Connect with us

Papua

Asosiasi Elang Center Resmi Dibentuk: Kawal Janji Gubernur Papua Barat Daya

Published

on

Kota Sorong, PBD – Musyawarah Daerah (Musda) I Asosiasi Elang Center Provinsi Papua Barat Daya resmi digelar pada Jumat (16/05/2025).

Kegiatan tersebut bertempat di salah satu hotel di Jalan Sorong-Klamono, Kelurahan Klamana, Distrik Sorong Timur, Kota Sorong.

Kegiatan ini menjadi tonggak penting bagi kelanjutan perjuangan relawan yang sebelumnya mendukung pasangan Elisa Kambu, S.Sos dan Ahmad Nausrau, S.Pdi, MM, dalam kontestasi pemilihan gubernur.

Selanjutnya menurut Dr. Muhammad Guzali Tafalas, selaku pemateri utama dalam Musda ini, menegaskan bahwa terbentuknya Asosiasi Elang Center merupakan kelanjutan dari semangat kebersamaan yang dulu hadir dalam bentuk relawan “Elang”.

Kini, semangat itu dibingkai dalam wadah resmi dan terstruktur guna mengawal visi-misi serta janji kampanye gubernur dan wakil gubernur terpilih.

“Asosiasi ini adalah embrio dari gerakan relawan. Kita ingin memastikan bahwa janji-janji politik yang pernah disampaikan, benar-benar diwujudkan dan tidak terputus begitu saja pasca terpilihnya pemimpin,” kata Dr. Tafalas dalam pemaparannya.

Lebih lanjut, Dr. Tafalas menyoroti pentingnya kepemimpinan transformasional dalam organisasi.

Ia menekankan bahwa hanya dengan pola kepemimpinan yang visioner, asosiasi ini bisa menjadi organisasi modern yang mampu menghadapi tantangan global seperti perubahan ekonomi, perkembangan teknologi, dan dinamika sosial-politik.

“Kita butuh pemimpin yang tidak hanya berpikir transaksional, tetapi transformasional – yang mampu menginspirasi, membangun sistem yang kuat, dan menjadikan organisasi ini sebagai mitra kritis pemerintah. Pemimpin seperti Muhammad Yunus atau Nelson Mandela adalah contoh figur yang mengedepankan nilai kemanusiaan dan visi perubahan,” tegasnya.

Asosiasi Elang Center, sambungnya, bukan sekadar wadah politik, melainkan forum partisipatif masyarakat untuk memastikan pembangunan di Papua Barat Daya berpihak pada rakyat.

Organisasi ini akan berperan aktif memberi masukan dan kontrol terhadap arah kebijakan pemerintah provinsi.

“Jika ada kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat, kita akan mengingatkan. Kita bisa mengajak berdiskusi bahkan mengoreksi melalui dialog. Fungsi kita bukan mengkritik semata, tapi memastikan arah pembangunan tetap pada jalurnya,” ujarnya.

Tafalas juga berharap asosiasi tetap menjaga netralitas, meskipun secara historis dan ideologis memiliki afiliasi dengan pemerintahan saat ini.

Menurutnya, hanya dengan sikap objektif dan independen, asosiasi ini bisa menjalankan peran strategisnya sebagai mitra pemerintah yang kritis namun konstruktif.

“Harapannya bahwa, asosiasi ini tetap netral, tapi tegas. Kita bisa mendukung jika kebijakan berpihak pada rakyat, dan bisa mengoreksi jika menyimpang. Dengan begitu, kita benar-benar hadir sebagai penjaga moral dan pengawal pembangunan Papua Barat Daya,” tutupnya.

Musyawarah ini juga menetapkan struktur awal organisasi dan merumuskan langkah strategis jangka pendek dan panjang untuk memperkuat peran Asosiasi Elang Center di tengah dinamika politik dan pembangunan daerah. (Timo)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Papua

Koarmada III Hadiri Upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Kantor Gubernur Papua Barat Daya

Published

on

Sorong PBD— Panglima Komando Armada III, Laksamana Muda TNI Hudiarto Krisno Utomo, PSC(j)., M.A., M.M.S., CHRMP., yang diwakili Kakuwil Koarmada III, Kolonel Laut (S) Ahmad Nasarudin, M.Tr.Hanla, menghadiri Upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila Tahun 2025 yang digelar Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya di Halaman Kantor Gubernur.

Kehadiran Koarmada III mencerminkan sinergi dan kebersamaan dengan unsur Forkopimda setempat.

Upacara dipimpin Wakil Gubernur Papua Barat Daya, Ahmad Nausrau, S.Pd.I., M.M., dengan diikuti sekitar 200 peserta dari unsur Korpri, Satpol PP, dan Pemadam Kebakaran.

Jalannya upacara berlangsung khidmat dengan rangkaian kegiatan pengibaran bendera, mengheningkan cipta, pembacaan teks Pancasila, UUD 1945, hingga doa penutup. Adapun Ketua DPR Papua Barat Daya, Ortis Fernando Sagrim, membacakan naskah ikrar.

