Connect with us

Jawa Timur

Eksekusi Pembongkaran Puskesmas Banjarejo Setelah Menang Gugatan

Published

on

TULUNGAGUNG,– Pengadilan Negeri Tulungagung melaksanakan eksekusi pembongkaran bangunan Puskesmas Banjarejo, Kecamatan Rejotangan, Tulungagung, pada Rabu, 5 Februari 2024.

Eksekusi ini dilakukan setelah Ny. Kartini dinyatakan menang dalam gugatan perdata terhadap Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung, UPT Puskesmas Banjarejo, dan Kepala Desa Banjarejo.

Proses pembongkaran disaksikan oleh Plt. Kepala Dinas Kesehatan Tulungagung, Ana Septi Sharifah, Kepala Bagian Hukum Setda Kabupaten Tulungagung, Catur Hernono, perwakilan BPKAD, Tim Kuasa Hukum penggugat, Adi Apriliawan, serta Lembaga Swadaya Masyarakat LPK RI.

Pembongkaran ini juga mendapat pengawalan ketat dari Polsek dan Koramil Rejotangan serta jajaran Polres Tulungagung.

Plt. Kepala Dinas Kesehatan Tulungagung, Ana Septi Sharifah menyampaikan bahwa pihaknya telah menyiapkan Puskesmas baru yang sudah beroperasional untuk melayani masyarakat.

Suasana pada saat akan melaksanakan eksekusi pembongkaran Puskesmas Banjarejo, Kecamatan Rejotangan, Tulungagung. Foto;(dok/istimewa).

“Sengketa tanah di atas bangunan Puskesmas Banjarejo ini sudah berlangsung lama, dan kami telah menyiapkan bangunan baru untuk memastikan pelayanan tetap berjalan,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa meskipun eksekusi dilakukan, Pemerintah Daerah telah berupaya mempertahankan aset melalui berbagai tahapan hukum, termasuk kasasi dan banding.

“Kami menghargai proses hukum yang ada dan mengambil hikmah dari situasi ini,” tambahnya.

Material hasil eksekusi akan ditaksir oleh Dinas PUPR Tulungagung untuk menentukan apakah masih layak dinilai sebagai aset.

Ana juga menegaskan bahwa pihaknya telah memetakan aset yang berdiri di atas tanah dengan kepemilikan yang belum jelas dan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mensertipikatkan aset tersebut.

Sementara itu, Adi Apriliawan, kuasa hukum penggugat, menyatakan bahwa tidak ada keberatan dari para tergugat selama proses eksekusi.

“Kami berharap pelaksanaan ini berjalan lancar tanpa masalah,” ungkapnya dengan optimis.

Dengan eksekusi ini, Pemerintah Daerah berkomitmen untuk terus memberikan pelayanan kesehatan yang optimal kepada masyarakat, meskipun harus menghadapi tantangan hukum terkait aset. (DON-red)

Editor; JK

Jawa Timur

Diduga Dekat dengan Pejabat, CV Pendatang Baru Kuasai Proyek Konsultan di Tulungagung

Published

on

TULUNGAGUNG — Aroma ketidakadilan dalam pembagian proyek pemerintah mulai menuai kegelisahan di kalangan pelaku usaha jasa konsultan di Kabupaten Tulungagung.

Di tengah semangat pemerataan pembangunan yang diusung pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, justru muncul indikasi praktik tak sehat yang diduga melibatkan CV.Nida Karya Konsultan, sebuah perusahaan baru yang tiba-tiba mendominasi sejumlah proyek perencanaan.

Sejumlah narasumber menyebutkan adanya dugaan kedekatan antara CV.Nida Karya Konsultan dengan pejabat di lingkungan pemerintah daerah.

Dugaan ini mencuat setelah perusahaan yang baru berdiri beberapa bulan lalu tersebut tercatat memenangkan beberapa paket jasa konsultan melalui mekanisme penunjukan langsung (PL) di berbagai dinas, termasuk PUPR, Pendidikan, Perkim, dan Pertanian.

“Baru berdiri tapi sudah pegang banyak proyek. Sementara kami yang sudah lama di bidang ini, patuh aturan, bayar pajak, dan lengkap perizinan, justru tidak diberi ruang. Ini bukan soal kalah bersaing, ini soal permainan di balik layar,” ujar seorang konsultan lokal yang tidak mau disebut namanya, Selasa (19/8/2025).

Menurutnya, proyek-proyek PL seolah hanya menjadi milik segelintir pihak yang telah “direstui” oleh oknum pejabat, tanpa ada proses seleksi yang adil.

