Connect with us

Nasional

Kapolres Maybrat, Selalu Menerapkan Pendekatan Humanis Jaga Keamanan Unjuk Rasa Pengumuman Tes CPNS

Published

on

 

Maybrat PBD, 90detik.com – Kapolres Maybrat KOMPOL Ruben Obed Kbarek, S.I.K memimpin langsung pengamanan unjuk rasa yang digelar oleh Pencaker Kabupaten Maybrat di Jalan Pertigaan Susumuk, Distrik Aifat, sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap hasil pengumuman tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Kabupaten Maybrat. Senin (07/10/24).

Aksi ini diwarnai dengan pemalangan akses jalan raya, yang dilakukan oleh para demonstran sebagai bentuk protes terhadap hasil yang dianggap tidak transparan.

Dalam menghadapi situasi tersebut, Kapolres Ruben menegaskan bahwa pentingnya pendekatan secara humanis. Bersama tim gabungan dari TNI-Polri, termasuk Polres Maybrat, BKO Brimob Polda Papua Barat dan Koramil 1801 Maybrat, kami akan selalu berusaha untuk menjaga agar situasi di kabupaten Maybrat tetap kondusif,” ujar Kapolres Maybrat.

“Untuk itu kami ingin mendengar aspirasi masyarakat dan memastikan agar mereka dapat menyampaikan pendapatnya dengan aman,” jelas Kapolres saat berada di lokasi.

Saat ini masyarakat yang berkumpul tampak bersemangat mengungkapkan kekecewaan mereka, sambil memegang spanduk yang bertuliskan berbagai tuntutan. Kapolres Ruben Kbarek dan anggotanya melakukan dialog dengan para pengunjuk rasa dan menjelaskan untuk langkah-langkah yang akan diambil guna mengatasi permasalahan ini, sekaligus meminta agar aksi tersebut dilakukan dengan damai.

“Dengan dialog tersebut, kami juga berharap agar dapat menemukan solusi yang baik untuk semua pihak, untuk itu kami menghimbau kepada masyarakat agar selalu dapat menjaga keamanan dan ketertiban seta tidak mengganggu lalu lintas,” imbuhnya.

Dengan pendekatan secara humanis yang diterapkan oleh Kapolres Maybrat dan langsung mendapat apresiasi dari berbagai kalangan. Banyak warga yang mendengarkan dan berharap proses agar dialog ini dapat membuahkan hasil yang positif.

Karena ini semua merupakan sebuah langkah yang positif dan diharapkan dapat menjadi contoh bagi daerah lain dalam mengatasi unjuk rasa secara damai dan kondusif.

Dengan komitmen agar kita tetap menjaga keamanan dan ketertiban, Kapolres Maybrat juga menunjukkan bahwa penegakan hukum dan empati terhadap masyarakat pendemo agar dapat berjalan dengan baik, demi terciptanya suasana yang damai dan harmonis di Kabupaten Maybrat yang kita cintai bersama,” tuturnya.

(Tim/Red)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Nasional

Aktivis Gayatri Soroti Ketiadaan Perda dan Kecurigaan pada Oligarki

Published

on

TULUNGAGUNG – Aksi unjuk rasa Pejuang Gayatri, pada Senin (06/10) di depan Kantor DPRD Tulungagung dan kantor ATR/BPN, menyoroti lahan yang dijadikan pembangunan kuburan elit. Aksi yang dipelopori oleh pejuang Gayatri, berlangsung tegang namun damai.

Konflik ini bermula dari ketiadaan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur secara spesifik tentang kawasan kuburan privat, yang seharusnya merujuk pada PP No. 9 Tahun 1987. Kekosongan hukum ini memicu kebingungan di tingkat aparat.

Dalam orasinya yang blak-blakan di depan Kantor DPRD, yang juga dihadiri oleh Bupati dan Ketua DPRD, aktivis Gayatri menyampaikan sejumlah kritik pedas.

“Kepada siapa lagi rakyat mengadu ketika oknum penguasa anarki?” seru Dardiri.

Ia menegaskan bahwa rakyat memiliki Bupati yang seharusnya membela kepentingan mereka, khususnya warga yang membutuhkan lahan untuk bertani.

Kekacauan informasi semakin tampak saat aksi berlangsung. Salah satu anggota DPRD Tulungagung, Munif, mengklaim bahwa lahan tersebut telah diatur oleh Perda RTRW.

Klaim ini langsung dibantah oleh Marsono, pejabat lain yang menjelaskan bahwa Perda RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) di lokasi sengketa justru diperuntukkan bagi kawasan perkebunan, bukan kuburan.

