Investigasi
Hidran Tak Fungsi, Sinergi Mandek: Ancaman Kebakaran Mengintai Pasar Rakyat Tulungagung

TULUNGAGUNG – Keprihatinan mendalam menyelimuti pasar rakyat Tulungagung, di tengah sorotan tajam mengenai kondisi keamanan yang memprihatinkan.
Sebelumnya, pemberitaan 90detik.com mengungkapkan bahwa hidran dan alat pemadam kebakaran (APAR) di lokasi tersebut diduga sudah tidak berfungsi.
Hartono, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Tulungagung, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah melakukan identifikasi dan evaluasi terhadap keberadaan alat pemadam kebakaran.
“Disperindag telah melakukan identifikasi dan evaluasi keberadaan alat pemadam tersebut, baik alat pemadam api ringan maupun hidran,” ujarnya.
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa hampir semua pasar telah dilengkapi dengan alat pemadam api ringan.
Namun, Hartono mengakui masih ada pasar yang kekurangan jumlah alat pemadam.
“Pasar yang belum ada atau kurang jumlah alat pemadam tentunya ke depan diusulkan supaya ada pengadaan atau penambahan, sedangkan yang sudah ada harus dimaksimalkan pemeliharaannya,” terangnya.
Dalam situasi darurat seperti kebakaran, keberadaan sarana pemadam sangat krusial untuk mempercepat penanganan bencana yang bisa mengancam keselamatan masyarakat dan aset.
Hartono pun menghargai masukan ini sebagai bahan evaluasi ke depan.
“Terima kasih atas masukannya dan menjadi bahan evaluasi kami ke depan, guna memberikan pelayanan dan rasa nyaman kepada masyarakat,” tambahnya.
Menanggapi hal ini, Ketua PSM Tugu Lawang Nusantara, Oky Anggoro, menyayangkan kurangnya kolaborasi antar Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
“Sangat disayangkan, Damkar terkesan lempar tanggung jawab,” tegasnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa banyak hidran yang diduga tidak berfungsi dengan baik.
“Jika Damkar memang mengalami kekurangan tenaga, pihaknya harus segera mengambil langkah dan solusi yang tepat. Kurangnya pemeliharaan rutin pada hidran dapat menyebabkan kerusakan, kebocoran, atau penyumbatan, yang berpotensi menimbulkan masalah saat dibutuhkan”, ungkapnya, Minggu(13/4).
Sementara itu, masyarakat di pasar sering kali tidak menyadari pentingnya keberadaan hidran, sehingga mereka tidak menjaga dan melaporkan kerusakan.
“Banyak dugaan kasus yang menunjukkan bahwa hidran tidak didukung dengan alat pemadam api yang memadai, yang mengakibatkan respon yang lambat dalam memadamkan kebakaran,” ujarnya.
Tak hanya itu, ia juga menekankan bahwa kolaborasi yang minim antara Damkar dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) dalam penanganan keselamatan kebakaran perlu ditingkatkan.
Kerjasama binaan sangat penting untuk meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat.
“Kita harus bersatu dalam mengedukasi masyarakat, memperbaiki infrastruktur, dan menetapkan standar operasional yang jelas demi keselamatan publik,” pungkasnya. (DON-red)
Editor: Joko Prasetyo
Investigasi
Menjelang Aksi Damai 11 September, Muncul Akun Palsu Penyebar Hoaks dan Provokasi

TULUNGAGUNG — Menjelang aksi damai yang dijadwalkan berlangsung pada 11 September 2025, publik diresahkan oleh munculnya akun-akun palsu di media sosial yang berusaha menggembosi gerakan tersebut.
Tindakan provokatif dilakukan dengan mencuri potongan video, menyebar konten hoaks, dan menyulut opini negatif di ruang digital.
Salah satu unggahan yang mendapat sorotan tajam berasal dari akun fanspage Facebook bernama “Polisi Kita”.
Pada tanggal 5 September 2025, akun ini teridentifikasi melakukan kamuflase dengan menyamar sebagai pengguna bernama “Wong Feihung”, lalu mengunggah video yang dimanipulasi untuk menyerang dan memprovokasi masyarakat yang hendak mengikuti aksi damai.