“Kalau lelang terbuka, kami siap bersaing. Tapi kalau PL, biasanya yang muncul hanya beberapa nama, dan pemenangnya bisa ditebak,” imbuhnya.

Tak hanya soal akses, pihaknya juga mempertanyakan latar belakang dan rekam jejak CV.Nida Karya Konsultan yang minim pengalaman namun tetap diloloskan untuk menangani proyek bernilai ratusan juta rupiah.

Mekanisme PL sejatinya ditujukan untuk pekerjaan berskala kecil atau kondisi darurat.

Namun, fakta di lapangan menunjukkan PL kerap dijadikan celah untuk menyelundupkan proyek kepada pihak tertentu dengan proses minim pengawasan.

Desakan agar seluruh proyek dijalankan secara lelang terbuka pun menguat, disertai seruan agar aparat penegak hukum turun tangan mengawasi proses pengadaan di Tulungagung.

“Kalau praktik seperti ini terus dibiarkan, visi pemerintah pusat tentang efisiensi dan pemerataan hanya jadi slogan kosong,” tegasnya.

Menanggapi isu ini, Plt. Kepala Dinas PUPR Tulungagung, Agus Sulistiyono, membantah adanya dominasi oleh satu pihak.

“Itu konsultan, bukan pekerjaan fisik. Semua sudah diproses sesuai aturan,” ujarnya singkat kepada 90detik.com Rabu(20/8).

Namun data dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Tulungagung periode Agustus 2025 justru menunjukkan hal berbeda.

CV.Nida Karya Konsultan tercatat mendapatkan sejumlah paket pekerjaan dari empat dinas berbeda, memperkuat dugaan adanya pola pengondisian proyek secara sistematis.

Kini sorotan tertuju pada transparansi dan integritas sistem pengadaan di Tulungagung.

Masyarakat dan pelaku usaha menuntut keadilan dan kesetaraan akses terhadap proyek-proyek pemerintah, bukan hanya bagi yang dekat dengan kekuasaan.

Hingga berita ini ditayangkan, pihak CV.Nida Karya Konsultan belum memberikan keterangan. (DON/Red)

Editor: Joko Prasetyo

Continue Reading

Jawa Timur

Format Blitar Klarifikasi Isu Pajak, Siapkan RT/RW Jadi Garda Terdepan Informasi

Published

on

BLITAR, – Forum Masyarakat RT dan RW (Format) Kabupaten Blitar menggelar audiensi dengan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Blitar, Selasa (19/8).

Pertemuan yang bertempat di ruang rapat Bapenda ini bertujuan untuk mengklarifikasi isu kenaikan pajak yang beredar sekaligus memperkuat sinergi antara pemerintah daerah dan masyarakat.

Isu kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 300 persen sempat beredar dan meresahkan warga. Keresahan ini berimbas kepada para ketua RT dan RW yang menjadi sasaran pertanyaan warga.

Ketua Format, Swantantio Hani Irawan atau Tiok, mengungkapkan bahwa setelah audiensi, terbukti isu kenaikan fantastis tersebut tidak benar.

“Setelah diklarifikasi, kenaikan PBB hanya 1,48 persen. Angka besar 35–40 persen hanya terjadi pada kasus khusus, seperti perubahan data dari tanah kosong menjadi tanah dengan bangunan, atau karena pencanggihan data,” tegas Tiok.

Menurutnya, klarifikasi ini penting karena RT dan RW berada di garda terdepan dalam memberikan jawaban kepada masyarakat.

“Kami yang berhadapan langsung dengan warga tahu kondisi lapangan. Kalau dilibatkan dalam kajian, margin kesalahan bisa ditekan,”tambahnya.

Dalam audiensi tersebut, Format juga mengusulkan agar RT dan RW dilibatkan dalam proses penentuan kebijakan, terutama terkait Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

Selama ini penentuan NJOP dilakukan melalui appraisal pihak ketiga yang sering kali hanya berdasar data makro.

“Kami di RT/RW yang paham detail geografis dan kondisi sosial ekonomi tidak pernah dilibatkan. Keterlibatan kami bisa memperkecil margin error,” jelasnya.

Selain pelibatan dalam kebijakan, Format mendorong adanya sosialisasi berkala dan bimbingan teknis (bimtek) dari Bapenda.

Hal ini penting agar peran RT dan RW semakin maksimal sebagaimana diamanatkan dalam Permendagri Nomor 18 Tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa.

Terpisah, Kepala Bapenda Kabupaten Blitar, Asmaningayu Dewi, menyambut baik langkah Format.

