Jawa Timur
Pesantren Ribath Futuhatunnur Tulungagung Gelar Maulid Nabi Secara Sederhana, Hadirkan KH. Imam Mawardi Ridlwan
TULUNGAGUNG — Pesantren Ribath Futuhatunnur yang terletak di Dusun Toro, Desa Sidomulyo, Kecamatan Pagerwojo, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, menggelar perayaan Maulid Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam pada Sabtu, 20 September 2025.
Menurut pengasuh Ribath Futuhatunnur, Kyai Hudzoifah, peringatan Maulid tahun ini dilaksanakan secara sederhana dan khidmat di halaman pesantren dengan mengundang masyarakat sekitar, sekitar seratus jamaah.
“Maulidur Rasul digelar secara sederhana agar mendapatkan keberkahan. Yang kami undang hanya masyarakat sekitar pesantren saja,” ujar Kyai Hudzoifah.
Acara tersebut turut dihadiri oleh beberapa tokoh penting, di antaranya Anggota DPRD Tulungagung Mulyono Susanto, Kepala Desa Sidomulyo Marlikan, Kepala Dusun Toro, serta Wakil Ketua Lembaga Dakwah PWNU Jawa Timur, KH. Imam Mawardi Ridlwan.
Kisah Abu Lahab dan Syafaat Kelahiran Nabi.
Dalam ceramahnya, KH. Imam Mawardi Ridlwan (akrab disapa Abah Imam) mengisahkan tentang Abu Lahab, paman Nabi yang dikenal sebagai penentang dakwah Islam.
Namun, dalam satu riwayat yang dicatat oleh Imam Al-Bukhari, disebutkan bahwa Abu Lahab mendapatkan keringanan siksa setiap hari Senin lantaran rasa gembiranya atas kelahiran Nabi Muhammad, yang diwujudkan dengan memerdekakan budaknya, Tsuwaibah.
“Senyumnya Abu Lahab karena bahagia atas kelahiran keponakannya itu menjadi tanda syukur. Dari senyum itu, ia diberi setetes air setiap hari Senin. Ini bukti syafaat dari Nabi kepada orang yang bergembira atas kelahirannya,” jelas Abah Imam.
Tsuwaibah, budak yang dibebaskan Abu Lahab, kemudian menjadi orang pertama yang menyusui Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Mengapa Maulid Dirayakan? Karena Cinta.
Abah Imam mengajak para jamaah untuk merenungi makna cinta sejati kepada Nabi Muhammad. Ia menegaskan bahwa Maulid adalah ekspresi mahabbah (cinta), bukan sekadar tradisi.
Di bulan Rabiul Awal, bulan kelahiran manusia paling mulia, umat Islam punya alasan kuat untuk berkumpul, bershalawat, dan bersyukur.
“Allah Ta’ala sendiri memerintahkan kita untuk bershalawat kepada Nabi. Sebagaimana dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 56: Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang beriman! Bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya”, terangnya.
Abah Imam juga mengutip pendapat Abuya Sayyid Muhammad Al-Maliki Al-Hasani dari Mekkah, yang mengatakan bahwa merayakan Maulid pasti membawa manfaat di dunia dan akhirat, karena ia merupakan bentuk cinta yang tulus dari hati yang mengenal Rasulullah.
Bid’ah Hasanah: Tradisi yang Menyuburkan Cinta.
Terkait anggapan sebagian orang bahwa Maulid adalah bid’ah, Abah Imam menjelaskan bahwa para ulama memandangnya sebagai bid’ah hasanah, yakni hal baru yang baik dan tidak bertentangan dengan syariat.
Ia mengutip sahabat Nabi, Abdullah bin Mas’ud, yang berkata:
“Apa yang dilihat umat Islam sebagai perkara yang baik, maka perkara tersebut baik di sisi Allah. Dan apa yang dilihat umat Islam sebagai perkara yang buruk, maka perkara tersebut buruk di sisi Allah.”
Penutup: Cinta yang Dinyatakan Lewat Shalawat dan Ilmu.
Di akhir ceramahnya, Abah Imam mengajak para hadirin untuk selalu merayakan kelahiran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dengan bershalawat dan menimba ilmu sebagai bukti cinta sejati.
“Cinta kepada Nabi bukan hanya saat Maulid, tapi setiap waktu. Dengan shalawat, dengan ilmu, dengan meneladani akhlaknya”, jelasnya.
Semoga acara Maulid di Pesantren Ribath Futuhatunnur membawa keberkahan bagi para santri, masyarakat sekitar, dan khususnya bagi Kyai Hudzoifah sebagai pengasuh pesantren. Shallallahu ‘ala Muhammad. (DON/Red)