Nasional
Tolak Permintaan Pemkab Serahkan Dokumen Tuntutan dan Bakal Ada Aksi Unjuk Rasa Jilid 2

TULUNGAGUNG, 90detik.com- Aliansi Masyarakat Tulungagung (Almasta) menghadiri undangan yang diinisiasi oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tulungagung. Bertempat di Pendopo Kongas Arum Kusumaning Bangsa Tulungagung, pada Rabu (29/05).
Dalam pertemuan tersebut, Pemkab Tulungagung meminta dokumen tuntutan dan pembacaan tuntutan Almasta.
Namun, Almasta menolak secara tegas akan hal itu. Karena secara langsung oleh Almasta surat tuntutan tersebut sudah diantarkan ke Kemendagri RI pada (27/05) lalu.
Hal ini, disampaikan oleh Arsoni selaku salah satu koordinator dan perwakilan Almasta usai bertemu dan memenuhi undangan.
Pihaknya menegaskan tidak akan menyerahkan dokumen karena sebelumnya sudah diantarkan ke Kemendagri. Menurutnya, hal tersebut termasuk hal yang aneh, untuk tuntutan waktu aksi tidak ada satupun pejabat yang menemui. Dan undangan ini juga pembahasannya juga tidak jelas substansinya.
“Kami menghormati undangan dari pihak pemerintah Kabupaten Tulungagung, jadi kalau kita diundang ya kita harus hadir karena undangan itupun juga resmi. Dan kami menolak permintaan dari pemerintah daerah untuk menyerahkan dokumen tuntutan kami, ” tegasnya.
Arsoni juga menyampaikan masyarakat Tulungagung masih memperhatikan perkembangan terkait aksi turun jalan yang dilakukan Almasta.
”Untuk turun aksi lagi dengan massa yang lebih banyak lagi, kami menantikan respons dari pihak terkait serta bagaimana solusi yang akan ditempuh ke depan terkait tuntutan Almasta,” tukasnya.

Anwar Munawar bersama Korlap Almasta, menyampaikan keterangan pers,(doc/red)
Senada dengan Arsoni, Anwar Munawar juga mengatakan mengenai penolakan pembacaan tuntutan dan menyerahkan dokumen karena sudah menjadi kesepakatan bersama Almasta.
Selain itu, pihaknya juga tegaskan bahwasannya ini adalah marwah dari lembaga untuk mengkritisi kebijakan pemerintah.
”Apa yang kami lakukan ini, tujuannya untuk menjadikan Tulungagung menjadi lebih baik, agar masyarakat tidak menyalahartikan. Mengenai aksi unjuk rasa jilid 2, kami juga masih menunggu surat balasan dari Kemendagri,” katanya.

Suasana pertemuan di Pendopo Kabupaten Tulungagung, (doc/red).
Sementara itu, Pj Bupati Tulungagung, Heru Suseno, usai berdialog dengan pihak Almasta, menyampaikan bahwa sebagai upaya menjalin komunikasi dengan Almasta.
Selain itu, ia menerangkan saat Almasta melakukan aksi unjuk rasa dan ingin bertemu dengannya belum bisa untuk dipenuhi karena ada kesibukan.
“Jadi undangan ini sebagai bentuk respon terhadap rekan – rekan Almasta yang saat itu menggelar aksi, pada hari itu memang saya ada kesibukan sehingga tidak bisa ketemu. Akan tetapi hari ini memenuhi permintaan teman – teman untuk ketemu dan silaturahim,” ujarnya.
Heru Suseno, menambahkan mengenai adanya tuntutan pada dirinya untuk mundur dari jabatannya saat ini, merupakan kewenangan Kemendagri untuk menilai kinerjanya.
”Saya harap ada dialog yang di inginkan teman – teman itu apa karena tuntutannya kok begitu, dan itu-itu saja. Kalau urusan mundur itu, saya tidak bisa mengundurkan diri. Karena kewenangan ada di Kementrian Dalam Negeri (Mendagri) dan nanti terserah Mendagri menilai kinerja saya seperti apa,” jelasnya.
Disinggung, adanya kemungkinan aksi unjuk rasa yang ke dua oleh Almasta, ia menyatakan tidak mau berspekulasi mengenai hal tersebut.
“Saya tidak mau berandai – andai dulu, yang jelas saya ikuti apa yang dilaporkan teman – teman nanti kan mesti ada usulan dari Kemendagri,” pungkasnya. (Red/DON)
Editor: JK
Jawa Timur
DPUPR Kabupaten Blitar Siapkan Perbaikan Darurat untuk Jalan Rusak di Jambewangi