Dengan mengusung tema “Pancasila Perekat Bangsa Menuju Indonesia Raya”, Wakil Gubernur menekankan pentingnya menghidupkan kembali semangat Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa di tengah keberagaman.

Ia juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menolak intoleransi, memperkuat gotong royong, serta menjaga persatuan demi terwujudnya Indonesia yang maju, berdaulat, adil, dan bermartabat. (Timo)

Continue Reading

Papua

Papua Barat Daya Sambut Era Digital: Kongres FDTI Jadi Tonggak Kolaborasi Pendidikan Teknik Nasional

Published

on

Kota Sorong— Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya secara resmi membuka Kongres ke-5 Forum Dekan Teknik Indonesia (FDTI) yang diselenggarakan di Hotel Vega, Jl. Frans Kaisiepo, Kota Sorong, Kamis (2/10/2025).

Acara bergengsi ini dibuka oleh Wakil Gubernur Papua Barat Daya, Ahmad Nasrau, S.Pd.I, yang hadir mewakili Gubernur Elisa Kambu, S.Sos.

Dalam sambutan Gubernur yang dibacakan oleh Wakil Gubernur, pemerintah menegaskan bahwa pendidikan tinggi di bidang teknik kini menjadi salah satu pilar utama dalam membangun masa depan Indonesia, khususnya menyongsong visi Indonesia Emas 2045.

Papua Barat Daya sebagai provinsi termuda di Indonesia menyatakan komitmennya untuk bersinergi dengan seluruh elemen pendidikan tinggi, terutama bidang teknik, guna mempercepat pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia.

“Peran pendidikan teknik kini sangat krusial. Di tengah perubahan zaman yang begitu cepat, kita dituntut untuk adaptif. Pendidikan tinggi teknik adalah kunci agar kita bisa bersaing di era revolusi industri 4.0 hingga menuju masyarakat digital sepenuhnya,” ujar Ahmad Nasrau dalam sambutannya.

Lebih lanjut, Wakil Gubernur menyoroti pentingnya keberadaan FDTI sebagai wadah strategis untuk menguatkan kolaborasi antara pemerintah dan perguruan tinggi teknik di seluruh Indonesia.

Ia juga menyinggung tantangan besar yang dihadapi generasi sekarang dan pentingnya literasi teknologi bagi generasi muda di Papua Barat Daya.

“Bapak Ibu yang hadir di forum ini adalah pemegang kunci. Masa depan bangsa, dan terutama masa depan daerah seperti Papua Barat Daya, sangat bergantung pada ilmu dan inovasi yang saudara-saudara bawa,” lanjutnya.

Papua Barat Daya, yang resmi berdiri sebagai provinsi ke-38 di Indonesia pada tahun 2022, masih menghadapi tantangan serius dalam aspek infrastruktur dasar.

Gedung pemerintahan seperti kantor gubernur, DPRD, dan MRP belum tersedia secara permanen dan masih menumpang di fasilitas Kota Sorong.

Hal ini menandakan bahwa pembangunan provinsi ini masih berada di fase awal.

“Usia provinsi ini baru tiga tahun masih seperti balita. Tapi semangat kami besar. Maka kami membuka pintu selebar-lebarnya untuk kolaborasi dengan perguruan tinggi, termasuk bidang teknik, demi membangun daerah ini bersama-sama,” tegasnya.

Pemerintah menyampaikan bahwa di era sekarang, kebutuhan terhadap SDM teknik bukan lagi sekadar kebutuhan tambahan, melainkan kebutuhan pokok.

Di tengah transformasi digital dan lompatan teknologi, Papua Barat Daya menargetkan pertumbuhan yang inklusif dengan pendekatan berbasis teknologi dan inovasi.

Kongres FDTI ke-5 ini dihadiri oleh puluhan dekan fakultas teknik dari berbagai universitas di Indonesia.

Tema kolaborasi, inovasi, dan peran pendidikan teknik dalam pembangunan berkelanjutan menjadi fokus utama diskusi dan agenda kongres.

Penutupan sambutan Wakil Gubernur sekaligus menjadi ajakan bagi seluruh insan pendidikan untuk melihat Papua Barat Daya sebagai lahan baru yang subur bagi pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi.

“Kami percaya, kemajuan Papua Barat Daya akan sangat bergantung pada kekuatan ilmu. Dan pendidikan teknik adalah salah satu jalan tercepat untuk menuju ke sana,” pungkasnya.

Kongres FDTI ini diharapkan menjadi momentum penting untuk membangun kolaborasi antara pemerintah daerah dan dunia pendidikan teknik.

Dengan partisipasi aktif dari akademisi, Papua Barat Daya membuka lembaran baru dalam mempersiapkan diri menghadapi tantangan global dan mewujudkan pemerataan pembangunan hingga ke wilayah paling timur Indonesia. (Timo)

Continue Reading

Papua

Raja Ampat Gelar: Dialog Budaya USBA Bangkitkan Suara Leluhur dan Masa Depan SDA

Published

on

Kota Sorong PBD — Di tengah megahnya bentang alam Raja Ampat yang kaya akan keindahan laut dan keanekaragaman hayati, suara masyarakat adat kembali menggema.

