Connect with us

Redaksi

Yonif 2 Marinir Resmi Latih Persami dan Bela Negara Siswa-Siswi Korps Kadet Republik Indonesia Gelombang 3

Published

on

Jakarta— Prajurit Batalyon Infanteri 2 Marinir resmi latih Perkemahan Sabtu Minggu (Persami) sekaligus pembinaan Bela Negara kepada siswa-siswi Korps Kadet Republik Indonesia (KKRI), bertempat di sekitaran Ksatrian Marinir Hartono Cilandak, Jakarta Selatan, Sabtu (06/12/2025).

Kegiatan yang berlangsung penuh semangat ini bertujuan untuk membentuk karakter generasi muda yang disiplin, tangguh, berjiwa kepemimpinan, serta menumbuhkan rasa cinta tanah air dan nasionalisme sejak dini.

Para instruktur Yonif 2 Marinir memberikan berbagai materi dasar kemiliteran meliputi teori dan praktek baris-berbaris, pengenalan Jungle Jungle Survival, pertolongan pertama, serta wawasan kebangsaan.

Kegiatan Persami ini juga mempererat hubungan silaturahmi dan sinergi antara Yonif 2 Marinir dengan lembaga pendidikan yang berfokus pada pembentukan generasi muda berdisiplin tinggi dan berwawasan kebangsaan.

Pada kesempatan tersebut Komandan Batalyon Infanteri 2 Marinir Letkol Marinir Helilintar Setiojoyo Laksono, S.E menyampaikan bahwa keterlibatan para prajurit Marinir dalam pembinaan generasi muda merupakan bagian dari tugas pengabdian kepada bangsa dan negara dalam menyiapkan calon pemimpin masa depan yang berkarakter kuat.

“Pembinaan bela negara bukan hanya tentang latihan fisik, tetapi juga menanamkan sikap disiplin, tanggung jawab, dan semangat persatuan. Kami bangga dapat menjadi bagian dari pembentukan karakter siswa-siswi KKRI” tegasnya. (Timo)

Redaksi

Perang Raja-Raja Mataraman: Pacitan vs Solo di Panggung Pemilu 2029

Published

on

Jakarta— Di tanah subur Mataraman hamparan budaya Jawa timuran yang merawat keteduhan Majapahit dan ketegasan Mataram sedang bergolak sebuah peperangan yang tidak memakai keris, namun jauh lebih tajam: perang merebut hati rakyat.

Inilah pentas besar dua poros, dua dinasti, dua gaya kepemimpinan. Dua “raja modern” dari jantung kebudayaan Jawa.

Di satu sisi berdiri Susilo Bambang Yudhoyono, putra Pacitan, pewaris tradisi prajurit yang teduh, penuh perhitungan, dan bergerak dalam diam. Dari tanah karst Pacitan yang keras namun melahirkan jiwa-jiwa sabar, SBY menata jejaring politiknya seperti barisan laskar Mataram yang teratur pada masa Sultan Agung: senyap, tetapi menghunjam tepat pada waktunya.

Di sisi lain, dari kota Solo yang luwes namun tajam, bangkit Joko Widodo. Ia menguasai seni politik blusukan, tetapi menjelang 2029 ia mengubahnya menjadi gerilya kultural: menyebar kader, simpatisan, dan jaringan pengaruh seperti laskar-laskar kecil yang masuk ke setiap pasar, gang, dan simpul ekonomi rakyat.

Keduanya lahir dari akar budaya yang sama: Mataraman wilayah yang disiplin, religius, paternalistik, dan setia pada figur pemimpin.

Dan justru karena kesamaan inilah, pertarungan mereka menjadi semakin genting.

Babak I — Gerakan Senyap Pacitan.

Dari Puri Cikeas, para penasihat SBY membentangkan peta politik Mataraman:

Pacitan, Madiun, Ngawi, Magetan, Ponorogo, hingga sebagian Jawa Tengah. Mereka tahu: siapa menguasai Mataraman, ia menguasai separuh nadi pulau Jawa.

Strategi SBY tersusun dalam tiga lapis:

  1. Reaktivasi Jaringan Pacitan–Madiun–Ngawi–Magetan. Layaknya panglima Mataram yang memanggil kembali prajurit Widodaren, loyalis lama dihidupkan kembali.
  2. Pendekatan Intelektual & Aparatur
    Sosok SBY yang rasional dan santun kembali menarik PNS, guru, tokoh organisasi, dan pejabat daerah ke orbitnya.
  3. Taktik “Perisai Biru” Demokrat
    Bukan serangan frontal, melainkan pembangunan simpati lewat isu stabilitas dan nostalgia kejayaan 2004–2014.

Gerakan SBY mengalir seperti Bengawan Solo: tampak tenang, namun diam-diam menggerus tepiannya.

Babak II — Serangan Lembut dari Solo.

Sementara itu di Solo, Jokowi tak lagi bergerak sebagai presiden, tetapi sebagai penguasa moral-politik yang masih memegang energi massa.

