Nasional

Dari Jalanan ke Kursi Menteri, Kini ke Jeruji ? Luka Para Junior untuk Noel

Published

on

JAKARTA— Malam ini, suasana berubah kelam. Dentuman kabar penangkapan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer, atau yang akrab disapa Noel, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sebuah operasi tangkap tangan (OTT), mengguncang banyak hati terutama di kalangan aktivis muda dan kader yang pernah tumbuh di bawah bayang semangat juangnya.

Bagi publik, ini mungkin sekadar berita politik harian. Namun bagi sebagian orang, ini adalah luka pribadi.

“Sedih banget dengernya. Nggak nyangka sosok yang selama ini jadi inspirasi malah kejerat kasus hukum. Tapi ya, inilah realitas. Kami sebagai junior tetap harus menghormati proses hukum,” ujar Songko, kader muda asal Blitar yang pernah satu atap dengan Noel di masa-masa idealisme jalanan, Kamis(21/8).

Bukan Sekadar Pejabat.

Noel bukan sekadar pejabat negara, ia adalah mantan aktivis jalanan, figur yang berdarah-darah memperjuangkan keadilan sejak era reformasi.

Ia dikenal lantang, tak gentar, dan bagi banyak juniornya sosok abang yang rela pasang badan saat orang lain memilih diam.

Namun, penangkapan ini membuat publik terbelah. Di satu sisi, ada yang percaya hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu.

Tapi di sisi lain, muncul dugaan dan spekulasi bahwa kasus ini tak sesederhana urusan suap-menyuap.

Aroma Politik?

Pengamat hukum dari Universitas Airlangga, Dr. Rahmat Wibisono, mencium indikasi kuat bahwa penangkapan ini tak lepas dari pusaran kepentingan.

“Kalau kita lihat pola-pola OTT sebelumnya, sering muncul tanda intervensi kekuasaan. Noel bukan figur kecil. Ia aktivis lama, dekat dengan lingkar kekuasaan, dan juga punya posisi politik yang tegas. Spekulasi jebakan wajar muncul. Tapi ujungnya tetap hukum yang menentukan, bukan opini publik,” tegasnya.

Hal senada juga disuarakan aktivis 98 dan rekan seperjuangan Noel, Arifin “Cak Ipul” Subagyo.

“Dulu Noel menampung anak-anak jalanan, termasuk Songko. Dia bukan tipikal orang yang tergoda uang. Jadi publik jangan terburu menghakimi. Bisa jadi ini bukan soal hukum murni, tapi ada kepentingan politik besar yang sedang bermain”, ungkapnya.

Dari Garda Terdepan ke Tersangka.

Selama ini, Noel dikenal berani mengambil sikap, bahkan saat itu membuatnya ditinggalkan oleh banyak kawan lama.

Ia salah satu dari sedikit aktivis yang berani berdiri membela pasangan Prabowo–Gibran saat angin politik tak bersahabat. Ia bukan pemain belakang layar, Noel adalah garda depan.

Dan kini, menyaksikan sosok itu digelandang, bukan hanya menyayat rasa keadilan, tapi mengaburkan arah kompas moral yang selama ini ditanamkannya.

“Kami kehilangan panglima di medan perang. Tapi support kami masih ada. Bukan untuk melawan hukum, tapi untuk menunjukkan bahwa di balik segala tuduhan, Noel tetap bagian dari sejarah perjuangan kami,” ungkap seorang kader Gen Z di media sosial.

Di Antara Duka dan Doa.

Ribuan pesan mengalir di media sosial, sebagian besar bukan untuk membela secara membabi buta, tapi untuk menyampaikan dalamnya luka dan kekagetan atas kabar tersebut.

“Bang, kalau abang baca ini entah di mana, jangan pernah merasa sendirian. Kami tetap ada di sini—mendoakan, mendukung, dan belajar dari kisah abang, baik yang indah maupun pahit,” tulisnya dengan penuh haru.

Kini, semua mata tertuju pada jalannya proses hukum. Entah berujung pembuktian bersalah atau pembebasan penuh, satu hal yang tak bisa dihapus dari benak para kader, pengaruh Noel telah menanam luka yang dalam dan pelajaran yang keras. Ia juga pernah mengajarkan arti keberanian. Kini, kita belajar arti jatuhnya seorang pejuang. (By/Red)

Editor: Joko Prasetyo

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trending

Exit mobile version