Connect with us

Nasional

Gugat Tanah Adat, Warga Geruduk DPRD Tulungagung: Proyek Pemakaman Elite Diduga Ilegal

Published

on

TULUNGAGUNG — Perjuangan panjang warga Desa Ngepoh, Kecamatan Tanggunggunung, untuk merebut kembali hak atas tanah adat seluas 264 hektar kembali memanas.

Ratusan warga yang tergabung dalam “Pokmas Mergo Mulyo” mendatangi kantor DPRD Tulungagung, menuntut kejelasan hukum atas proyek pemakaman elit Shangrila Memorial Park yang mereka duga dibangun secara ilegal.

Dalam aksi damai yang dikawal aparat Polres Tulungagung tersebut, warga datang bersama kuasa hukum mereka, Mohammad Ababililmujaddidyn, S.Sy., M.H., C.L.A, dan penasehat LSM AM2 Kahuripan, Ahmad Dardiri.

Mereka diterima langsung oleh Ketua Komisi A DPRD Tulungagung, Harinto Triyoso, beserta anggota, disaksikan pula perwakilan dari Pemkab Tulungagung dan Kantor ATR/BPN Tulungagung.

Gugatan: Pembangunan Tak Berdasar Hukum.

Dalam forum audiensi yang berlangsung di ruang aspirasi, warga menanyakan dasar hukum pendirian proyek pemakaman elit yang dikelola oleh PT Sang Lestari Abadi.

Menurut Ahmad Dardiri, setelah mempelajari dokumen dan fakta hukum, proyek tersebut tidak memiliki dasar legal yang sah.

“Kami simpulkan, proyek Shangrila Memorial Park ilegal. Tidak ada payung hukum berupa undang-undang maupun Perda yang mengatur. Bahkan, pengelolanya adalah perusahaan profit, bukan lembaga sosial,” tegas Dardiri, Selasa(19/8).

Dardiri juga mengungkap bahwa PT Sang Lestari Abadi dimiliki oleh dua perusahaan yang bergerak di sektor Multi Level Marketing (MLM), dengan satu direktur dan satu komisaris aktif, yang tidak berkaitan dengan sektor sosial kemasyarakatan.

Fakta Lama yang Terabaikan.

Mengacu pada surat Kanwil BPN Jawa Timur tahun 2008, tanah seluas 264 hektar tersebut semestinya telah dikembalikan kepada masyarakat sebagai hak milik adat.

Tanah itu sebelumnya merupakan milik warga Dusun Tumpak Mergo, yang disewa oleh warga Belanda sejak 1901, dan tidak pernah berubah kepemilikannya secara hukum.

Namun, hingga kini, redistribusi tersebut tidak pernah dijalankan oleh ATR/BPN Tulungagung, meski instruksi dari pusat telah diterbitkan.

“Ini bukan perkara baru. Sejak awal 2000-an kami sudah perjuangkan. Bahkan data historisnya masih tersimpan di Arsip Nasional,” ungkap Agus, mantan Kepala Desa Ngepoh yang ikut serta dalam aksi.

Rencana Pelaporan ke Polisi.

Kuasa hukum Pokmas menegaskan akan menempuh jalur hukum dengan melaporkan proyek pemakaman tersebut ke Polres Tulungagung.

“Kami tidak bisa sampaikan siapa yang dilaporkan saat ini, tapi akan kami proses sesuai hukum. Yang jelas, sejak proyek dimulai pada 2023, bahkan saat peletakan batu pertama oleh Bupati Maryoto Birowo tidak ada Perda atau legalitas yang mengaturnya,” tandas Ahmad Dardiri.

DPRD Akui Tidak Ada Dasar Hukum.

Ketua Pokmas Mergo Mulyo, Agus Rianto, menyatakan puas dengan hasil audiensi.

Menurutnya, pertemuan tersebut mengonfirmasi bahwa proyek Shangrila Memorial Park tidak memiliki legalitas maupun Perda yang sah.

“Hasil dari Hearing di DPRD Tulungagung pemakaman Shangrila Memorial Park belum diterbitkan Perda, ini membuktikan bahwa proyek tersebut berdiri tanpa dasar hukum. Kami akan lanjutkan perjuangan ini di jalur hukum,” pungkasnya.

