Jawa Timur

Waspada Keracunan Makanan di SMKN Palang Tuban; Sebuah Panggilan Untuk Introspeksi dan Kesiagaan

Published

on

TUBAN — Sore bakda salat Asar, Rabu, 24 September 2025, saya menerima kabar mengejutkan dari sahabat saya, H. Sampurno, seorang tokoh Muslim di Tuban.

Lima murid SMKN Palang Tuban dikabarkan mengalami keracunan makanan dan harus dilarikan ke rumah sakit.

Berita itu menyebar begitu cepat melalui media online. Dalam hati saya hanya bisa berdoa, semoga semuanya berada dalam lindungan Gusti Allah Ta’ala, dan semoga kejadian serupa tidak terjadi di tempat lain.

Sebagai anak desa yang tumbuh dalam kesederhanaan, saya punya pandangan tersendiri soal peristiwa seperti ini.

Dulu, saat kecil, kami tidak mengenal istilah “keracunan makanan” secara medis.

Jika setelah makan muncul gejala mual, muntah, atau diare, kami tetap tenang. Di rumah, ibu hanya mengambil kelapa muda, atau menumbuk daun jambu, lalu kami minum airnya. Sederhana, alami, dan seringkali cukup manjur.

Namun, zaman telah berubah. Kini, setiap gejala yang mengarah pada gangguan pencernaan dianggap sebagai potensi keracunan makanan.

Saya pernah bertanya kepada teman saya sejak di pesantren, kini seorang dokter, Kang Shiroj.

“Kang, seberapa bahaya keracunan makanan?”

“Biasanya hanya mual, sakit perut, diare, kepala pusing, dan rasa tidak nyaman. Umumnya bisa ditangani,” jawabnya dengan tenang.

Saya ingin bertanya lebih jauh tentang kemungkinan gejala yang ekstrem seperti kejang atau histeria, namun saya simpan pertanyaan itu untuk menjaga kesopanan.

Dari Mbak Yeni, seorang ahli gizi di SPPG Kedungwaru Tulungagung, saya mendapatkan penjelasan ilmiah.

Keracunan makanan umumnya disebabkan oleh kontaminasi baik dari bakteri, kuman, maupun zat beracun yang masuk ke makanan, entah sejak bahan baku, saat pengolahan, atau bahkan saat penyajian.

Lebih jauh, Hadi Sadar Admaja, ahli gizi dari Al Azhaar Kedungwaru Tulungagung, menjelaskan bahwa makanan yang diawetkan atau frozen food seperti ayam, daging, telur, seafood, atau ikan air tawar sangat rentan terhadap pertumbuhan bakteri seperti Salmonella, terutama jika suhu penyimpanan tidak stabil.

Kontaminasi, kata Hadi, bahkan bisa terjadi sejak tahap awal produksi. Sayur dan buah yang tidak dicuci bersih, atau tanaman yang secara alami mengandung racun dan dikonsumsi tanpa pengetahuan yang cukup, semuanya bisa menjadi sumber keracunan.

Sebagai orang awam di bidang kesehatan, saya hanya ingin tahu, apakah keracunan makanan selalu harus dianggap berbahaya? Atau bisakah ditangani secara tenang dan bijak, tanpa kepanikan?

Sejak tahun 1998, dapur pesantren kami didampingi oleh dua ahli gizi. Alhamdulillah, sejak itu kami tidak pernah mengalami kejadian seperti ini, bahkan saat melayani ratusan santri setiap hari.

Karena itu, saya tidak menyalahkan siapa pun atas insiden ini. Tapi mari jadikan ini sebagai momentum untuk introspeksi dan memperbaiki sistem.

Jika gejala keracunan muncul, jangan panik. Tetap tenang. Langkah awal bisa dimulai dari pemberian air kelapa muda (air degan) yang menyegarkan dan membantu mencegah dehidrasi.

Hindari makanan pedas. Jika kondisi memburuk, segera konsultasi ke dokter. Pilih makanan yang lembut, higienis, dan bergizi untuk mendukung proses pemulihan.

Keracunan makanan bukan akhir dari segalanya. Namun ia adalah peringatan. Bahwa kita harus lebih cermat, lebih bersih, dan lebih bertanggung jawab dalam menyajikan makanan terutama untuk anak-anak. Mereka adalah amanah.

Generasi penerus yang harus kita lindungi dengan segenap perhatian dan cinta.

Karena dalam setiap kebaikan, selalu ada celah yang bisa dimasuki oleh kelalaian bahkan oleh tangan-tangan yang usil.

Maka mari kita semua waspada, saling mengingatkan, dan terus berbenah demi kesehatan bersama.

Semoga kejadian di SMKN Palang menjadi yang terakhir. Dan semoga Allah Ta’ala menjaga anak-anak kita, menjaga negeri ini, dan menuntun kita pada perbaikan yang berkelanjutan. (DON/Red)

Oleh: Imam Mawardi Ridlwan, Dewan Pembina Yayasan Bhakti Relawan Advokat Pejuang Islam.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trending

Exit mobile version