dibawah Umur, Tersangka Diamankan

Published

on

PONOROGO — Sebuah renungan suci di sekolah menjadi titik balik bagi seorang siswi berusia 15 tahun di Kecamatan Ngrayun, Kabupaten Ponorogo.

Selama Tiga tahun, ia menyimpan trauma kekerasan seksual yang dilakukan oleh tetangganya sendiri.

Namun, setelah momen hening tersebut, korban akhirnya memberanikan diri membuka suara.

Pengakuan korban, sontak membuat orang tuanya terkejut dan marah. Tanpa menunggu waktu, keluarga korban langsung melapor ke pihak kepolisian.

Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Ponorogo bergerak cepat.

Pelaku berinisial S (51), warga Desa Baosan Lor, Kecamatan Ngrayun, berhasil diamankan tanpa perlawanan di rumahnya.

“Pelaku sudah kami tangkap dan proses hukum sedang berjalan. Kami tangani kasus ini secara serius,” terang Kapolres Ponorogo AKBP Andin Wisnu Sudibyo dalam rilis media di Mapolres, Senin (28/7/2025).

AKBP Andin menambahkan, pelaku memanipulasi korban dengan iming-iming uang tunai mulai dari Rp 25 ribu, Rp 50 ribu, hingga Rp 100 ribu. Tak hanya itu, S juga mengancam korban agar tidak menceritakan perbuatannya kepada siapapun.

“Ancaman inilah yang membuat korban bungkam selama bertahun-tahun, hingga akhirnya momen renungan malam tersebut memberinya kekuatan untuk bersuara,”lanjut Kapolres.

Kini, S dijerat Pasal 81 ayat 2 UU RI Nomor 17 Tahun 2016. Ia terancam hukuman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun, serta denda maksimal Rp 5 miliar.

Sementara itu, korban saat ini sedang menjalani pendampingan psikologis untuk memulihkan traumanya. Lembaga terkait dan pihak sekolah turut memberikan dukungan penuh dalam proses pemulihan ini. (DON)

Continue Reading

Trending