Connect with us

Redaksi

Anas Urbaningrum Suarakan Keadilan untuk Driver Ojol di Hari Ulang Tahun PKN

Published

on

Jakarta — Di tengah semangat Sumpah Pemuda, Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) memperingati ulang tahun ke-4 dengan tema “Bangkit Bersama untuk Nusantara Sejahtera”.

Momentum ini jadi ruang refleksi politik dan solidaritas sosial, terutama bagi generasi muda dan rakyat pekerja di era digital.

Dalam acara yang digelar di Jakarta, Ketua Umum PKN Anas Urbaningrum menyerukan agar Presiden Prabowo Subianto segera menandatangani *Peraturan Presiden (Perpres) tentang ojek online (ojol).

Seruan itu membuka perdebatan penting: sejauh mana negara harus hadir melindungi pekerja berbasis platform yang selama ini “abu-abu”, bukan pegawai tetap, tapi juga bukan sepenuhnya wirausaha.

“Hari ini usia PKN baru empat tahun, masih balita. Tapi kami punya harapan besar bagi kebangkitan bangsa Indonesia,” ujar Anas.

“Bagi kami, ojol bukan hanya pengantar orang, barang, atau jasa, tapi pengantar masa depan bangsa. Kalau harapan mereka macet di tengah jalan, bangsa ini pun ikut macet”, imbuhnya.

Anas menegaskan, sejak awal PKN berpihak pada keadilan ekonomi digital.

Ia menilai perlu ada pembagian hasil kerja yang lebih adil antara perusahaan aplikasi dan para pengemudi.

“Hitungan kami, minimal 90 persen keuntungan harus dikembalikan kepada pengemudi, dan aplikator wajib menyediakan THR bagi mereka,” tegas Anas.

Menurutnya, Perpres Ojol akan menjadi fondasi keadilan baru dalam ekonomi digital.

“PKN berharap Presiden Prabowo segera menandatangani Perpres tersebut. Ini bukan hanya soal regulasi, tapi soal keadilan dan masa depan bangsa,” ujarnya menutup orasi.

Sikap tegas PKN disambut dukungan dari para pengemudi.

Perwakilan Komunitas Gotha (Gojek Talib), Irwanto, menyebut langkah PKN sebagai bentuk nyata keberpihakan kepada rakyat kecil.

“Selama ini pemerintah terkesan tidak serius. Tapi PKN hadir memberi perhatian kepada kami. Kami merasa dihargai,” ujarnya.

Irwanto menyoroti turunnya pendapatan para pengemudi, dari Rp300 ribu per hari kini hanya sekitar Rp200 ribu.

Meski begitu, mereka tetap bersyukur dan bahkan aktif dalam kegiatan sosial, mengelola rumah singgah untuk 32 anak yatim piatu di Jakarta.

“Kami percaya, rezeki harus dibagi. Walau berat, menyisihkan seribu rupiah per hari untuk anak yatim adalah bagian dari tanggung jawab sosial kami,” tambahnya.

Di momen yang sama, PKN juga menyerukan semangat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 sebagai energi kebangkitan baru.

“Bangun Pemuda-Pemudi Indonesia! Kita belum hidup dalam sinar bulan purnama, kita masih hidup di masa pancaroba. Tetaplah bersemangat elang rajawali, bangunlah dunia di mana semua bangsanya hidup dalam damai dan persaudaraan.” – Bung Karno.

PKN mengingatkan, setiap anak bangsa lahir dengan doa agar bisa berbakti pada orang tua, agama, bangsa, dan negara.

“Kalau doa itu terasa berat, setidaknya jangan membuat orang tua malu, jangan menjual agama, bangsa, dan negara demi kepentingan pribadi”, terangnya.

Fenomena ojek online menciptakan jutaan lapangan kerja baru, tapi juga ketimpangan antara “kapital digital” (perusahaan aplikasi) dan “pekerja algoritma” (pengemudi).