BLITAR – Kondisi jalan rusak parah sepanjang 1,2 kilometer yang berlarut-larut, warga Desa Jambewangi, Kecamatan Selopuro, Kabupaten Blitar, melakukan aksi protes unik.
Mereka menanam pohon pisang di tengah-tengah jalan yang berlubang sebagai sindiran keras kepada pihak berwenang.
Aksi ini viral di media sosial, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Blitar mengambil langkah cepat dengan terjun langsung ke lokasi yang ditanami pisang.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Bidang Bina Marga DPUPR Kabupaten Blitar, Hamdan Zulfikri Kurniawan, membenarkan adanya keluhan dari warga. Ia menjelaskan bahwa timnya telah turun ke lokasi untuk melakukan pemeriksaan langsung.
“Tim kita tadi langsung ke lokasi. Untuk ruas tersebut sebenarnya sudah ada alokasi anggaran hotmix tahun 2025 ini. Tapi memang untuk saat ini belum terlaksana dan masih proses persiapan,” jelas Hamdan ketika dikonfirmasi, pada Rabu (25/8) saat dihubungi melalui pesan singkat berjejaring.
Ia menegaskan sebagai langkah cepat, sambil menunggu pengerjaan hotmix, pihaknya akan melakukan penanganan sementara.
“Kita sudah koordinasi dengan perangkat desa setempat, untuk penanganan kita laksanakan URC dahulu dalam waktu dekat menunggu estimasi kerusakan dan jadwal tim URC,” imbuhnya.
Hamdan memaparkan bahwa kerusakan yang terjadi cukup signifikan. Kerusakan jalan kurang lebih 1,2 Km. Ujung dan pangkal ruas sudah hotmix. Dan memang sepanjang 1,2 Km existingnya masih lapen,(lapisanpenetrasi/makadam, red.).
Pihaknya, juga memohon pengertian dan kesabaran warga, sambil memastikan bahwa perbaikan darurat akan segera dilaksanakan.
“Kami mohon warga mengerti, dan untuk memperbaiki kondisi jalan dan mengamankan lalu lintas di wilayah tersebut sebelum pengerjaan hotmix secara keseluruhan pada tahun anggaran 2025,“ pungkasnya.(JK/Red)
Jawa Timur
GPI Desak DPRD dan Pemkab Blitar: Sahkan PAK dan Segera Mutasi Pejabat!

BLITAR – Suhu politik di Kabupaten Blitar memanas. Ratusan massa Gerakan Pembaharuan Indonesia (GPI), pada Senin (25/8), menggeruduk kantor DPRD dan kantor Bupati Blitar.
Mereka menuntut percepatan pengesahan Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) 2025 serta mendesak mutasi pejabat ASN yang dinilai menghambat jalannya birokrasi.
Dipimpin Jaka Prasetya, massa GPI menilai keterlambatan serapan APBD dan mandeknya pembahasan PAK 2025 telah membuat pelayanan publik terhambat dan pembangunan tak berjalan maksimal.
Mereka menuding DPRD dan Pemkab Blitar lebih mementingkan tarik-menarik kepentingan politik daripada kepentingan rakyat.
“Ini bukan hanya soal anggaran, ini soal kepercayaan publik. Kalau DPRD dan Bupati tak mampu bekerja untuk rakyat, lebih baik mundur,” tegas Jaka dalam orasinya.
Aksi sempat memanas saat massa kecewa karena tak ditemui Fraksi Gerindra di gedung DPRD. Mereka melakukan sweeping ke sejumlah ruangan.
Sejumlah fraksi, termasuk PDIP, NasDem, PKB, dan Golkar, akhirnya menemui massa dan menyatakan mendukung percepatan pengesahan PAK. Tak lama kemudian, anggota Fraksi Gerindra Sarwi juga hadir dan mengaku setuju, meski keputusan final menunggu instruksi pimpinan fraksi.
Tak berhenti di DPRD, massa GPI kemudian melanjutkan aksi ke kantor Bupati Blitar di Kanigoro.
Mereka menyampaikan desakan serupa, menekankan bahwa lambannya proses birokrasi dan minimnya evaluasi kinerja pejabat menjadi penghambat utama pembangunan daerah.
Perwakilan massa diterima sejumlah kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD), termasuk Kepala BKPSDM Kabupaten Blitar, Budi Hartawan.
Ia berjanji menampung seluruh aspirasi yang disampaikan dan melaporkannya langsung kepada Bupati. Mengenai tuntutan dari masa terkait mutasi pejabat bahwa proses telah dinyatakan selesai.
“Kami menghargai aspirasi masyarakat ini dan akan menyampaikannya kepada Bupati sebagai bahan evaluasi,” ujar Budi dihadapan masa aksi.
GPI menegaskan, aksi kali ini baru langkah awal. Mereka berencana mendirikan Posko Kerakyatan di depan kantor DPRD pada 29 Agustus mendatang untuk mengawal proses pengesahan PAK 2025 dan menekan percepatan mutasi pejabat.
“Kalau desakan ini masih diabaikan, kami akan kembali dengan massa yang lebih besar,” tegas Jaka.(JK/Red)
Nasional
Isu Pembubaran DPR Mencuat, Fredi Ulemlem: Itu Alarm Kemarahan Rakyat

