Menu

Mode Gelap
Beri Apresiasi, Pemkot Blitar Gelar Undian PBB-P2 Tahun 2023 Tingkatkan Kerjasama Pendidikan Indonesia dan Jerman, Pengasuh Pondok Pesantren Al Azhaar Tulungagung Berkunjung ke Jerman Pelaku Pencurian Mobil Berhasil Diringkus Polisi, Ini Modusnya… Rakorbin SSDM Polri, Biro SDM Polda Jatim Gelar Bakti Sosial dan Kesehatan Gratis

Jawa Timur · 26 Mei 2024 WIB ·

Gelar ‘Nderes Budaya’, LESBUMI Tulungagung Pentingnya Miliki Dasar Keilmuan 


 Gelar ‘Nderes Budaya’, LESBUMI Tulungagung Pentingnya Miliki Dasar Keilmuan  Perbesar

TULUNGAGUNG, 90detik.com- Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (LESBUMI) Tulungagung, melaksanakan kegiatan saresehan, mengenai fenomena di media sosial terkait efek yang ditimbulkan terkait pro kontra nasab. Bertempat di Pondok Pesantren Nurussalam, Desa Sambijajar, Kecamatan Sumbergempol, pada Sabtu (25/05).

Kegiatan yang dilandasi rasa keprihatinan ini, dengan mengambil tema “Membangun Keberislaman Dalam Bingkai Sejarah Dan Budaya Nusantara”.

Kegiatan tersebut turut dihadiri 150 peserta terdiri dari beberapa perwakilan baik dari Pengurus MWC NU se Tulungagung, pengurus LESBUMI Tingkat MWC NU se Tulungagung, pemerhati sejarah serta budayawan. Juga dari beberapa masyarakat umum yang memang sangat mempunyai perhatian khusus terhadap fenomena tersebut.

Sesi foto bersama pemateri bersama peserta.(doc/CM)

Kegiatan kajian ini menghadirkan narasumber yang memiliki kompetensi dalam memberikan pemaparan, mengenai permasalahan yang saat ini ramai menjadi perbincangan masyarakat.

Diantaranya Kyai Dafid Fuadi selaku Ketua Aswaja Center Pengurus Wilayah Nahdhotul ‘Ulama (PWNU) Jawa Timur dan KRT. KH. Nur Ihya’ Salafi Hadinegoro, peneliti manuskrip/kitab sejarah.

Arif Jauhari, S.H, Ketua LESBUMI Tulungagung, dalam sambutannya menyampaikan, kegiatan Nderes Budaya, bahwa kajian bukan membahas tentang polemik dan kontroversi nasab akan tetapi kajian ilmiah mengenai efek sosial budaya yang diakibatkan dari polemik tersebut. Dalam perspektif sejarah yang dikaji dengan akhlaqul karimah dan tetap menjaga marwah NU.

Dijelaskannya, dalam pembahasan kajian diantaranya tentang munculnya sejarah NU versi baru.

”Juga mengenai makam-makam baik kuno maupun baru yang tiba-tiba ada serta dinisbatkan kepada seseorang yang secara data tidak ditemukan ketersambungan dengan shobihul makam. Serta mengenai silsilah tokoh sejarah Islam mulai era walisongo sampai masa Mataram Islam yang tiba-tiba muncul,” ujarnya.

Arif Jauhari, juga menyatakan itu semua merupakan domain dari LESBUMI yang memang merupakan lembaga di bawah naungan NU yang bergerak di bidang seni, budaya serta sejarah.

Sementara itu, Gus Dafid (panggilan akrab Kyai Dafid Fuadi) sebagai narasumber utama dalam kajian ini juga menyampaikan hal menarik tentang bahasan qoul (perkataan) yang dinisbatkan pada habaib yang perlu ditinjau dari sisi kevalidannya dan juga penerapannya, yang dinilai kurang pas.

”Diantaranya mengenai ungkapan dimana habib bodoh lebih mulia dibandingkan 70 (tujuh puluh) ulama’ yang bukan habaib. Karena kajian ilmiah tentu dibutuhkan refrensi yang mu’tabar,”ujarnya.