Tindakan ini dinilai bukan hanya mencederai kebebasan berekspresi, namun juga membahayakan stabilitas sosial menjelang aksi yang dijanjikan berlangsung tertib dan damai.
Mohammad Ababililmujaddidyn, S.Sy., M.H., C.L.A, Penasehat Hukum Pejuang Gayatri, menanggapi serius insiden ini. Ia menegaskan bahwa kepolisian wajib turun tangan untuk mengusut motif dan identitas di balik akun tersebut.
“Jika kami sampai terprovokasi, maka Polres Tulungagung wajib mencari dan mengungkap provokator yang menggunakan nama fanspage ‘Polisi Kita’. Jangan biarkan fitnah digital merusak kepercayaan publik terhadap aksi damai ini,” tegasnya, kepada 90detik.com Minggu(7/9).
Ia juga memperingatkan bahwa jika tindakan-tindakan manipulatif seperti ini terus dibiarkan, masyarakat bisa terpancing dan potensi gesekan sosial menjadi nyata.
“Jika Anda (pelaku) dengan sengaja memancing kemarahan masyarakat melalui cara-cara murahan seperti ini, jangan salahkan kami jika akhirnya kami benar-benar terpancing. Karena sumber kerusuhan itu jelas: ‘Polisi Kita’ biang keroknya’,” tambah Ahmad Dardiri salah satu Korlap Pejuang Gayatri.
Aksi damai 11 September sendiri direncanakan sebagai bentuk aspirasi masyarakat sipil atas sejumlah isu strategis yang berkembang di Tulungagung dan sekitarnya.
Namun, upaya-upaya provokasi digital yang menyerang secara personal maupun kolektif bisa merusak citra dan tujuan dari aksi tersebut.
Pihak berwenang diharapkan bertindak cepat untuk menyelidiki akun-akun palsu dan menyaring konten hoaks yang telah menyebar, agar tidak terjadi kegaduhan yang lebih besar di tengah masyarakat. (DON/Red)
Investigasi
Dugaan Jual Beli Seragam dan Pungli di SMAN 1 Gondang, Dindik Jatim Akan Turun Tangan

TULUNGAGUNG — Dugaan praktik pungutan liar (pungli) di SMAN 1 Gondang, Kabupaten Tulungagung, menuai kecaman keras. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Garda Masyarakat Peduli Negeri (GMPN) mendesak aparat penegak hukum dan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur untuk segera mengambil langkah tegas.
Ketua GMPN, Wahyudi, menegaskan bahwa praktik pungutan yang dibungkus istilah “sumbangan” atau “iuran komite” namun bersifat wajib tetap masuk kategori pungli.
“Sekolah yang terbukti melakukan pungli harus ditindak. Kalau perlu, kepala sekolahnya dicopot agar tidak menjadi budaya yang mencoreng dunia pendidikan,” ujarnya tegas, pada Sabtu (30/8).
Desakan ini muncul setelah sejumlah wali murid melaporkan adanya kewajiban iuran bulanan Rp120 ribu serta dugaan penjualan seragam yang dilakukan langsung oleh pihak sekolah.
Padahal, Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah melarang keras pungli dan praktik jual beli seragam di sekolah negeri demi menjamin akses pendidikan yang setara dan gratis.
Merespons aduan yang disertai adanya bukti pembayaran, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, Aris Agung Paewai, memastikan pihaknya akan turun tangan.
“Ya, nanti tim kami akan cek langsung,” ujarnya singkat saat dikonfirmasi 90detik.com pada Sabtu (30/8).
Publik kini menanti tindak lanjut nyata dari Dinas Pendidikan dan aparat penegak hukum (APH).
Mereka berharap investigasi ini tidak hanya berakhir sebagai formalitas.
