Connect with us

Redaksi

GMNI se-Nusantara Tolak Wacana Pemberian Gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto: “Mengkhianati Semangat Sumpah Pemuda dan Revolusi 1945”

Published

on

Jakarta – Dalam momentum memperingati Hari Sumpah Pemuda ke-98, para aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) se-Nusantara menyatakan penolakan tegas terhadap wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada mantan Presiden Soeharto.

Melalui pernyataan resmi yang diterima redaksi, GMNI menilai bahwa langkah tersebut bukan hanya mencederai catatan sejarah bangsa, tetapi juga mengkhianati semangat Sumpah Pemuda, nilai-nilai Marhaenisme, serta cita-cita Revolusi 17 Agustus 1945.

GMNI menegaskan bahwa Sumpah Pemuda 1928 merupakan ikrar kesetaraan dan keadilan tanpa sekat suku, agama, dan golongan.

Namun, masa pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto dinilai justru menorehkan luka mendalam melalui praktik-praktik seperti:

• Politik pecah belah (divide et impera) yang menimbulkan diskriminasi dan penindasan terhadap kelompok tertentu.
• Pembungkaman kebebasan berekspresi, termasuk pembredelan media dan penangkapan aktivis.
• Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang memperlebar jurang sosial dan ekonomi rakyat.

“Memberikan gelar pahlawan kepada tokoh di balik luka sejarah bangsa sama saja menginjak semangat persatuan yang diperjuangkan para pemuda 1928,” tulis GMNI dalam pernyataan sikapnya.

Menurut GMNI, Pancasila yang berjiwa Marhaenisme Soekarno mengandung prinsip keadilan sosial dan kerakyatan.

Namun, rezim Orde Baru dianggap telah menjadikan Pancasila sebagai alat legitimasi kekuasaan otoriter, bukan sebagai panduan moral bernegara.

Kebijakan ekonomi yang pro-konglomerat disebut telah meminggirkan rakyat kecil, sementara pelanggaran HAM berat seperti peristiwa 1965, Talangsari, Petrus, hingga kerusuhan Mei 1998 menjadi bukti pengingkaran terhadap nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.

GMNI juga menilai bahwa rezim Soeharto gagal menjalankan amanat konstitusi untuk melindungi segenap bangsa dan memajukan kesejahteraan umum.

“Pembangunan ekonomi memang tumbuh di atas kertas, tetapi tidak menghadirkan kesejahteraan merata. Rakyat hidup dalam ketakutan, sementara kebebasan akademik dan berpikir dikekang,” tegas GMNI.

Bagi GMNI, Revolusi Kemerdekaan 1945 merupakan perjuangan melawan penindasan dan kekuasaan sewenang-wenang. Namun, Orde Baru justru melahirkan sistem kekuasaan sentralistik dan represif yang menciptakan bentuk baru “kolonialisme ekonomi” oleh segelintir elite.

“Menganugerahkan gelar pahlawan kepada Soeharto sama artinya dengan mengkhianati semangat kemerdekaan dan cita-cita rakyat yang diperjuangkan para pendiri bangsa,” tegas pernyataan itu.

Dalam pernyataan sikapnya, GMNI menyampaikan tiga tuntutan utama:

1. Kepada Pemerintah dan DPR RI: Menolak seluruh bentuk usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto.
2. Kepada Masyarakat Indonesia: Menjaga semangat Sumpah Pemuda, Pancasila, dan Revolusi 1945 secara kritis dan objektif.
3. Kepada Negara: Menuntaskan pelanggaran HAM masa lalu sebagai bentuk tanggung jawab moral dan sejarah, bukan dengan mengangkat figur kontroversial menjadi pahlawan.

“Menghormati sejarah yang benar adalah bentuk pengabdian tertinggi pada bangsa,” tulis GMNI menutup pernyataannya.

Penandatangan Pernyataan Sikap
Pernyataan ini ditandatangani oleh puluhan cabang dan daerah GMNI di seluruh Indonesia, antara lain:

GMNI Jakarta Selatan, GMNI Sikka, GMNI Ciamis, DPD DKI, GMNI Ngada, GMNI Jakarta Timur, GMNI Kota Bekasi, GMNI Kefamenanu, GMNI Jakarta Barat, GMNI Jakarta Utara, DPD Lampung, GMNI Morowali, GMNI Buru, GMNI Buol, GMNI Mamasa, GMNI Langkat, GMNI Bangka Belitung, GMNI Kabupaten Serang, DPD GMNI Jawa Timur, GMNI se-Kalimantan Selatan, GMNI Surabaya, GMNI Sumatera Barat, GMNI Padang, GMNI Probolinggo, GMNI Malang, GMNI Bangkalan, GMNI Jombang, GMNI Kota Tangerang, GMNI Sumatera Utara, serta berbagai DPC di daerah lainnya.

