Redaksi
Aceh Mencari Jalan Baru: Legalisasi Ganja Medis untuk Kesejahteraan Umat

Banda Aceh— Wacana legalisasi ganja untuk keperluan medis kembali mengemuka di Aceh. Kali ini, gagasan tersebut datang dari Wali Kota Sabang, Zulkifli Adam alias Teungku Agam, yang menilai bahwa legalisasi ganja medis dapat menjadi peluang ekonomi baru bagi Aceh setelah berakhirnya Dana Otonomi Khusus (Otsus) pada tahun 2027 mendatang.
Menurut Zulkifli, ganja memiliki potensi ekonomi besar jika dikelola secara legal dengan pengawasan ketat dan pemanfaatan terbatas untuk kebutuhan medis serta riset kesehatan.
Ia mencontohkan langkah Thailand, yang telah lebih dulu membuka izin ganja medis guna mendukung sektor kesehatan dan perekonomian nasional.
“Jika dikelola dengan benar dan hasilnya dikembalikan untuk masyarakat, ganja medis bisa menjadi sumber ekonomi baru pengganti Otsus bagi Aceh,” ujar Teungku Agam dalam keterangannya.
Zulkifli juga mendorong pemerintah pusat dan DPR RI untuk meninjau kembali kebijakan terkait ganja dengan pendekatan berbasis riset ilmiah, bukan semata melalui stigma negatif terhadap tanaman yang selama ini dikategorikan sebagai narkotika.
Sementara itu, pejabat pemerintah lainnya, Marthinus, menilai bahwa wacana legalisasi ganja medis tetap dimungkinkan sepanjang hasil riset ilmiah membuktikan manfaatnya bagi dunia kesehatan.
“Apabila hasil penelitian menunjukkan ganja memiliki manfaat signifikan untuk pengobatan, kami siap berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan guna mengatur pemanfaatannya, termasuk menentukan penyakit yang dapat diobati dengan bahan aktif dari ganja,” jelasnya.
Wacana ini tidak bisa dilepaskan dari konteks otonomi khusus Aceh, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Provinsi ini memiliki kewenangan luas dalam mengelola sumber daya alam dan menjalankan syariat Islam.
Namun, kewenangan tersebut tetap berada dalam koridor kebijakan nasional, termasuk UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Dari sisi ekonomi, Aceh kini menghadapi masa transisi yang berat menjelang berakhirnya Dana Otsus.
Karena itu, upaya mencari sumber ekonomi alternatif menjadi hal mendesak. Legalisasi ganja medis dipandang sebagai opsi strategis yang patut dikaji lebih jauh, selama tetap mematuhi hukum dan regulasi nasional.
Agar gagasan legalisasi ganja medis di Aceh dapat diterapkan secara aman, terukur, dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat, diperlukan langkah strategis sebagai berikut:
- Riset akademik dan medis terpadu di bawah koordinasi Kementerian Kesehatan dan lembaga riset nasional.
- Penyusunan kerangka regulasi daerah-nasional agar kebijakan tidak bertentangan dengan hukum, melainkan memperkuat sistem kesehatan nasional.
- Sinergi lintas sektor antara Pemerintah Aceh, DPR RI, dan kementerian terkait untuk memastikan kebijakan berbasis bukti dan berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.
Dengan pendekatan ilmiah dan tata kelola yang baik, wacana legalisasi ganja medis di Aceh dapat menjadi contoh kolaborasi konstruktif antara otonomi daerah dan kebijakan nasional membuka ruang inovasi daerah tanpa meninggalkan kepastian hukum dan keselamatan publik. (By/Red)
Redaksi
Ketua Komisi III DPR Tegaskan Perpol 10/2025 Konstitusional dan Sejalan dengan Putusan MK

JAKARTA — Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menegaskan bahwa Peraturan Polri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 bersifat konstitusional dan tidak bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025.
Menurut Habiburokhman, Putusan MK tersebut tidak melarang secara menyeluruh penugasan anggota Polri di luar struktur organisasi kepolisian. MK hanya membatalkan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.
“Frasa ‘jabatan yang tidak memiliki sangkut paut dengan kepolisian’ sama sekali tidak dibatalkan MK. Dengan demikian, masih ada kemungkinan anggota Polri bertugas di kementerian atau lembaga sepanjang tugasnya ada sangkut pautnya dengan Polri,” kata Habiburokhman dalam keterangannya, Minggu (14/12/2025).
Habiburokhman menjelaskan, dalam menilai sah atau tidaknya penugasan anggota Polri di kementerian dan lembaga, rujukan utamanya adalah Pasal 30 ayat (4) UUD 1945. Pasal tersebut menegaskan tugas Polri untuk melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.
“Sepanjang penugasan itu dalam konteks melindungi, mengayomi, melayani masyarakat atau menegakkan hukum, maka jelas ada sangkut pautnya dengan tugas kepolisian,” ujarnya.