Kyai Dafid yang memiliki kepakaran didalamnya, menjelaskan pengertian tersebut perlu untuk diurai dan dibandingkan.

”Berdasarkan beberapa kitab baik yang dikarang oleh ulama dari golongan habaib dan ulama yang bukan,” imbuhnya.

Lebih lanjut,  masih Kyai Dafid mengatakan amalan rotibul haddad yang banyak orang menilai Habib Abdulloh Bin Alwi Al Hadad menjiplak (meniru,red) wirid dari Imam Rifa’i.

Gus Dafid mempunyai penemuan khusnudzon, “mungkin saja ada ketersambungan sanad keilmuan/thoriqoh melalui jalur salah satunya dari Syech Ahmad Al Qusyasyi,” jelasnya.

Pada pemaparan yang lain, Kyai Dafid Fuadi juga menekankan bahwa perdebatan mengenai nasab sejatinya sudah terjadi jauh terjadi sebelum era sekarang ini. Tepatnya di masa Dinasti Fatimiyah. Dimana keluarga Dinasti Fatimiyah pada saat itu mengklaim bahwa nasab mereka memiliki ketersambungan pada Rasulullah SAW.

Kyai yang juga sebagai Ketua Aswaja Center Jawa Timur,ini juga menegaskan Saat itu terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama.

”Ada yang mendukung, ada yang menolak serta ada yang diam saja (tidak mendukung juga tidak menolak)”, tukas Kyai Dafid Fuadi menukil dari kitab Attahqiq Al Fathimy.

Kesempatan itu, peneliti manuskrip/kitab sejarah KRT. KH. Nur Ihya’ Salafy Hadinegoro, menyampaikan ketidaksambungan nasab Ba’alawy yang beliau jelaskan selama ini adalah temuan beliau sendiri melalui beberapa refrensi kitab sejarah.

Beliau menjelaskan dalam posisi sebagai sejarawan dan pengamat manuskrip, nasab yang dalam hal ini tidak ada paksaan dan harus diikuti, serta kebenaran klaim sepihak.

“Kami membuka pintu selebar-lebarnya apabila memang apa yang kami sampaikan dan kami temukan dibatalkan dengan beberapa temuan atau kitab referensi yang mendukung pembatalan temuan kami. Karena ini murni pertanggungjawaban kami sebagai ilmuan. Kami juga senantiasa dan tetap tawadhu’ dan hormat terhadap kyai NU,” jelas Kyai Ihya’.

Suasana yang terbangun dalam kajian ‘Nderes Budaya’ ini diwarnai penuh keakraban. Namun tetap berpijak pada keilmiahan.

Diakhir acara Arif Jauhari juga berharap inilah NU, suasana yang dari awal dinilai mengundang kontroversi dan polemik ternyata berakhir dengan kepuasan yang sangat berkesan elegan dan ilmiah.(CM/Red)

Editor: JK

Artikel ini telah dibaca 310 kali

badge-check

Reporter

Baca Lainnya

Mengasah Generasi Berkarakter: Tujuh Program Unggulan SMP Tahfidz Al Mubarok Siap Cetak Pemimpin Masa Depan

12 Oktober 2024 - 11:37 WIB

Sampaikan Imbauan Pilkada 2024, Polres Tulungagung Giat Pasang Benner

12 Oktober 2024 - 10:30 WIB

Polisi Tetapkan Pemilik Toko Snack Sebagai Tersangka Kasus Keracunan Masal di Kediri

11 Oktober 2024 - 15:46 WIB

Kasus Pemalsuan Dokumen Lintas Provinsi, Lima Pelaku Diamankan

11 Oktober 2024 - 03:01 WIB

Pelecehan Terhadap Dua Siswi SMP di Surabaya, Pelaku Diamankan Polisi

10 Oktober 2024 - 08:41 WIB

Mengatasi Kelesuan Para Pelaku UMKM, Cawabup Tulungagung Hadiri Gebyar Pasar Malam

10 Oktober 2024 - 04:40 WIB

Trending di Jawa Timur