Nasional
Skandal Korupsi SKTM Rp4,3 Miliar di Tulungagung, Kejari Didesak Usut ‘Otak’ di Balik Layar
TULUNGAGUNG – Kejaksaan Negeri (Kejari) Tulungagung mendapat sorotan dan apresiasi publik setelah berhasil mengungkap kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) di RSUD dr. Iskak yang diduga merugikan negara hingga Rp4,3 miliar.
Namun, di balik apresiasi itu, desakan untuk mengusut tuntas aktor intelektual dan pihak lain yang terlibat justru semakin menguat.
Kasus yang disebut sebagai salah satu yang terbesar dan paling berani yang ditangani Kejari setempat ini telah menjerat dua tersangka.
Capaian ini dianggap monumental, tetapi juga memantik pertanyaan kritis masyarakat: apakah hanya dua orang yang bermain dalam skema korupsi sebesar itu?
Dukungan dan sekaligus desakan itu disampaikan secara simbolis oleh Tim Media Alap-Alap 9 bersama Lembaga Pengawas Korupsi dan Pemantau Penegak Hukum Indonesia (LPKP2HI) melalui pengiriman karangan bunga dan piagam penghargaan ke Kejari Tulungagung, pada Kamis (18/9).
Ketua LPKP2HI, Sugeng Sutrisno, menyatakan apresiasinya namun langsung menyodorkan sejumlah pertanyaan kritis.
Ia meragukan skema korupsi dengan nilai kerugian fantastis tersebut hanya melibatkan dua orang tersangka, yang salah satunya adalah Wakil Direktur (Wadir) RSUD dr. Iskak.

LPKP2HI dan Tim Alap – alap 9 saat menyerahkan piagam apresiasi terhadap Kejaksaan Negeri Tulungagung. Foto;(dok/istimewa).
“Wadir itu bukan pengambil keputusan tertinggi. Masak atasannya tidak tahu? Secara logika, tidak masuk akal. Ini menjadi pertanyaan besar yang harus dijawab oleh Kejaksaan,” tegas Sugeng.
Sugeng menduga kuat adanya aliran dana yang lebih luas dan melibatkan pejabat struktural lain di rumah sakit maupun pihak eksternal. Ia mendesak Kejari tidak berhenti pada dua tersangka dan menelusuri hingga ke akar-akarnya.
Menanggapi desakan tersebut, Kejari Tulungagung menyatakan penyidikan masih terus berjalan secara intensif.
Perkara saat ini telah memasuki tahap pemberkasan dengan memanggil ulang sejumlah saksi untuk pendalaman.
Sementara, Kasi Intelijen Kejari Tulungagung, Amri Rahmanto Sayekti, S.H., M.H., yang mewakili Kajari Tri Sutrisno, menegaskan komitmen kejaksaan untuk bekerja secara profesional dan proporsional.
“Prinsip kami jelas, setiap perkara harus memenuhi dua alat bukti yang cukup. Jika dalam proses penyidikan muncul fakta-fakta baru, tentu akan kami dalami secara serius,” ujar Amri.
Ditanya soal kemungkinan adanya tersangka tambahan, Amri tidak menutup-nutupi. “Potensi adanya pihak lain yang terlibat selalu terbuka. Jika alat bukti cukup, siapa pun bisa kami tetapkan sebagai tersangka,” tegasnya.
Pernyataan itu memberi sinyal bahwa kasus ini masih jauh dari kata final. Ruang untuk menelusuri kebijakan, pelaksanaan teknis, hingga pertanggungjawaban anggaran masih sangat terbuka.
Harapan publik kini bertumpu pada keberanian Kejari membongkar seluruh jaringan korupsi. Apabila ada aliran dana ke pihak lain, kasus ini berpotensi menyeret nama-nama besar dalam birokrasi lokal yang selama ini belum tersentuh.
Amri juga menyampaikan terima kasih atas apresiasi dan kritik dari masyarakat.
“Kami terbuka terhadap kritik, saran, dan masukan demi peningkatan kinerja. Dukungan ini menjadi energi tambahan bagi kami untuk terus bekerja keras,” pungkasnya.
Publik menunggu bukti nyata. Pengungkapan bukan hanya pelaku lapangan, tetapi juga “aktor intelektual” yang diduga menikmati hasil korupsi, menjadi kunci untuk memulihkan kepercayaan terhadap penegakan hukum di Tulungagung. (DON/Red)
Editor: Joko Prasetyo