Ia menambahkan, dengan parameter tersebut, penugasan anggota Polri di luar struktur Polri tidak bertentangan dengan konstitusi maupun putusan MK.
“Maka hal tersebut tentu saja tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan Putusan MK,” tegasnya.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menerbitkan Perpol Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Polri yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi Polri. Aturan tersebut diteken pada 9 Desember 2025.
Dalam Perpol itu, terdapat 17 kementerian dan lembaga yang dapat diisi oleh anggota Polri aktif. Pasal 3 Perpol 10/2025 menyebutkan bahwa pelaksanaan tugas anggota Polri dapat dilakukan pada kementerian, lembaga, badan, komisi, organisasi internasional, atau kantor perwakilan negara asing yang berkedudukan di Indonesia.
Lebih lanjut, Pasal 3 ayat (3) Perpol 10/2025 menyatakan bahwa pelaksanaan tugas anggota Polri dapat dilakukan pada jabatan manajerial maupun nonmanajerial.
Sementara itu, Pasal 3 ayat (4) menegaskan bahwa jabatan tersebut harus memiliki keterkaitan dengan fungsi kepolisian serta dilaksanakan berdasarkan permintaan dari kementerian, lembaga, badan, atau komisi terkait.
Habiburokhman menilai, jika Perpol 10/2025 dibaca secara utuh dan sistematis, maka aturan tersebut justru menjadi bentuk penataan agar penugasan anggota Polri lebih jelas secara hukum dan tidak menimbulkan multitafsir.
“Selama tugasnya masih berkaitan dengan fungsi kepolisian, maka penugasan tersebut sah dan konstitusional,” pungkas Habiburokhman. (By/Red)
Redaksi
Waket Komisi III DPR: Putusan MK 114/PUU-XXIII/2025 Bukan Larangan Mutlak Penugasan Anggota Polri

JAKARTA — Wakil Ketua Komisi III DPR RI sekaligus Ketua Panitia Kerja Reformasi Kepolisian RI, Kejaksaan RI, dan Pengadilan DPR RI, Moh. Rano Alfath, menegaskan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025 tidak boleh dimaknai sebagai larangan absolut terhadap penugasan atau perbantuan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) di luar struktur institusi kepolisian.
Menurut Rano, Mahkamah Konstitusi justru menekankan pentingnya penataan dan pembatasan kewenangan agar praktik penugasan tersebut dilakukan secara jelas, terukur, dan tidak menimbulkan tumpang tindih fungsi.
“Putusan MK itu bukan soal boleh atau tidak bolehnya Polri diperbantukan. Yang ditekankan justru kejelasan status, rantai komando, dan pertanggungjawaban,” ujar Rano kepada wartawan, Sabtu (13/12/2025).
Rano menjelaskan, pertimbangan hukum MK berangkat dari kedudukan Polri sebagai alat negara sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat (4) UUD 1945, yang memberikan mandat kepada Polri untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat.
Karena itu, setiap norma yang membuka ruang penugasan anggota Polri di luar institusi kepolisian harus dirumuskan secara tegas dan tidak menimbulkan ambiguitas kewenangan.
“MK ingin memastikan status kepegawaian anggota Polri tetap pasti, rantai komandonya tidak bercabang, dan fungsi penegakan hukumnya tidak bercampur dengan fungsi lain di luar mandat konstitusional,” jelas Rano.
Terkait Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2025, Rano menilai regulasi tersebut tidak bertentangan dengan Putusan MK. Justru, Perpol itu dapat dipahami sebagai instrumen penataan administratif untuk menjawab pesan Mahkamah Konstitusi.
Ia menjelaskan, Perpol 10/2025 mengatur mekanisme penugasan secara lebih tertib, mulai dari adanya permintaan resmi dari instansi pengguna, pembatasan pada instansi yang relevan dengan fungsi kepolisian, hingga kewajiban seleksi dan uji kompetensi.
“Kalau dibaca secara utuh dan sistematis, Perpol ini justru sejalan dengan putusan MK. Intinya menutup celah-celah yang sebelumnya belum diatur secara rapi,” kata Rano.
Selain itu, anggota Polri yang ditugaskan juga diwajibkan melepaskan jabatan struktural di internal Polri serta tunduk pada mekanisme evaluasi dan pengakhiran penugasan.
“Supaya penugasan Polri itu transparan, akuntabel, dan tidak menimbulkan konflik kepentingan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Rano menegaskan bahwa kebutuhan perbantuan Polri oleh lembaga negara bersifat kontekstual dan tidak dapat diseragamkan. Selama didasarkan pada kebutuhan institusional yang sah, memiliki dasar hukum yang jelas, serta berada dalam pengawasan ketat, perbantuan tersebut tetap berada dalam koridor konstitusional.
