Jawa Timur
Cahaya Ketekunan di Tengah Gelapnya Keterbatasan: Kisah Inspiratif Hendra Agus
TULUNGAGUNG, – Di sudut sederhana Dusun Ngipik, Desa Bono, Kecamatan Gondang, Tulungagung, hiduplah seorang pria bernama Hendra Agus seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Dinas Pendidikan Kabupaten Tulungagung, ia tinggal di rumah kontrakan yang sederhana bersama istri dan tiga anaknya. Seorang remaja SMP, balita yang mulai merangkak, dan anak TK yang riang.
Gaji sebagai PNS sebesar Rp 70 juta per tahun mungkin terlihat cukup bagi sebagian orang, tapi tidak bagi keluarga dengan tiga anak yang harus memenuhi kebutuhan makan tiga kali sehari, biaya sekolah, dan cicilan utang sebesar Rp 42 juta per tahun dari satu bank dan dua koperasi.
Namun, Hendra tak pernah menyerah. Di sela-sela kesibukannya sebagai PNS, ia membuka usaha servis lampu di teras rumah kontrakannya. Dengan tangan terampil, ia memperbaiki lampu-lampu rusak yang dibawa warga, lalu menjualnya kembali dengan harga terjangkau.
“Ini cara saya menambah penghasilan yang halal. Meski kecil, tapi berkah,” ujarnya sambil tersenyum, pada Minggu (02/03).
Usaha yang dijalani sekitar setahun ini tak hanya menjadi sumber tambahan finansial, tapi juga tameng dari godaan mengambil jalan pintas yang tidak baik.
Tak cukup sampai di situ, Sabtu pagi selalu ia dedikasikan untuk mengajar di sekolah swasta Al-Azar. Delapan tahun lamanya ia setia membagikan ilmu, tak hanya di ruang kelas, tetapi juga melalui kepeduliannya terhadap lingkungan sekitar.
“Bagi saya, mengajar adalah panggilan jiwa. Di situ ada kebahagiaan yang tak bisa dibeli materi,” katanya.

Hendra Agus, saat melakukan servis lampu, (dok/Agus).
Hidupnya tak lepas dari ujian. Jatuh bangun usaha kecilnya, desakan utang, dan tuntutan sebagai kepala keluarga sering kali menguji kesabarannya. Tapi Hendra memilih menghadapinya dengan lapang dada.
“Ini semua bagian dari proses. Yang penting, kita tetap jaga kejujuran dan integritas,” ucapnya dengan keteguhan di mata.
Di balik dinding rumah kontrakan yang sederhana, ia menyimpan mimpi besar, ingin menjadi teladan bagi anak-anaknya.
“Saya ingin mereka tumbuh dengan prinsip: hidup ini bukan tentang seberapa kaya, tapi seberapa tulus kita berusaha. Jangan pernah malu dengan keadaan, selama kita bekerja keras dengan cara yang benar,” ujarnya penuh haru.
Bagi Hendra, kebahagiaan sejati bukanlah tumpukan materi, melainkan kepuasan batin saat bisa membahagiakan keluarga, membantu sesama dengan servis lampu murah, dan melihat senyum anak-anak didiknya.
“Budi pekerti yang luhur adalah benteng terkuat. Selama kita punya itu, Tuhan pasti buka jalan,” tegasnya.
Kisah Hendra Agus adalah bukti bahwa cahaya harapan tak pernah padam meski diterpa badai keterbatasan.
Ia mengajarkan kita bahwa kemuliaan hidup terletak pada ketekunan, keikhlasan, dan keyakinan bahwa setiap tetes keringat yang halal akan berbuah kebaikan, baik untuk diri sendiri, keluarga, maupun sesama.
“Bersyukur, berusaha, dan percaya. Itulah kunci saya. Karena di balik kesulitan, selalu ada cahaya yang menanti,” tutupnya, sembari menyalakan lampu hasil servisannya. Cahaya kecil yang menjadi simbol harapannya yang tak pernah pudar. (JK/Red)
Editor: JK