Bagi banyak pihak, Perpres Ojol jadi ujian moral pemerintahan Prabowo, apakah keberpihakan pada ekonomi kerakyatan benar-benar diwujudkan.

PKN di bawah kepemimpinan Anas Urbaningrum berusaha membangun jembatan antara rakyat pekerja dan negara.
Dengan retorika keadilan digital, Anas menegaskan bahwa masa depan ekonomi tak boleh hanya diukur lewat efisiensi aplikasi, tapi juga kemuliaan kerja manusia di balik layar algoritma.

Langkah ini menandai arah politik PKN sebagai partai yang berpihak pada kelas pekerja baru, pengemudi online, kurir, dan pekerja lepas digital, kelompok yang selama ini belum terlindungi negara.

Jika Perpres Ojol benar-benar lahir dengan orientasi keadilan, ia bisa menjadi preseden reformasi tenaga kerja digital,menjamin hak, pendapatan layak, dan kepastian hukum bagi jutaan rakyat pekerja platform di Indonesia.

Secara politik, langkah Anas Urbaningrum membaca isu ojek online menunjukkan insting strategis dan kedekatan dengan realitas rakyat.

Di tengah kejenuhan publik terhadap wacana elite, PKN hadir dengan politik keberpihakan yang konkret.

Isu Perpres Ojol bisa jadi pintu masuk bagi PKN untuk meneguhkan citra sebagai partai kerakyatan progresif, bukan hanya dalam kata-kata, tapi dalam tindakan nyata.

Jika konsisten, posisi ini bisa memperkuat basis PKN menuju Pemilu 2029, menempatkan Anas bukan sekadar tokoh reformis, tapi juga arsitek baru politik keadilan sosial di era digital.

Selamat Memaknai Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.

Terus kibarkan semangat elang rajawali untuk rakyat pekerja dan kebangkitan Nusantara! (By/Red)

Redaksi

Oleng Misterius! Truk Tabrak Dua Pesepeda di Boyolangu, 3 Nyawa Melayang

Published

on

TULUNGAGUNG — Jalan Raya Boyolangu kembali memakan korban pada Jumat malam (12/12/2025) sekitar pukul 18.45 WIB.

Sebuah truk Mitsubishi bernopol AG 9219 UY oleng dan menabrak dua pesepeda di jalur berbeda tepat di depan Puskesmas Boyolangu, menewaskan tiga orang sekaligus, dua pesepeda dan sopir truk.

Kasat Lantas Polres Tulungagung, AKP M. Taufik Nabila, membenarkan kecelakaan ini.

“Benar, telah terjadi kecelakaan, dugaan awal mengarah pada gangguan kesehatan mendadak yang dialami sopir sehingga kendaraan tak terkendali”, ungkapnya.

Korban meninggal dunia:
• Agus Sutanto (46), pengemudi truk asal Tegal, ditemukan meninggal di dalam kabin.
• Basuki (69), pesepeda asal Dadapan, Boyolangu.
• Supeno (74), pesepeda asal Boyolangu, meninggal dunia dalam perjalanan.

Berdasarkan olah TKP dan keterangan saksi, truk sudah terlihat oleng beberapa ratus meter sebelum lokasi kejadian.

Kendaraan itu pertama kali menabrak Basuki dari arah berlawanan. Tidak berhenti, truk terus melaju sekitar 500 meter dalam kondisi oleng sebelum kembali menabrak Supeno dari belakang. Truk baru berhenti setelah menabrak sisi kiri jalan.

Saat petugas dan warga memeriksa, pengemudi Agus Sutanto ditemukan sudah meninggal. Polisi menduga penyebab kematian terkait kondisi medis yang dialami sebelum kecelakaan.

Ketiga jenazah telah dievakuasi ke IPJ RSUD dr. Iskak Tulungagung untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Satlantas Polres Tulungagung juga telah mengamankan barang bukti dan melakukan penyelidikan mendalam untuk memastikan penyebab pasti.