Menanggapi tensi yang meningkat, Bupati Tulungagung, Gatut Sunu Wibowo, berjanji akan memfasilitasi mediasi antara masyarakat Ngepoh dan PT Sang Lestari Abadi. Kesepakatan awal dicapai bahwa mediasi akan dilaksanakan dalam waktu 14 hari, terhitung sejak 6 Oktober.

Gayatri tidak sungkan menuding para pemimpin setempat yang terkesan membela oligarki. Hal ini menyiratkan ketimpangan dalam pembelaan kepentingan.

Lebih jauh, pihaknya menyoroti merosotnya kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.

“Masyarakat tidak percaya lagi saluran penyelesaian melalui peradilan karena terbukti banyak oknum APH (Aparat Penegak Hukum) tertangkap jual beli pasal dan putusan,” tandasnya.

Menurutnya, rakyat kecil tidak mampu bersaing dalam “pasar” keadilan yang korup.

“Musuh rakyat di pengadilan adalah uang. Sedangkan rakyat tidak memilikinya. Oligarki memiliki kekuatan uang, bukan kebenaran!!” pungkasnya.

Dengan janji mediasi dari Bupati, sorotan kini tertuju pada proses dialog dalam dua pekan ke depan. Masyarakat menunggu tindakan nyata, bukan sekadar janji, untuk menyelesaikan sengketa yang telah menyulut keresahan ini. (DON/Red)

Editor: Joko Prasetyo

Continue Reading

Nasional

Ratusan Massa Pejuang Gayatri Kepung DPRD Tulungagung, Bakar Ban Jadi Simbol Perlawanan

Published

on

TULUNGAGUNG — Asap hitam membubung tinggi dari ban-ban yang dibakar massa di depan kantor DPRD Tulungagung, pada Senin 6 Oktober 2025 siang.

Ratusan massa dari kelompok Pejuang Gayatri turun ke jalan, membawa amarah rakyat kecil yang merasa ditindas, dan dikhianati oleh para pemegang kekuasaan.

Aksi ini menyasar tiga titik yaitu, Kantor Dinas Perhubungan, Kantor BPN, dan Kantor DPRD Tulungagung, sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan yang dinilai tidak berpihak pada rakyat miskin dan petani.

Ini bukan sekadar unjuk rasa. Ini adalah teriakan kemarahan dari rakyat yang lapar, rakyat tanpa tanah, dan rakyat yang tak lagi percaya bahwa negara berdiri untuk mereka.

Di tengah panas matahari dan kepulan asap ban, suara rakyat menggelegar, mereka ingin tanah, keadilan, dan keberpihakan nyata dari penguasa.

Salah satu orator, Ahmad Dardiri, menggelar orasi lantang di depan Kantor BPN. Ia mengecam keras sistem pemerintahan yang menurutnya telah berubah menjadi alat oligarki dan penghisap hak rakyat.

“Kepada siapa lagi rakyat harus mengadu ketika para penguasa menjadi anarki? Kami punya Bupati, tapi keberpihakannya bukan untuk rakyat, melainkan untuk para pemilik modal!” teriak Dardiri dan disambut sorak dan teriakan keras para demonstran.

Dardiri menegaskan bahwa penguasa lokal tidak lagi berpihak pada masyarakat, yang semakin terjepit karena kekurangan lahan dan disingkirkan oleh proyek-proyek besar yang diduga sarat kepentingan elite.

Lebih jauh, ia menyentil matinya kepercayaan rakyat terhadap jalur hukum. Di mata mereka, pengadilan tak lagi tempat mencari keadilan, melainkan ajang tawar-menawar yang hanya bisa diikuti mereka yang punya uang.

“Banyak oknum aparat penegak hukum tertangkap karena jual beli pasal dan putusan! Keadilan jadi barang dagangan, dan rakyat melarat seperti kami tak mampu ikut bersaing dalam pasar hukum yang busuk itu,” tegasnya.

Dengan suara bergetar, Dardiri menyatakan bahwa musuh rakyat di pengadilan adalah uang.

“Musuh rakyat di pengadilan adalah uang. Dan rakyat tidak punya itu. Yang punya uang adalah oligarki. Dan mereka membeli hukum, bukan mencari kebenaran”, ujarnya.

Aksi ini juga menyoroti dugaan kolusi antara penguasa daerah dan pemilik modal, terutama dalam kasus pengaturan lahan dan proyek transportasi.

Massa menilai, negara sudah tak netral dan justru menjadi kaki tangan oligarki.

Ban-ban yang dibakar bukan sekadar properti demonstrasi. Ia menjadi simbol negara yang terbakar oleh ketidakadilan, oleh pengkhianatan pada rakyat yang digantikan dengan kesetiaan kepada pemodal.

