Redaksi

Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim Soroti Kasus Keracunan Massal Akibat Menu MBG di Tulungagung

Published

on

TULUNGAGUNG — Terus berulangnya kasus keracunan massal akibat menu Makan Bergizi Gratis (MBG) yang hampir terjadi setiap hari di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Tulungagung, Jawa Timur, pada pertengahan Oktober lalu, memantik perhatian khusus dari Wakil Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur, Jairi Irawan.

Menurut Jairi, program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu program besar yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto dalam rangka mencetak Generasi Emas 2045.

Karena itu, kata dia, pengawasan terhadap pelaksanaannya harus dilakukan secara ketat dan berkelanjutan.

“Setiap kesalahan kecil dapat menimbulkan konsekuensi besar bagi banyak orang,” ujar Jairi, Rabu (5/11).

Politisi yang baru saja terpilih secara aklamasi sebagai Ketua DPD Partai Golkar Tulungagung itu menjelaskan, sedikitnya ada empat hal utama yang harus dipahami dan dijalankan oleh pengelola Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), yakni tempat pengolahan dan penyaluran menu MBG kepada siswa penerima manfaat.

“Sedikitnya ada empat hal yang harus diperhatikan oleh pengelola atau pemilik SPPG,” terang Jairi.

Pertama, pemerintah daerah harus memastikan setiap SPPG memiliki Sertifikat Laik Higien Sanitasi (SLHS).

“SLHS merupakan syarat utama yang menandakan SPPG tersebut layak beroperasi dan bisa menjadi operator Badan Gizi Nasional,” tegasnya.

Kedua, pengelola SPPG wajib memiliki dan menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) bagi seluruh karyawan, mulai dari proses pemilihan bahan makanan, pengolahan, pengiriman, hingga kebersihan tempat penyimpanan dan penyajian makanan.

“Terjadinya keracunan di beberapa daerah terhadap anak-anak sekolah menunjukkan adanya bagian dari SOP yang tidak dijalankan dengan benar,” tambahnya.

Ketiga, Jairi menekankan bahwa dalam pelaksanaan operasionalnya, setiap SPPG bertanggung jawab kepada Badan Gizi Nasional (BGN), sehingga harus dipastikan telah mendapatkan persetujuan resmi dari BGN sebagai mitra pelaksana program.

Keempat, jika terjadi kasus keracunan akibat menu MBG, pengelola atau pemilik SPPG wajib bertanggung jawab penuh terhadap kesehatan korban, mulai dari biaya perawatan hingga korban benar-benar dinyatakan sembuh.

Di akhir pernyataannya, Jairi menegaskan bahwa setiap kasus keracunan harus dijadikan dasar untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap SPPG terkait.

“Jika ditemukan kejadian keracunan, maka SPPG harus dihentikan sementara untuk evaluasi total, karena hal ini menyangkut nyawa manusia,” tegasnya.

Ia kembali menegaskan bahwa program MBG merupakan program besar berskala nasional, sehingga tidak boleh ada kelalaian sekecil apa pun.

“Sekali lagi, karena ini adalah program besar, setiap kesalahan sekecil apa pun pasti akan menimbulkan konsekuensi bagi banyak orang,” pungkasnya. (Abd/Red)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trending

Exit mobile version