Pernyataan diakhiri dengan seruan khas kader Marhaenis:

“Merdeka! GMNI Jaya! Marhaen Menang!” (By/Red)

Redaksi

Diduga Terkait Jual-Beli Jabatan, Bupati Ponorogo Terjaring OTT KPK

Published

on

Jakarta — Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, dikabarkan terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (7/11/2025).

Penangkapan tersebut diduga berkaitan dengan kasus dugaan korupsi terkait mutasi dan promosi jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ponorogo.

Informasi mengenai penangkapan ini dibenarkan oleh Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, yang mengonfirmasi bahwa pihaknya tengah mendalami dugaan praktik jual-beli jabatan di Pemkab Ponorogo.

“Benar bahwa pada hari ini ada kegiatan tangkap tangan (OTT) oleh KPK di wilayah Jawa Timur, dan salah satu pihak yang diamankan adalah Bupati Ponorogo. Terkait siapa saja yang diamankan, jumlahnya berapa, serta perkara apa, nanti akan kami update secara berkala,” ungkap Budi kepada wartawan.

Meski demikian, hingga berita ini diturunkan, KPK belum mengungkap secara rinci jumlah pihak yang diamankan dalam operasi tersebut.

Budi hanya memastikan bahwa Sugiri Sancoko termasuk di antara orang yang dibawa oleh tim penyidik untuk menjalani pemeriksaan awal.

“Saat ini tim masih berada di lapangan. Selain pihak-pihak yang diamankan, kemudian barang buktinya apa saja, nanti akan kami sampaikan lebih lanjut,” tambahnya.

Operasi tangkap tangan ini menambah daftar panjang kepala daerah yang tersandung kasus dugaan korupsi, khususnya yang berkaitan dengan praktik jual-beli jabatan di pemerintahan daerah.

KPK selama ini dikenal aktif melakukan OTT terhadap pejabat publik yang disinyalir menyalahgunakan wewenang jabatan untuk kepentingan pribadi maupun politik.

Sesuai dengan prosedur, lembaga antirasuah tersebut memiliki waktu 1×24 jam untuk melakukan pemeriksaan intensif terhadap pihak-pihak yang diamankan.

Dalam kurun waktu itu, KPK akan menentukan status hukum mereka, apakah akan ditetapkan sebagai tersangka atau dilepaskan jika tidak ditemukan bukti kuat.

Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari Pemkab Ponorogo maupun kuasa hukum Sugiri Sancoko terkait penangkapan tersebut.

Kasus ini menjadi perhatian publik, mengingat Sugiri Sancoko dikenal sebagai sosok yang aktif dalam berbagai kegiatan pembangunan daerah serta kerap menyoroti isu transparansi pemerintahan.

Namun, jika dugaan korupsi promosi jabatan ini terbukti, hal tersebut akan menjadi pukulan besar bagi upaya reformasi birokrasi di Kabupaten Ponorogo. (By/DON)

Editor: Joko Prasetyo

Continue Reading

Redaksi

Kapolri dan Ketua Komisi IV DPR Tinjau SPPG YKB Polres Karanganyar, Dukung Penuh Program MBG

Published

on

Karanganyar — Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bersama Ketua Komisi IV DPR RI Siti Hediati Hariyadi (Titiek Soeharto) dan Ketua Pembina Yayasan Kemala Bhayangkari (YKB) Juliati Sigit Prabowo meninjau SPPG Yayasan Kemala Bhayangkari Polres Karanganyar, Jawa Tengah, Jumat (7/11/2025).

Kegiatan ini menjadi bentuk nyata dukungan Polri terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi prioritas pemerintah Presiden Prabowo Subianto.

Dalam peninjauan tersebut, Kapolri didampingi oleh Kabaintelkam Polri Irjen Yuda Gustawan, Kakorlantas Polri Irjen Agus Suryonugroho, Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho, Kapusdokkes Polri Irjen Asep Hendradiana, Kasatgas MBG Irjen Nurworo Danang, serta Kapolda Jawa Tengah Irjen Ribut Hari Wibowo.

Jenderal Sigit dan rombongan meninjau secara langsung fasilitas yang ada di SPPG. Ia juga memantau proses memasak hingga pengecekan sampel makanan untuk memastikan kualitas dan higienitas bahan pangan yang disajikan bagi siswa penerima program MBG.

Kapolda Jawa Tengah Irjen Ribut Hari Wibowo dalam kesempatan itu menjelaskan bahwa pengelolaan MBG di SPPG Polres Karanganyar telah memenuhi standar operasional prosedur (SOP) yang ditetapkan.

Selain meninjau dapur dan proses pengolahan makanan, Kapolri juga mengecek instalasi pembuangan air limbah (IPAL) di lokasi tersebut.

Dalam kesempatan yang sama, Kapolri secara simbolis menyerahkan bantuan sosial kepada warga Karanganyar berupa beras kg, gula kg, teh 1 pak, minyak goreng 1 liter, biskuit, dan 5 mi instan.