“Pastikan kondisi tubuh dalam keadaan prima sebelum berkendara. Jangan memaksakan diri jika lelah, sakit, atau mengantuk. Keselamatan diri sendiri dan pengguna jalan lain adalah prioritas”, himbaunya.

Peristiwa ini kembali mengingatkan bahwa kesiapan fisik pengemudi adalah kunci keselamatan di jalan raya, dan faktor kesehatan tetap menjadi ancaman serius bagi pengendara dan masyarakat. (DON/Red)

Continue Reading

Redaksi

Birokrasi Tulungagung Rapuh, Dimutasi Jadi Kadisnaker, Tri Hariadi Sebut Ada Cacat Prosedur

Published

on

TULUNGAGUNG — Polemik reposisi jabatan di Pemkab Tulungagung kini memasuki fase paling krusial. Tri Hariadi, yang sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Daerah, resmi digeser untuk mengisi posisi Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans).

Pelantikan yang seharusnya menjadi formalitas justru berubah menjadi drama penuh keganjilan yang menohok kredibilitas pemerintah daerah.

Pada Kamis (11/12), nama Tri Hariadi tercantum jelas dalam daftar pejabat yang akan dilantik. Namun ia tidak hadir, sehingga pemerintah menjadwalkan ulang pelantikan pada Jumat (12/12), pukul 08.30 WIB.

Prosesi yang semestinya sederhana justru berubah menjadi pemandangan paling janggal di Pendopo Kongas Arum Kusumaning Bongso.

Para pejabat telah duduk rapi, bisik-bisik terdengar di berbagai sudut, dan satu kursi terlantik yang disiapkan khusus untuk Tri Hariadi dibiarkan kosong selama berjam-jam menjadi simbol nyata betapa rapuhnya koordinasi birokrasi di level tertinggi. Tanpa pengumuman dan tanpa penjelasan resmi, pelantikan kembali dibatalkan.

Setelah dua kali ketidakhadiran, Tri Hariadi akhirnya memecah kebisuan.

Pihaknya menegaskan bahwa proses pelantikan yang hendak digelar pemerintah daerah tidak sah secara prosedural.

“Menurut keyakinan kami pelantikan kemarin cacat prosedur dan kami berkeyakinan untuk tidak menandatangani sesuatu yang salah”, ungkap Tri Hariadi dalam pesan singkat yang diterima redaksi 90detik.com pada Jumat (12/12).

Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa persoalan yang terjadi bukan sekadar absensi, melainkan adanya dugaan pelanggaran mekanisme dalam reposisi salah satu jabatan paling strategis di pemerintahan.

Ketika ditanya apakah ia akan mengajukan keberatan atau menempuh jalur hukum ?

“Masih kami diskusikan”, jawabnya.

Sikap tersebut menunjukkan bahwa polemik belum selesai bahkan kemungkinan baru dimulai.

Sementara itu, pemerintah daerah tampak gamang merespons situasi ini.

Kepala BKPSDM Tulungagung, Soeroto, saat dimintai keterangan hanya menyebut bahwa pihaknya akan berkonsultasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

“Sekda itu di bawah koordinasi gubernur. Ini kejadian khusus. Selama ini tidak pernah terjadi,” ujarnya usai menyampaikan pembatalan pelantikan kepada awak media.

Sejauh ini, publik justru menangkap kesan bahwa pemerintah daerah kehilangan kendali atas proses mutasi pejabat tertinggi non-politik tersebut.

Pelantikan jabatan tinggi pratama idealnya berjalan presisi mulai dari rekomendasi, administrasi, hingga sinkronisasi dengan pemerintah provinsi.

Kegagalan pelantikan selama dua hari berturut-turut bukan lagi persoalan teknis, tetapi sinyal kuat bahwa:

• ada dugaan prosedur yang tidak beres,
• ada dugaan koordinasi yang tersumbat, atau
• ada dugaan konflik kepentingan yang belum terungkap.

Kursi kosong yang dibiarkan terpampang di pendopo menjadi simbol paling telak bahwa ada sesuatu yang tidak berjalan sebagaimana mestinya di Pemerintahan Tulungagung.