Taktik yang ia bangun:

  1. Gerilya Infrastruktur Sosial
    Relawan lama dihidupkan kembali lebih cair, lebih muda, lebih organik.
  2. Siasat “Pasar dan Gang-Gang Kecil”
    Jokowi memahami wong Mataraman: mereka percaya pada yang hadir, bukan yang hanya pasang baliho.
    Maka tokoh-tokoh dekatnya dikirim ke desa-desa sebagai simbol konsistensi.
  3. Aliansi Penguasa Daerah
    Figur kepala daerah dan penggerak ormas yang tumbuh di era Jokowi menjadi tulang punggung pasukannya.

Serangannya adalah gelombang halus tidak terlihat sebagai badai, tetapi tiba-tiba memenuhi seluruh pantai.

Babak III — Rebutan Takhta Budaya Mataraman.

Pemilu 2029 menjelma lebih dari adu program. Ia berubah menjadi adu legitimasi budaya.

  • SBY hadir sebagai “Raja Mataram yang bijak”, lambang stabilitas dan ketertiban ala Sri Sultan HB II.
  • Jokowi tampil sebagai “Raja Rakyat”, figur pemimpin yang membumi, sebagaimana Panembahan Senopati yang dekat dengan petani dan tanah.

Setiap kubu memiliki trah, kawulo, dan laskar politik-nya sendiri. Benturan mereka terjadi di berbagai titik:

  • Di Ngawi, posko biru Demokrat berdiri berhadapan dengan markas relawan pro-Jokowi.
  • Di Madiun, pesantren, tokoh budaya, dan paguyuban terbelah dua.
  • Di Wonogiri dan Klaten, perang opini berlangsung dari warung soto sampai ruang digital.

Mataraman yang dulu satu payung, kini menjadi medan perang epik.

Babak IV — Siapa “Raja Mataraman” 2029?

Tidak ada keris, tetapi strategi. Tidak ada pasukan kavaleri, tetapi mesin partai dan relawan. SBY membawa kehormatan Pacitan. Jokowi membawa kebanggaan Solo.

Keduanya menatap takhta besar: ceruk suara Mataraman, palagan penentu Jawa dan Jawa tetap kunci Indonesia.

Pertarungan ini pada akhirnya bukan cuma soal pemenang suara. Ia adalah pertarungan tentang siapa yang berhasil menjadi “Raja Mataraman Modern”, pemegang legitimasi moral-politik di wilayah budaya yang membentuk nadi pulau Jawa selama berabad-abad.

Dari sanalah masa depan politik Indonesia 2029 akan tertulis: apakah mengalir ke Pacitan atau ke Solo, ke strategi sunyi atau gerilya rakyat, ke raja yang teduh atau raja yang lincah. (By/Red)

Oleh: Suga Ayip JBT Rewok, Pengamat Politik Budaya Nusantara

Continue Reading

Redaksi

Sengketa Tanah 40 Tahun: Polres Tulungagung Akui Proses Mandek karena BPN Belum Beri Data

Published

on

TULUNGAGUNG— Sengketa tanah yang telah berlangsung lebih dari empat dekade di Desa Banjarejo, Kecamatan Rejotangan, kembali mencuat setelah pihak ahli waris menanyakan kejelasan proses hukum yang hingga kini dinilai mandek.

Polemik kepemilikan lahan seluas 800 meter persegi yang selama sekitar 40 tahun digunakan sebagai lokasi Puskesmas tanpa izin pemilik masih belum menemui titik akhir.

Agus Wahono (41), ahli waris sekaligus pelapor, mengaku kecewa lantaran penyelidikan terkait dugaan pelanggaran dalam penguasaan lahan tersebut tak menunjukkan perkembangan berarti.

Ia menegaskan bahwa keluarganya telah mengajukan permohonan tindak lanjut hingga tiga kali namun belum memperoleh jawaban.

“Sampai saat ini kami belum mendapat jawaban, padahal kami sudah bersurat permohonan tiga kali. Masalah ini sudah terlalu lama,” ujarnya.

Kronologi sengketa ini berawal dari gugatan perdata yang diajukan ahli waris atas nama Nyonya Kartini pada 2 September 2022, berdasarkan Letter C Nomor 777 dan bukti kwitansi pembelian.

Pengadilan Negeri Tulungagung kemudian memutuskan bahwa ahli waris memenangkan perkara melawan Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung dan pihak lainnya. Putusan tersebut dikuatkan hingga tingkat kasasi.

Karena telah berkekuatan hukum tetap, Pengadilan Negeri Tulungagung melakukan eksekusi pembongkaran sebagian bangunan Puskesmas pada 5 Februari 2025.

Namun, proses pidana atas dugaan penyimpangan dalam penguasaan lahan justru dinilai berjalan lambat.

Kanit Pidsus Satreskrim Polres Tulungagung, IPDA Fatahillah Aslam, mengakui bahwa penyidikan belum bisa dilanjutkan karena pihaknya masih menunggu data resmi dari ATR/BPN Tulungagung.