Kasus ini menyoroti persoalan klasik agraria yang sering luput dari perhatian publik. Konflik antara masyarakat adat dan penguasaan lahan oleh korporasi tanpa kejelasan hukum.

Perlu keterlibatan lebih serius dari aparat penegak hukum dan pemerintah untuk menjamin keadilan bagi rakyat kecil. (DON/Red)

Editor: Joko Prasetyo

Jawa Timur

Format Blitar Klarifikasi Isu Pajak, Siapkan RT/RW Jadi Garda Terdepan Informasi

Published

on

BLITAR, – Forum Masyarakat RT dan RW (Format) Kabupaten Blitar menggelar audiensi dengan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Blitar, Selasa (19/8).

Pertemuan yang bertempat di ruang rapat Bapenda ini bertujuan untuk mengklarifikasi isu kenaikan pajak yang beredar sekaligus memperkuat sinergi antara pemerintah daerah dan masyarakat.

Isu kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 300 persen sempat beredar dan meresahkan warga. Keresahan ini berimbas kepada para ketua RT dan RW yang menjadi sasaran pertanyaan warga.

Ketua Format, Swantantio Hani Irawan atau Tiok, mengungkapkan bahwa setelah audiensi, terbukti isu kenaikan fantastis tersebut tidak benar.

“Setelah diklarifikasi, kenaikan PBB hanya 1,48 persen. Angka besar 35–40 persen hanya terjadi pada kasus khusus, seperti perubahan data dari tanah kosong menjadi tanah dengan bangunan, atau karena pencanggihan data,” tegas Tiok.

Menurutnya, klarifikasi ini penting karena RT dan RW berada di garda terdepan dalam memberikan jawaban kepada masyarakat.

“Kami yang berhadapan langsung dengan warga tahu kondisi lapangan. Kalau dilibatkan dalam kajian, margin kesalahan bisa ditekan,”tambahnya.

Dalam audiensi tersebut, Format juga mengusulkan agar RT dan RW dilibatkan dalam proses penentuan kebijakan, terutama terkait Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

Selama ini penentuan NJOP dilakukan melalui appraisal pihak ketiga yang sering kali hanya berdasar data makro.

“Kami di RT/RW yang paham detail geografis dan kondisi sosial ekonomi tidak pernah dilibatkan. Keterlibatan kami bisa memperkecil margin error,” jelasnya.

Selain pelibatan dalam kebijakan, Format mendorong adanya sosialisasi berkala dan bimbingan teknis (bimtek) dari Bapenda.

Hal ini penting agar peran RT dan RW semakin maksimal sebagaimana diamanatkan dalam Permendagri Nomor 18 Tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa.

Terpisah, Kepala Bapenda Kabupaten Blitar, Asmaningayu Dewi, menyambut baik langkah Format.

“RT dan RW adalah ujung tombak komunikasi. Dengan adanya Format, informasi bisa lebih cepat tersampaikan secara benar dan kondusif,” katanya.

Ia menegaskan, Bapenda selalu terbuka terhadap masukan maupun keberatan terkait pajak daerah.

Menurutnya, ada sejumlah mekanisme resmi yang bisa ditempuh, seperti pengajuan pengurangan, keberatan, hingga pembetulan data.

Audiensi ini menghasilkan kesepahaman untuk membangun komunikasi yang lebih terbuka.

Format yang menaungi para ketua RT dan RW se-Kabupaten Blitar diharapkan bisa berperan sebagai penopang aspirasi sekaligus saluran informasi resmi pemerintah ke masyarakat.

“Kami ingin Format benar-benar bisa menjalankan fungsi jembatan komunikasi. Jangan sampai RT dan RW hanya jadi penanggung pertanyaan warga tanpa akses informasi yang memadai,” tutupnya. (JK/Red)

Continue Reading

Papua

PBD Genjot Satgas MBG dan Lokasi Dapur Gratis di Kota Sorong

Published

on

Kota Sorong, PBD — Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya (PBD) terus mempercepat pelaksanaan program nasional Makan Bergizi Gratis (MBG) melalui pembentukan Satgas MBG tingkat Kota Sorong serta penentuan lokasi pembangunan dapur MBG.