“RT dan RW adalah ujung tombak komunikasi. Dengan adanya Format, informasi bisa lebih cepat tersampaikan secara benar dan kondusif,” katanya.

Ia menegaskan, Bapenda selalu terbuka terhadap masukan maupun keberatan terkait pajak daerah.

Menurutnya, ada sejumlah mekanisme resmi yang bisa ditempuh, seperti pengajuan pengurangan, keberatan, hingga pembetulan data.

Audiensi ini menghasilkan kesepahaman untuk membangun komunikasi yang lebih terbuka.

Format yang menaungi para ketua RT dan RW se-Kabupaten Blitar diharapkan bisa berperan sebagai penopang aspirasi sekaligus saluran informasi resmi pemerintah ke masyarakat.

“Kami ingin Format benar-benar bisa menjalankan fungsi jembatan komunikasi. Jangan sampai RT dan RW hanya jadi penanggung pertanyaan warga tanpa akses informasi yang memadai,” tutupnya. (JK/Red)

Continue Reading

Jawa Timur

Pemerintah atau Parade Borjuis? Jalan Rusak Diabaikan, Pengadaan Mobil Mewah Pejabat Diprioritaskan

Published

on

TULUNGAGUNG – Ironi APBD 2025 gengsi pejabat didahulukan, kebutuhan publik diabaikan. Kontras antara nasib rakyat dan perilaku pejabat kian mencolok di Kabupaten Tulungagung.

Saat warga mengeluhkan jalan berlubang, becek, dan tak kunjung diperbaiki, pemerintah daerah justru jor-joran membeli kendaraan dinas mewah senilai miliaran rupiah.

Tahun anggaran 2025 seolah dibuka dengan ironi, gengsi pejabat lebih diutamakan ketimbang kebutuhan dasar publik.

Data Pengadaan: Mobil Dinas Kelas Sultan.

Berdasarkan dokumen anggaran resmi, inilah rincian belanja kendaraan dinas Pemkab Tulungagung tahun 2025:

Kendaraan dinas operasional/jabatan 2500cc: Rp1,277 miliar.

Kendaraan pejabat eselon II: Rp472,4 juta.

Kendaraan pejabat eselon I/kepala daerah/DPRD: Rp702,9 juta.

Kendaraan dinas perorangan MPV 2500cc: Rp1,906 miliar.

Kendaraan dinas perorangan SUV 2200cc: Rp1,332 miliar.

Total belanja fantastis ini memunculkan pertanyaan: siapa sebenarnya yang akan menikmati fasilitas supermewah tersebut?

Apakah “big boss” pemerintahan yang akan duduk nyaman di balik kemudi mobil baru, sementara rakyat dipaksa berdamai dengan jalanan berlubang?

Warga Geram: Jalan Dulu, Bukan Mobil

Sahrul, Sekretaris Perkumpulan Komunitas Tulungagung Peduli (PKTP), menegaskan bahwa pengadaan mobil dinas jelas melukai rasa keadilan publik.

“Saya sebagai masyarakat kurang setuju. Infrastruktur seperti jalan rusak bolong-bolong lebih baik diperbaiki dan diprioritaskan dulu. Kendaraan mewah hanya dinikmati segelintir pejabat, sedangkan jalan adalah kebutuhan publik,” ujarnya.

Kecaman juga datang dari kalangan aktivis. Totok, dari LSM Cakra, menyebut praktik belanja mobil dinas mewah ini sebagai bentuk tirani gaya baru.

“Kekuasaan tanpa moral adalah tirani. Dan tirani hari ini bukan lagi berbentuk senjata, tapi pengadaan barang mewah yang menafikan jeritan rakyat kecil,” tegasnya.

Menurutnya, pemerintah seharusnya membangun legitimasi dengan cara menghormati rakyat terlebih dahulu, bukan justru menari di atas penderitaan dengan kendaraan dinas berplat merah.

Ironi lainnya, suara mahasiswa yang biasanya lantang justru nyaris tak terdengar. Publik pun bertanya, apakah idealisme akademik kini meredup oleh formalitas seremonial?

“Mosok iki bentuk pemerintahan?” celetuk seorang warga di media sosial, menyindir gaya hidup borjuis para pejabat.

Di tengah jalan rusak yang menanti perbaikan, publik kini menunggu jawaban, apakah pengadaan kendaraan miliaran rupiah ini benar-benar kebutuhan, atau sekadar memuaskan selera borjuis penguasa?

Jika pemerintah terus bergeming, tak heran kepercayaan rakyat makin tergerus oleh tirani plat merah yang semakin vulgar.(DON/Red)

Editor: Joko Prasetyo

Continue Reading

Trending