“Proses berlanjut, sampai saat ini kami masih menunggu data dari ATR/BPN Tulungagung. Sampai saat ini kami belum mendapat jawaban padahal kami sudah bersurat permohonan 3 kali”, ujarnya kepada 90detik.com, Rabu(3/12).

Ia juga menyebut ada kendala teknis di BPN yang belum dapat dijelaskan secara rinci oleh kepolisian.

“Teknis lain yang dialami BPN kami kurang paham, tapi tetap kami follow up,” tegasnya.

Pun, Agus Wahono menyayangkan lambannya perkembangan kasus yang menurutnya merugikan keluarga besar ahli waris. Ia menegaskan bahwa perjuangannya tidak akan berhenti sampai seluruh proses hukum tuntas.

“Saya tidak akan berhenti begitu saja. Kami ingin kejelasan dan kepastian hukum,” katanya.

Hingga kini, keluarga ahli waris masih menunggu tindak lanjut dari Polres Tulungagung dan Kejaksaan Negeri Tulungagung, sambil berharap ATR/BPN segera menyerahkan data yang dibutuhkan agar penyidikan dapat berjalan sebagaimana mestinya. (DON/Red)

Editor: Joko Prasetyo

Continue Reading

Redaksi

Benang Kusut Truk Tangki Terbalik: Polisi Temukan Plat Bodong hingga Indikasi Penyelewengan Solar Subsidi

Published

on

TULUNGAGUNG— Insiden kecelakaan tunggal truk tangki pengangkut solar di Jalur Lintas Selatan (JLS) Besuki, pada Jumat (28/11), berkembang menjadi temuan kasus yang jauh lebih kompleks.

Polres Tulungagung menemukan serangkaian kejanggalan yang membuka dugaan kuat adanya pelanggaran administratif serius hingga indikasi penyelewengan solar subsidi dalam proses distribusinya.

Kasat Lantas Polres Tulungagung, AKP M. Taufik Nabila, mengungkapkan bahwa sopir berinisial R (55) telah resmi ditilang lantaran menggunakan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) yang tidak sesuai dengan data kendaraan. Pelanggaran tersebut masuk dalam jerat Pasal 280 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

“Yang menjadi sorotan, saat kami cek alamat pemilik kendaraan berdasarkan TNKB AG 9642 UT yang terdaftar atas nama PT BPI di Karangrejo, perusahaan itu tidak ditemukan. Tidak ada aktivitas perusahaan maupun identitas resmi di lokasi tersebut,” tegas AKP Nabila, pada Rabu (3/12).

Dari sisi muatan, Satreskrim Polres Tulungagung mengambil langkah cepat untuk memastikan legalitas solar yang diangkut truk tersebut. Indikasi adanya penyaluran BBM subsidi yang tidak sesuai peruntukan kini menjadi fokus pendalaman penyidik.

Kasat Reskrim Polres Tulungagung, AKP Ryo Pradana, menyampaikan bahwa pihaknya telah memeriksa sopir R dan seorang administrator PT KSE penerima BBM berinisial P.

“Menurut mereka, solar ini dikirim dari PT LBP Surabaya ke PT KSE di Besuki. Sudah tiga kali pengiriman, dua kali berjalan mulus total 8.000 liter, dan yang ketiga ini mengalami kecelakaan,” ungkapnya.

Kasat Reskrim Polres Tulungagung, AKP Ryo Pradana, saat memberikan keterangan kepada awak media. Foto;(dok/istimewa).

Akibat truk yang terbalik, sekitar 6.000 liter solar tumpah ke jalanan. Polisi menyita sisa BBM yang masih tertinggal dalam tangki dan mengambil sampel untuk diuji laboratorium. Uji ini diperlukan untuk memastikan apakah solar tersebut merupakan jenis subsidi atau non-subsidi.

“Sampel telah dikirim ke Laboratorium LEMIGAS Kementerian ESDM dan Laboratorium ITS Surabaya. Kami menunggu hasilnya dalam dua minggu ke depan,” imbuhnya.

Penyidik juga telah memeriksa saksi-saksi lain, termasuk D dari PT LBP selaku pengirim dan H yang diduga menjadi perantara dalam rantai distribusi.

Selain itu, panggilan resmi telah dilayangkan kepada jajaran PT KSE serta pihak PT BPI perusahaan yang keberadaannya menjadi tanda tanya besar.

“Kami mendalami seluruh rangkaian distribusi, dari sopir, pengirim, penerima, hingga perusahaan pemilik kendaraan yang tidak jelas legalitasnya. Polres Tulungagung berkomitmen melakukan penyelidikan secara profesional dan transparan,” tegas AKP Ryo Pradana.

Menguatnya temuan awal terkait TNKB bodong hingga dugaan distribusi solar subsidi ilegal membuat penyelidikan ini menjadi perhatian publik.

Polres Tulungagung memastikan masyarakat akan terus mendapatkan perkembangan terbaru dari penanganan kasus yang kian menunjukkan kompleksitas besar dalam mata rantai distribusi BBM tersebut. (DON/Red)

Editor: Joko Prasetyo

Continue Reading

Trending