Tetapi benar-benar membawa keadilan bagi wali murid dan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan. (DON/Red)
Editor: Joko Prasetyo
Investigasi
Gaji Bulanan untuk Sekolah Negeri? Pungli Rp120 Ribu/Bulan Membelenggu Orang Tua di SMAN 1 Gondang

TULUNGAGUNG— Janji pendidikan gratis di Jawa Timur kembali diuji. SMAN 1 Gondang, Tulungagung, menjadi sorotan setelah menerapkan iuran bulanan sebesar Rp120 ribu yang diwajibkan kepada seluruh orang tua murid baru kelas 10. Praktik ini dinilai sebagai dugaan pungutan liar (pungli) yang dibungkus dalam retorika “sumbangan”.
Keluhan bermula dari pengaduan sejumlah orang tua, salah satunya berinisial KYT.
Ia menyatakan kekecewaannya karena harus membayar iuran tersebut setiap bulan tanpa bisa menolak.
“Ini hampir keluhan semua wali murid baru. Katanya sekolah gratis, tapi kenapa justru setiap bulannya kami ditarik Rp120 ribu? Dan itu sifatnya wajib, bukan sukarela,” ujar HR kepada media, Sabtu (30/8).
Fakta ini terasa ironis mengingat status SMA Negeri berada di bawah kewenangan langsung Pemerintah Provinsi Jawa Timur, yang seharusnya membebaskan peserta didik dari segala bentuk biaya, kecuali yang telah diatur secara sah melalui komite sekolah dan mengikuti prosedur yang transparan.
Praktik ini jelas bertentangan dengan surat edaran dan himbauan tegas Dinas Pendidikan Provinsi Jatim yang melarang segala bentuk pungli dan penahanan ijazah.
Namun, kontrol di lapangan dinilai masih lemah, membuat orang tua berada dalam posisi tidak berdaya menghadapi tekanan terselubung dari sekolah.
Terpisah, Wahyudi, Ketua LSM Garda Masyarakat Peduli Negeri (GMPN), menegaskan bahwa pola pungutan seperti ini adalah bentuk pelanggaran serius.
“Ketika sumbangan dikemas sebagai kewajiban, itu tetap pungli. Jika sampai ada perlakuan berbeda bagi siswa yang tidak bayar, maka itu sudah masuk intimidasi lembut dan mencederai keadilan sosial,” tegasnya.
Masyarakat kini menunggu langkah konkret dan penindakan tegas dari Dinas Pendidikan Provinsi Jatim.
Tanpa itu, janji “pendidikan gratis” hanya akan menjadi slogan kosong yang memperlebar ketimpangan.
Hingga berita ini dipublikasikan, pihak Kepala SMAN 1 Gondang dan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Cabang Tulungagung dan Trenggalek belum dapat dimintai konfirmasi. (DON/Red)
Editor: Joko Prasetyo
- Nasional1 minggu ago
Pejuang Gayatri Buka Donasi Aksi: Masyarakat Bersatu Melawan Kebijakan Pemerintah Miring
- Nasional2 minggu ago
Demonstrasi 4/9 di Tulungagung, Ketua Almasta Tegaskan Bukan Inspirator Aksi
- Nasional2 minggu ago
Spanduk “Aksi Selasa Rakyat”: Suara Diam yang Menggemuruh di Tulungagung
- Jawa Timur3 hari ago
Usai Gelar Aksi Damai, Pejuang Gayatri: Sisa Donasi untuk Aksi Jilid II
- Investigasi2 minggu ago
Gaji Bulanan untuk Sekolah Negeri? Pungli Rp120 Ribu/Bulan Membelenggu Orang Tua di SMAN 1 Gondang
- Hukum Kriminal2 minggu ago
143 Pelaku Diamankan, Kapolres Blitar Kota Tegaskan Kerusuhan Malam Sabtu Bukan Demonstrasi
- Nasional4 hari ago
Ratusan Massa Gerakan Pejuang Gayatri Gelar Aksi di DPRD Tulungagung, Soroti 20 Tuntutan Rakyat
- Investigasi2 minggu ago
Dugaan Jual Beli Seragam dan Pungli di SMAN 1 Gondang, Dindik Jatim Akan Turun Tangan