Rapat koordinasi penting ini dipimpin langsung oleh Wakil Gubernur PBD, Ahmad Nausrau, S.Pd.I., M.M., selaku Ketua Tim Satgas MBG PBD, bertempat di ruang rapat lantai 2 Kantor Gubernur PBD, Senin (18/8/2025).

Pembentukan Satgas ini merupakan tindak lanjut dari Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 400.5.7/14072/SJ tertanggal 25 Juli 2025 tentang percepatan pelaksanaan program MBG di daerah.

Pemerintah Provinsi PBD telah merespons cepat dengan menetapkan Keputusan Gubernur PBD No. 100.3.3.1/119/7/2025, guna memastikan pelaksanaan MBG berjalan tepat sasaran dan efisien.

Ahmad Nausrau menyatakan, “Satgas ini bukan hanya bentuk komitmen, tetapi juga upaya terstruktur untuk memastikan seluruh anak-anak di Papua Barat Daya mendapatkan akses makanan bergizi secara gratis dan berkelanjutan.”

Namun, dalam pelaksanaannya, ditemukan sejumlah kendala. Salah satu isu utama adalah keterbatasan pasokan bahan pokok lokal, yang mengharuskan dapur MBG di Sorong masih bergantung pada pengiriman dari luar daerah.

Selain itu, pengurangan anggaran operasional dan penyesuaian harga paket makanan ke standar wilayah Jawa, tanpa memperhitungkan indeks kemahalan daerah Papua Barat Daya, dinilai memberatkan.

Dalam rapat tersebut juga ditetapkan Koordinator Wilayah MBG untuk Kota Sorong, yaitu Kepala Baperida dan Kepala Dinas Kesehatan PBD, yang akan bertanggung jawab mengawal teknis pelaksanaan program.

Tamrin Tajuddin, Asisten II Setda Kota Sorong yang hadir mewakili Wali Kota Sorong, menyampaikan komitmen Pemerintah Kota dalam menyukseskan MBG, khususnya di wilayah seperti Kampung Salak, yang diprioritaskan sebagai titik pembangunan dapur.

Ia menekankan pentingnya pemberdayaan perempuan dan anak-anak, termasuk pembentukan kelompok dukungan untuk rumah tangga rentan.

“Kami ingin menciptakan intervensi yang nyata dan berdampak langsung terhadap kesejahteraan warga, terutama perempuan dan anak-anak,” ungkap Tamrin.

Kepala BGN Regional PBD, Elma Fitriani Polan, menyampaikan bahwa saat ini harga per paket makanan MBG adalah Rp12.000 untuk jenjang TK/SD dan Rp16.000 untuk SMP/SMA.

Namun ke depan, tarif tersebut akan disamakan dengan Jawa: hanya Rp8.000 dan Rp10.000 per paket.

Perubahan ini mendapat perhatian serius dari para pemangku kepentingan, karena berpotensi mengurangi kualitas dan jumlah porsi makanan yang diberikan kepada anak-anak.

Di sisi lain, anggaran operasional dapur juga telah dipangkas dari Rp5 juta menjadi Rp3 juta per bulan, yang berdampak pada pengurangan upah pekerja dan efisiensi operasional.

Dalam rangka memperkuat infrastruktur dapur MBG, TNI AL juga terlibat aktif. Letkol Mar Ade Darmansyah, Aster Dankodaeral XIV Sorong, menegaskan pentingnya koordinasi lintas sektor dan penentuan lokasi yang tepat agar tidak terjadi tumpang tindih fungsi dapur yang sudah ada.

“Kami harus memastikan dapur baru ini benar-benar dibutuhkan, bukan sekadar menambah jumlah. Keberlanjutan dan efektivitas menjadi kunci,” ujarnya.

Rakor ini dihadiri oleh berbagai pihak strategis, termasuk Kepala Dinas PUPR, ESDM, BPOM, perwakilan BINDA, tokoh masyarakat, akademisi, dan pegiat sosial.

Mereka menyatakan dukungan penuh terhadap percepatan pelaksanaan MBG yang menyasar pada peningkatan kualitas gizi dan kesehatan anak-anak sekolah di Papua Barat Daya.

Pemerintah PBD menegaskan bahwa Satuan Tugas MBG akan memiliki peran sentral dalam:

Menyusun rencana kerja pelaksanaan MBG di provinsi.

