Nasional

Kualitas Program MBG Dikeluhkan, Imam Mawardi Usul Perbaikan Sistem Rekrutmen Relawan dan Standar Gizi

Published

on

TULUNGAGUNG — Gelombang keluhan dari para penerima manfaat Program Makan Bergizi Gratis (MBG) semakin menguat. Mulai dari siswa PAUD hingga SLTA, serta kalangan ibu hamil dan balita, menyuarakan masalah yang serupa, kualitas makanan kurang memuaskan.

Rasa hambar, variasi menu yang monoton, dan penyajian yang kurang menggugah selera menjadi sorotan utama.

Menurut Imam Mawardi Ridlwan, yang aktif dalam gerakan ini sejak 6 Januari 2025, suara-suara tersebut bukan sekadar keluhan, melainkan alarm moral yang patut disikapi dengan serius oleh pihak terkait, khususnya Badan Gizi Nasional (BGN) yang menjadi pelaksana utama program.

“Saya tidak dalam posisi menyalahkan siapa pun. Tapi kita perlu jujur melihat akar masalahnya. Dan saya meyakini, persoalannya terletak pada sistem rekrutmen relawan dapur SPPG,” ujar Imam Mawardi.

Relawan: Garda Terdepan yang Terlupakan.

Relawan dapur, menurut Imam, selama ini dipandang hanya sebagai pelengkap teknis. Padahal, mereka adalah penjaga gizi generasi bangsa. Rekrutmen yang selama ini diserahkan penuh kepada mitra BGN, dengan niat mulia memberdayakan keluarga miskin ekstrem, sayangnya belum diikuti dengan standar ketat dan pengawasan menyeluruh.

“Memasak untuk ribuan anak bukan pekerjaan sembarangan. Butuh kecakapan khusus, bukan hanya niat baik,” jelasnya.

Ia mengusulkan sistem rekrutmen baru yang lebih selektif dan terintegrasi, melibatkan Kasatpel SPPG, mitra pelaksana, serta instansi kesehatan seperti puskesmas atau BPOM.

Dari 55–60 calon relawan, hanya 47 orang yang benar-benar lolos dan layak bertugas.

Sertifikasi: Benteng Perlindungan Gizi.

Relawan yang lolos seleksi wajib mengikuti pelatihan dan pembinaan hingga memperoleh sertifikat kelayakan sebelum terjun ke dapur. Yang belum lulus, akan difasilitasi mengikuti gelombang berikutnya.

“Ini bukan diskriminasi, tapi bentuk perlindungan terhadap anak-anak kita. Kita tetap memberdayakan masyarakat miskin, tapi dengan standar yang menjamin keselamatan dan kesehatan,” tambah Imam.

Sertifikasi ini, lanjutnya, juga menjadi bentuk pengakuan keterampilan bagi para relawan dapur, sehingga mereka tak hanya menjadi pelaksana teknis, tetapi juga bagian dari solusi perbaikan gizi nasional.

Bahan Baku: Jangan Asal Murah, Harus Bermutu.

Imam juga menyoroti aspek bahan baku yang selama ini cenderung ditentukan berdasarkan harga termurah. Ia menegaskan bahwa suplier harus berbadan hukum seperti koperasi, UMKM, atau Bumdes dan memenuhi standar mutu yang ditetapkan BGN.

“Kita tidak boleh kompromi dalam kualitas. Makanan bergizi hanya bisa lahir dari bahan baku yang baik. Dan dari makanan bergizi, kita akan melahirkan generasi yang sehat dan cerdas”, ujarnya.

MBG Bukan Sekadar Proyek, Tapi Gerakan Bermartabat.

Program MBG, kata Imam Mawardi, jangan hanya dilihat sebagai proyek percepatan atau sekadar program politik. Lebih dari itu, MBG adalah gerakan moral, spiritual, dan kebangsaan.

“Kita memberi makan bukan hanya untuk kenyang, tapi untuk tumbuh. Maka setiap sendok nasi harus diisi dengan cinta, ilmu, dan tanggung jawab,” tegasnya.

Penutup: Anak Bangsa Berhak Mendapatkan yang Terbaik.

Imam Mawardi Ridlwan meyakini, dengan rekrutmen yang selektif, pelatihan yang serius, serta jaminan bahan baku berkualitas, Program MBG akan menjadi inisiatif yang tidak hanya cepat, tetapi juga bermartabat.

“Anak-anak kita berhak mendapatkan yang terbaik. Jangan jadikan mereka korban sistem yang asal-asalan,” pungkasnya. (DON/Red)

Oleh: Imam Mawardi Ridlwan, Dewan Pembina Yayasan Bhakti Relawan Advokat Pejuang Islam.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trending

Exit mobile version