Pada Kamis (2/10/2025), sebuah momentum bersejarah tercipta melalui Dialog Kebudayaan Penguatan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang digelar oleh Institut USBA (Uru Sefa Batufani) di Hotel Sahid Mariat, Kota Sorong, Provinsi Papua Barat Daya.

Mewakili Gubernur Papua Barat Daya, Elisa Kambu, S.Sos, Kepala Dinas Sosial dan ESDM, Suroso, SP, MA, secara resmi membuka kegiatan tersebut.

Dalam sambutannya, Suroso menekankan pentingnya memberikan ruang kepada masyarakat adat untuk menentukan arah pembangunan dan pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan di Raja Ampat.

“Kita tidak mendorong satu arah tertentu. Pemerintah hadir sebagai fasilitator, bukan pengendali. Pilihan ada di tangan masyarakat adat, karena mereka yang akan mewarisi tanah dan laut ini 20–30 tahun ke depan,” ujar Suroso.

Dialog ini menjadi ruang strategis bagi pertemuan lintas elemen: masyarakat adat, pemerintah, akademisi, dan LSM.

Tema besar yang diangkat bukan hanya soal pelestarian budaya, tetapi juga soal arah masa depan pengelolaan SDA Raja Ampat antara model ekstraktif yang mengeksploitasi, atau regeneratif yang memulihkan dan menjaga warisan alam serta budaya.

Ketua panitia sekaligus perwakilan Institut USBA, Charles Imbir, dalam sambutannya menekankan posisi penting masyarakat adat yang selama ini kerap terpinggirkan dalam pengambilan kebijakan pembangunan:

“Kami tidak menolak pembangunan, tapi kami ingin posisi masyarakat adat jelas dan didengar. Raja Ampat indah, tapi juga tertekan. Tekanan datang dari kebutuhan pendidikan, kesehatan, hingga masuknya investasi yang seringkali tidak berpihak pada rakyat,” tegas Charles.

Charles juga menyoroti adanya fragmentasi internal di antara masyarakat adat sendiri, yang bisa melemahkan posisi tawar mereka jika tidak segera disatukan dalam semangat musyawarah dan penghargaan terhadap struktur adat masing-masing.

Suroso dalam sambutannya menambahkan bahwa selama ini paradigma pembangunan seringkali mengabaikan aspek partisipasi sejati.

Ia menyampaikan bahwa masa depan Raja Ampat tidak bisa diputuskan sepihak oleh pemerintah atau investor, melainkan harus melalui dialog jujur dan terbuka, seperti yang difasilitasi oleh USBA.

“Dialog ini harus menghasilkan rekomendasi nyata yang bisa kami bawa ke meja kebijakan, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten. Tapi jangan sampai setelah berdialog, kita justru terpecah karena tidak dilandasi rasa memiliki dan keikhlasan,” imbuhnya.

Lebih dari sekadar forum diskusi, kegiatan ini juga menjadi pengingat spiritual dan kultural atas tanggung jawab besar yang diwariskan para leluhur.

Sebuah kutipan pembuka yang menggugah dibacakan dalam forum:

“Di antara desir ombak dan bisikan leluhur, kami mendengar panggilan: jangan biarkan tanah dan lautmu menjadi sunyi. Kami adalah anak-anak USBA, pewaris jejak yang melintasi pulau.”

Dalam konteks Raja Ampat yang saat ini menjadi incaran berbagai kepentingan  dari pariwisata hingga industri ekstraktif seperti pertambangan posisi masyarakat adat menjadi semakin strategis.

Sayangnya, hingga kini banyak keputusan besar diambil tanpa konsultasi atau persetujuan adat yang sah.

Institut USBA melalui kegiatan ini mencoba membangun “pusat pengetahuan” yang berakar pada nilai-nilai lokal dan kearifan tradisional, untuk mendukung lahirnya kebijakan yang adil, inklusif, dan berkelanjutan.

Charles juga menegaskan bahwa sejarah panjang Raja Ampat menunjukkan bahwa orang Papua telah lama hidup dalam semangat persatuan, dan inilah saatnya untuk menghidupkan kembali semangat itu sebagai benteng terakhir melawan kehancuran ekologis dan kultural.

“Kalau suara masyarakat adat tidak diposisikan dengan benar, maka pembangunan hanya akan jadi alat perusak. Kita perlu kolaborasi sejati, bukan hanya slogan,” katanya menutup sesi.

Kegiatan ini menjadi titik awal yang kuat untuk membangun peradaban baru di Raja Ampat — peradaban yang tidak melupakan jejak leluhur, tetapi juga tidak menutup mata terhadap tantangan masa depan.

Dialog kebudayaan ini menjadi peringatan penting bahwa di tengah deru pembangunan, tanah dan laut bukan sekadar sumber daya, tapi warisan hidup yang bernyawa, dijaga oleh masyarakat adat yang selama ini menjadi benteng terakhir penjaga bumi Raja Ampat. (Timo)

Continue Reading

Trending