SPPG yang dibangun di bawah pengawasan Kapolres Karanganyar AKBP Hadi Kristanto ini mendukung program MBG untuk sekitar 4.000 siswa di 16 sekolah, mulai dari jenjang PAUD hingga SMA di wilayah Karanganyar.

Uji coba operasional SPPG telah dilakukan sejak 30 September dengan melayani 500 porsi, kemudian berlanjut pada 3 dan 8 Oktober dengan peningkatan hingga 1.750 porsi.

Proses penyediaan makanan di SPPG dilakukan dengan standar ketat. Pemilihan serta pembelian bahan mentah diawasi langsung oleh Pengurus Bhayangkari Karanganyar, termasuk pengecekan ulang terhadap kuantitas dan kualitas bahan agar sesuai dengan kriteria gizi dan kelayakan konsumsi.

Kebersihan area pengolahan dan penyajian makanan turut diawasi oleh tenaga ahli gizi, sementara proses distribusi ke sekolah-sekolah dipantau ketat oleh pengawas SPPG.

Setibanya di sekolah, makanan terlebih dahulu dicicipi oleh guru untuk memastikan dalam kondisi baik dan aman dikonsumsi siswa.

Limbah hasil produksi makanan pun diolah melalui sistem pengelolaan air limbah agar tidak mencemari lingkungan, sebagai bentuk komitmen terhadap kelestarian dan kesehatan lingkungan sekitar. (DON/Red)

Continue Reading

Redaksi

Korupsi Dana ATK, Kejati PB Seret Dua Pejabat BPKAD ke Dalam Penjara, Kerugian Capai Miliaran Rupiah

Published

on

Sorong PBD — Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat resmi menetapkan dua orang pejabat Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Sorong sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan dana belanja barang dan jasa alat tulis kantor (ATK) serta pengadaan barang cetakan tahun anggaran 2017.

Dua pejabat yang ditetapkan sebagai tersangka masing-masing berinisial HJT, selaku Kepala BPKAD Kota Sorong saat itu, dan BEPM, selaku Bendahara Barang BPKAD Kota Sorong.

Penetapan keduanya diumumkan langsung oleh Asisten Bidang Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Papua Barat, Agustiawan Umar, S.H., M.H., dalam konferensi pers di Ruang Media Kejaksaan Negeri Sorong, Kamis (6/11/2025).

“Kedua tersangka telah ditetapkan berdasarkan surat penetapan tersangka masing-masing, yaitu HJT berdasarkan surat nomor TAP-02/R.2.1/Fd.2/11/2025 dan BEPM berdasarkan surat nomor TAP-03/R.2.1/Fd.2/11/2025,” ujar Agustiawan.

Menurut hasil penyidikan, pada tahun 2017, BPKAD Kota Sorong mengelola anggaran besar untuk kegiatan pengadaan alat tulis kantor dan barang cetakan.

Anggaran awal yang tertata dalam APBD Induk sebesar Rp2,5 miliar, kemudian mengalami penambahan melalui DPPA hingga mencapai total Rp8.039.245.500 (delapan miliar tiga puluh sembilan juta dua ratus empat puluh lima ribu lima ratus rupiah).

Namun, hasil penyidikan menemukan adanya penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan tersebut.

Berdasarkan perhitungan ahli, perbuatan para tersangka menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp4.546.167.139,77 (empat miliar lima ratus empat puluh enam juta seratus enam puluh tujuh ribu seratus tiga puluh sembilan rupiah tujuh puluh tujuh sen).

“Ditemukan adanya perbuatan melawan hukum dalam pengelolaan anggaran tersebut. Nilai kerugian negara cukup signifikan,” jelas Aspidsus Agustiawan.

Pasal yang Dikenakan dan Penahanan yaitu,
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Selain itu, sebagai bentuk tindak lanjut penyidikan, penyidik Kejati Papua Barat juga memutuskan untuk menahan kedua tersangka selama 20 hari, terhitung mulai 6 November hingga 25 November 2025 di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sorong.

“Penahanan dilakukan untuk memperlancar proses penyidikan lebih lanjut dan mencegah upaya menghilangkan barang bukti,” tegas Agustiawan.

Penetapan dua tersangka ini menambah daftar kasus dugaan korupsi yang berhasil diungkap Kejati Papua Barat sepanjang tahun 2025.

Agustiawan menegaskan, Kejati akan terus konsisten menindak tegas setiap penyimpangan keuangan negara tanpa pandang bulu.

“Ini merupakan bagian dari komitmen Kejaksaan dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di Tanah Papua Barat,” pungkasnya.

Kasus dugaan korupsi dana ATK dan barang cetakan senilai miliaran rupiah di BPKAD Kota Sorong ini menjadi perhatian publik karena menyangkut pengelolaan anggaran daerah yang seharusnya digunakan untuk mendukung pelayanan administrasi pemerintahan. Kejati Papua Barat memastikan proses hukum akan berjalan transparan dan profesional hingga ke tahap persidangan. (Timo)

Continue Reading

Trending