“Negara hukum itu bukan berarti menutup diri dari pemanfaatan keahlian aparat negara. Yang dituntut adalah pembatasan yang jelas agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Rano juga menyinggung mekanisme pengangkatan Kapolri sebagai bagian dari agenda reformasi kepolisian. Ia menegaskan bahwa Pasal 11 ayat (1) dan (2) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri secara tegas mengatur pengangkatan dan pemberhentian Kapolri oleh Presiden dengan persetujuan DPR.
“Persetujuan DPR itu bukan untuk mengurangi hak prerogatif Presiden. Justru merupakan mekanisme konstitusional agar kekuasaan dalam institusi penegak hukum tetap terjaga akuntabilitasnya,” tegas Rano.
Sebagai Ketua Panja Reformasi Kepolisian RI, Kejaksaan RI, dan Pengadilan DPR RI, Rano menegaskan komitmen Komisi III DPR RI untuk terus mengawal implementasi Putusan MK, Perpol 10/2025, serta tata kelola kepemimpinan Polri agar tetap berada dalam koridor konstitusi dan prinsip negara hukum.
“Reformasi kepolisian bukan soal memperluas atau meniadakan peran Polri secara ekstrem, tetapi menjaga batas kewenangan dan mengelola kekuasaan secara bertanggung jawab,” pungkasnya. (By/Red)
Redaksi
Pelatih Terbaik Yonif 2 Marinir Turunkan Ilmu Bertahan Hidup dan Kesehatan Lapangan kepada Siswa Ombudsman

Jakarta — Pelatih terbaik Yonif 2 Marinir kembali menunjukkan dedikasi dan profesionalismenya dalam membina generasi muda dengan memberikan materi bertahan hidup di hutan (jungle survival) serta kesehatan lapangan kepada siswa-siswi Ombudsman Republik Indonesia.
Kegiatan tersebut dilaksanakan di Ksatriyan Marinir Hartono, Cilandak, Jakarta Selatan, Sabtu (13/12/2025).
Dalam pelatihan ini, para pelatih Yonif 2 Marinir menyampaikan berbagai materi penting, di antaranya teknik bertahan hidup di alam terbuka, pemanfaatan sumber daya alam secara sederhana, pengenalan tanda-tanda alam, serta langkah-langkah pertolongan pertama dan upaya menjaga kesehatan di lapangan.
Seluruh materi disampaikan melalui metode teori dan praktik agar mudah dipahami serta dapat diaplikasikan oleh para peserta.
Para siswa-siswi Ombudsman Republik Indonesia tampak antusias mengikuti setiap sesi pelatihan.
Dengan pendampingan langsung dari para pelatih Yonif 2 Marinir, peserta dilatih untuk memiliki sikap disiplin, tangguh, serta mampu mengambil keputusan secara tepat dalam kondisi darurat.
Pada kesempatan tersebut, Komandan Batalyon Infanteri 2 Marinir, Letkol Marinir Helilintar Setiojoyo Laksno, S.E., menyampaikan bahwa kegiatan ini bertujuan membekali generasi muda dengan keterampilan dasar yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, sekaligus menanamkan nilai-nilai kedisiplinan, kerja sama, dan kepedulian terhadap keselamatan diri maupun orang lain.
“Ilmu bertahan hidup dan kesehatan lapangan ini sangat penting sebagai bekal menghadapi berbagai situasi, baik di alam terbuka maupun dalam kehidupan sehari-hari. Kami berharap para siswa dapat mengambil manfaat positif dari kegiatan ini,” ujarnya. (Timo)
Nasional3 minggu agoPolemik Pemulangan Pasien Kritis Memanas, RSUD dr. Iskak Tulungagung Paparkan Hasil Audit Internal
Jawa Timur2 minggu agoTruk Tangki BBM Terbalik di JLS Tulungagung, Sopir Hilang dan Solar 6.000 Liter Diselidiki Polisi
Redaksi2 minggu agoDampak Proyek JLS Picu Gejolak di Ngrejo: Warga Ancam Gelar Aksi 2.000 Massa, Tuntut PT HK Gala Bertanggung Jawab
Jawa Timur1 minggu agoKaryawan Dapur SPPG Karangwaru Diduga Alami PHK Sepihak dan Perlakuan Tak Manusiawi
Redaksi2 minggu agoProtes Dampak JLS, Warga Ngrejo Serbu DPRD Tulungagung; Kejati Jatim Ikut Cari Solusi
Redaksi2 minggu agoJalan Miliaran Rupiah Dijalur Desa Segawe Diduga Jadi Korban Truk Galian C, Pemerintah Daerah Bungkam
Redaksi3 hari agoBirokrasi Tulungagung Rapuh, Dimutasi Jadi Kadisnaker, Tri Hariadi Sebut Ada Cacat Prosedur
Redaksi7 hari agoPengurus DPC Tulungagung 212 Resmi Dikukuhkan di Gunung Budheg