Melakukan koordinasi lintas sektor kabupaten/kota.

Memberikan pendampingan teknis dan supervisi.

Melakukan monitoring dan evaluasi berkala.
Melaporkan langsung kepada Gubernur dan Kementerian terkait.

Melalui rakor ini, Papua Barat Daya memperlihatkan komitmen nyata dalam membangun generasi sehat dan tangguh sejak dini.

Di tengah berbagai tantangan, program Makan Bergizi Gratis tetap diupayakan agar berjalan adil, merata, dan berkualitas. (Timo)

Continue Reading

Jawa Timur

Pemerintah atau Parade Borjuis? Jalan Rusak Diabaikan, Pengadaan Mobil Mewah Pejabat Diprioritaskan

Published

on

TULUNGAGUNG – Ironi APBD 2025 gengsi pejabat didahulukan, kebutuhan publik diabaikan. Kontras antara nasib rakyat dan perilaku pejabat kian mencolok di Kabupaten Tulungagung.

Saat warga mengeluhkan jalan berlubang, becek, dan tak kunjung diperbaiki, pemerintah daerah justru jor-joran membeli kendaraan dinas mewah senilai miliaran rupiah.

Tahun anggaran 2025 seolah dibuka dengan ironi, gengsi pejabat lebih diutamakan ketimbang kebutuhan dasar publik.

Data Pengadaan: Mobil Dinas Kelas Sultan.

Berdasarkan dokumen anggaran resmi, inilah rincian belanja kendaraan dinas Pemkab Tulungagung tahun 2025:

Kendaraan dinas operasional/jabatan 2500cc: Rp1,277 miliar.

Kendaraan pejabat eselon II: Rp472,4 juta.

Kendaraan pejabat eselon I/kepala daerah/DPRD: Rp702,9 juta.

Kendaraan dinas perorangan MPV 2500cc: Rp1,906 miliar.

Kendaraan dinas perorangan SUV 2200cc: Rp1,332 miliar.

Total belanja fantastis ini memunculkan pertanyaan: siapa sebenarnya yang akan menikmati fasilitas supermewah tersebut?

Apakah “big boss” pemerintahan yang akan duduk nyaman di balik kemudi mobil baru, sementara rakyat dipaksa berdamai dengan jalanan berlubang?

Warga Geram: Jalan Dulu, Bukan Mobil

Sahrul, Sekretaris Perkumpulan Komunitas Tulungagung Peduli (PKTP), menegaskan bahwa pengadaan mobil dinas jelas melukai rasa keadilan publik.

“Saya sebagai masyarakat kurang setuju. Infrastruktur seperti jalan rusak bolong-bolong lebih baik diperbaiki dan diprioritaskan dulu. Kendaraan mewah hanya dinikmati segelintir pejabat, sedangkan jalan adalah kebutuhan publik,” ujarnya.

Kecaman juga datang dari kalangan aktivis. Totok, dari LSM Cakra, menyebut praktik belanja mobil dinas mewah ini sebagai bentuk tirani gaya baru.

“Kekuasaan tanpa moral adalah tirani. Dan tirani hari ini bukan lagi berbentuk senjata, tapi pengadaan barang mewah yang menafikan jeritan rakyat kecil,” tegasnya.

Menurutnya, pemerintah seharusnya membangun legitimasi dengan cara menghormati rakyat terlebih dahulu, bukan justru menari di atas penderitaan dengan kendaraan dinas berplat merah.

Ironi lainnya, suara mahasiswa yang biasanya lantang justru nyaris tak terdengar. Publik pun bertanya, apakah idealisme akademik kini meredup oleh formalitas seremonial?

“Mosok iki bentuk pemerintahan?” celetuk seorang warga di media sosial, menyindir gaya hidup borjuis para pejabat.

Di tengah jalan rusak yang menanti perbaikan, publik kini menunggu jawaban, apakah pengadaan kendaraan miliaran rupiah ini benar-benar kebutuhan, atau sekadar memuaskan selera borjuis penguasa?

Jika pemerintah terus bergeming, tak heran kepercayaan rakyat makin tergerus oleh tirani plat merah yang semakin vulgar.(DON/Red)

Editor: Joko Prasetyo

Continue Reading

Trending