Hingga berita ini diturunkan, tidak ada klarifikasi resmi dari Pemkab Tulungagung terkait dugaan cacat prosedur. Tidak ada pula kepastian apakah pelantikan akan dijadwalkan ulang atau dibatalkan sepenuhnya.

Yang muncul justru kegaduhan, spekulasi, dan pertanyaan besar mengenai apa yang sebenarnya terjadi di balik kegagalan pelantikan Tri Hariadi.

Sementara publik menanti transparansi, drama kursi kosong ini menjadi preseden buruk yang tidak hanya memalukan, tetapi juga berpotensi mengancam stabilitas tata kelola pemerintahan Tulungagung. (DON/Red)

Editor: Joko Prasetyo

Continue Reading

Redaksi

Kisruh Pelantikan Pejabat Tulungagung: Sekda Dipindah, Dua Kali Mangkir, BKPSDM Bungkam

Published

on

TULUNGAGUNG — Polemik reposisi jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Tulungagung memasuki babak paling krusial. Tri Hariadi, yang sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda), resmi digeser untuk menduduki jabatan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans).

Namun, proses pelantikannya justru berubah menjadi drama penuh kejanggalan yang memantik sorotan publik.

Pada Kamis (11/12), nama Tri Hariadi tercantum jelas dalam daftar pejabat yang akan dilantik. Namun pada hari pelaksanaan, Tri tidak hadir tanpa penjelasan terbuka. Pemerintah kemudian menjadwalkan ulang pelantikan pada Jumat (12/12) pukul 08.30 WIB.

Alih-alih menjadi prosesi sederhana, pelantikan susulan itu justru memperlihatkan kevakuman mencolok di Pendopo Kongas Arum Kusumaning Bongso.

Ruangan yang seharusnya menjadi arena pengukuhan pejabat baru justru berlangsung hening tanpa sosok yang seharusnya dilantik. Satu kursi terlantik dibiarkan kosong selama berjam-jam, menjadi simbol ketidakteraturan di tingkat birokrasi tertinggi.

Situasi tersebut memicu spekulasi liar, terlebih karena pejabat yang seharusnya paling berwenang memberi penjelasan, Kepala BKPSDM Tulungagung, Soeroto, justru memilih bungkam.

Hingga kini, belum ada pernyataan publik yang menjelaskan alasan ketidakhadiran Tri Hariadi maupun detail proses reposisi jabatannya.

Sementara itu, Bupati Tulungagung, Gatut Sunu Wibowo, ketika dikonfirmasi mengklaim bahwa seluruh mekanisme telah berjalan sesuai ketentuan.

“Insyaallah proses dan tahapannya sudah benar. Terkait beliau belum bisa datang di undangan pelantikan, itu hak dari Pak Tri Hariadi selaku ASN. Lebih detailnya bisa ditanyakan kepada saudara Soeroto selaku OPD terkait. Mekanismenya insyaallah sudah sesuai aturan dan undang-undang, mengacu pada PP Nomor 17 Tahun 2020 tentang Manajemen PNS,” ujarnya melalui pesan singkat kepada redaksi 90detik.com, Jumat (12/12).

Pernyataan Bupati justru menegaskan bahwa penjelasan detail berada di tangan BKPSDM. Namun hingga berita ini diturunkan, Soeroto belum memberikan keterangan terbuka, menambah panjang daftar tanda tanya mengenai pemindahan Sekda dan kegagalan pelantikan yang terjadi dua hari berturut-turut.

Publik menilai transparansi menjadi keharusan, sebab posisi Sekda merupakan jabatan strategis yang semestinya diproses dengan kehati-hatian dan kepatuhan penuh terhadap regulasi.

Kisruh ini kini menjadi ujian serius bagi kredibilitas dan integritas tata kelola pemerintahan di Kabupaten Tulungagung. (DON/Red)

Editor: Joko Prasetyo

Continue Reading

Trending