Jakarta,— Isu pembubaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali mencuat ke permukaan, didorong oleh gelombang kekecewaan rakyat terhadap kinerja wakil-wakilnya.
Mulai dari gaji dan tunjangan yang dinilai tak sebanding dengan kinerja, kontroversi kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat, hingga dugaan korupsi dan gaya hidup mewah anggota dewan, kepercayaan publik terhadap DPR semakin tergerus.
Namun secara konstitusional, pembubaran DPR adalah langkah yang mustahil dilakukan.
Pasal 7C Undang-Undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan:
Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat. Artinya, baik presiden maupun lembaga manapun tidak memiliki kewenangan untuk membubarkan DPR.
Aktivis kebangsaan, Fredi Moses Ulemlem, menilai desakan pembubaran DPR merupakan bentuk ekspresi kemarahan rakyat yang telah lama terpendam.
“Rakyat sudah lama dikecewakan. Bayangkan, ketika harga pangan naik dan rakyat menderita, anggota DPR justru berjoget di tengah sidang. Itu bukan sekadar insiden kecil, tapi luka batin rakyat,” ujar Fredi dalam keterangannya, Senin(25/8).
“Namun, perlu dicatat, konstitusi kita tidak memberi ruang bagi pembubaran DPR. Jalan keluarnya adalah DPR harus berbenah, bukan bubar”, imbuhnya.
Fredi juga menyoroti lemahnya komitmen DPR terhadap transparansi dan akuntabilitas.
Ia menyebut bahwa LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) dan KIP (Keterbukaan Informasi Publik) seharusnya menjadi standar utama bagi para anggota dewan.
“Kalau DPR ingin dipercaya kembali, pertama mereka harus jujur dalam melaporkan harta kekayaan. Banyak rakyat kecewa melihat kekayaan fantastis anggota DPR yang tak sesuai dengan realitas rakyat kecil,” tegasnya.
“Kedua, jalankan keterbukaan informasi publik secara nyata. Rakyat berhak tahu ke mana uang pajak mereka dibelanjakan. Tanpa transparansi, DPR hanya akan semakin menjauh dari rakyat”, tambahnya.
Menurutnya, keterbukaan adalah langkah konkret untuk menunjukkan keberpihakan kepada rakyat.
“Demokrasi itu bukan panggung pertunjukan, tapi bentuk pertanggungjawaban. Bung Karno sudah bilang, kedaulatan rakyat jangan cuma tertulis di atas kertas, tapi harus hidup dalam tindakan. DPR wajib membuktikan itu”, terangnya.
Fredi menilai desakan pembubaran DPR harus dibaca sebagai peringatan serius, bukan hanya slogan kosong.
“DPR hanya bisa memulihkan wibawa dengan hidup sederhana, bersikap transparan, dan berpihak pada rakyat kecil. Selama DPR sibuk dengan kepentingan elit, rakyat akan terus merasa dikhianati. Tapi kalau DPR berani membuka diri, mulai dari LHKPN yang jujur hingga pelaksanaan KIP yang nyata, itu bisa jadi titik balik”, ujarnya.
Fredi menutup pernyataannya dengan mengingatkan bahwa eksistensi DPR bergantung pada kepercayaan rakyat.
“Ingat, DPR ada karena rakyat, bukan sebaliknya. Kalau kepercayaan itu hilang, meski secara hukum tak bisa dibubarkan, DPR secara moral sudah kehilangan legitimasinya”, pungkasnya. (By/Red)
- Jawa Timur6 hari ago
Pemerintah atau Parade Borjuis? Jalan Rusak Diabaikan, Pengadaan Mobil Mewah Pejabat Diprioritaskan
- Nasional6 hari ago
Gugat Tanah Adat, Warga Geruduk DPRD Tulungagung: Proyek Pemakaman Elite Diduga Ilegal
- Budaya2 minggu ago
Marching Band Mustika Nada SDN 2 Karangrejo Kampak Trenggalek Bikin Heboh, Lantunkan Lagu “Cinderella”
- Investigasi2 minggu ago
Skandal Pungli di Kawasan Pinka, Sedot Darah PKL, Diduga Libatkan Oknum Preman dan Pengurus Lama
- Investigasi2 minggu ago
Jalan Rusak di Tulungagung, Warga “Sulap” Jalan Menjadi Kebun Pisang
- Jawa Timur2 minggu ago
Rapat Paripurna DPRD Blitar Gagal Gara-Gara Tak Kuorum, LSM LASKAR: Memalukan dan Rakyat Jadi Korban
- Jawa Timur5 hari ago
Diduga Dekat dengan Pejabat, CV Pendatang Baru Kuasai Proyek Konsultan di Tulungagung
- Nasional2 minggu ago
Media Sosial Ubah Wajah Dakwah, Wakil Ketua LD PWNU Jatim: Mereka Merupakan Pahlawan di Era Digital