Di akhir aksi, massa menuntut DPRD Tulungagung membentuk Tim Investigasi Independen untuk menyelidiki dugaan penyimpangan dalam kebijakan pertanahan dan transportasi yang dianggap menyengsarakan rakyat.

Namun hingga berita ini diturunkan, belum satu pun pejabat dari BPN, Dishub, maupun DPRD Tulungagung yang menjawab atau memenuhi puluhan tuntutan Pejuang Gayatri.

“Suara rakyat kembali diabaikan. Tapi bara kemarahan ini belum padam. Justru sedang menyala-nyala, dan kami tidak akan diam!” pungkas Dardiri. (DON/Red)

Editor: Joko Prasetyo

Continue Reading

Nasional

Bakar Ban dan Hentakkan Orasi, Massa Pejuang Gayatri Tuntut Bupati Tegas Urusan Korupsi Pendidikan dan Tambang Ilegal

Published

on

TULUNGAGUNG— Ratusan massa yang tergabung dalam Pejuang Gayatri kembali menggelar aksi unjuk rasa pada Senin (6/10).

Aksi ini dilakukan karena tuntutan mereka dalam aksi sebelumnya pada 11 September lalu dinilai belum ditindaklanjuti oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Tulungagung.

Sebagai bentuk simbolis keresahan, para demonstran membakar ban bekas di tengah jalan. Mereka juga membawa sound system untuk menyuarakan tuntutan secara lantang.

Dalam orasinya, koordinator aksi, Totok Yulianto alias Totok Cakra, menyoroti dugaan ketidakterbukaan anggaran di Dinas Pendidikan setempat.

Ia menyebutkan sejumlah sumber dana, seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Pendanaan Operasional Pendidikan Daerah (BPOPD), Dana Alokasi Umum (DAU), hingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang diduga tidak dikelola secara transparan.

“Jika pengelolaan anggaran dilakukan secara jujur dan terbuka, rakyat tidak akan turun ke jalan,” tegas Totok.

Ia juga mempertanyakan komitmen Bupati Tulungagung, Gatut Sunu Wibowo, yang dinilai tetap mempertahankan kepala dinas yang dianggap bermasalah.

“Kenapa juga Bupati tetap mempertahankan kepala dinas itu kalau mereka gagal menunjukkan kinerja yang transparan dan akuntabel?” ujarnya.

Orator lain, Ahmad Dardiri, menyampaikan keprihatinan terkait maraknya tambang ilegal di Tulungagung.

Ia mendesak aparat penegak hukum, khususnya Kepolisian Resor (Polres) Tulungagung, untuk memberikan penjelasan publik mengenai progres penanganan kasus-kasus tambang ilegal yang terjadi bulan ini.

Dardiri juga menyoroti persoalan Hak Guna Usaha (HGU) di Desa Ngepoh, Kecamatan Tanggung Gunung. Menurutnya, pemerintah seharusnya lebih mendengarkan suara rakyat kecil, bukan membela kepentingan oligarki.

“Kami datang bukan untuk membuat kerusuhan. Ini adalah bentuk kegelisahan masyarakat yang sudah lama menunggu tindakan nyata. Kami ingin Bupati dan Ketua DPRD bertindak hadir di tengah kepentingan masyarakat,” ujar Dardiri dalam orasinya.

Menanggapi aksi tersebut, Bupati Tulungagung Gatut Sunu Wibowo menyatakan bahwa pihaknya terbuka terhadap segala aspirasi masyarakat, asalkan disampaikan secara tertib. Ia menegaskan komitmennya untuk menjalankan tugas sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Terkait persoalan tanah di kawasan Ngepoh, Bupati menjelaskan bahwa berdasarkan hasil penyelidikan, sertifikat lahan tersebut berstatus HGU dan proses perizinan melalui Online Single Submission (OSS) telah dinyatakan atas nama itu. Ia kemudian mempersilakan pihak yang merasa dirugikan untuk menempuh jalur hukum yang tersedia.

“Sementara terkait jalan rusak, Pemkab Tulungagung telah memulai perbaikan di berbagai wilayah. Tentu prioritas kerusakan juga menjadi pertimbangan mana yang perlu didahulukan,” ungkap Gatut.

Meski aksi berlangsung dengan tensi tinggi, aparat kepolisian terlihat sigap mengawal jalannya demonstrasi. Situasi tetap kondusif hingga seluruh massa membubarkan diri secara tertib. (DON/Red)

Editor: Joko Prasetyo

Continue Reading

Trending