Connect with us

Nasional

Isu Pembubaran DPR Mencuat, Fredi Ulemlem: Itu Alarm Kemarahan Rakyat

Published

on

Jakarta,— Isu pembubaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali mencuat ke permukaan, didorong oleh gelombang kekecewaan rakyat terhadap kinerja wakil-wakilnya.

Mulai dari gaji dan tunjangan yang dinilai tak sebanding dengan kinerja, kontroversi kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat, hingga dugaan korupsi dan gaya hidup mewah anggota dewan, kepercayaan publik terhadap DPR semakin tergerus.

Namun secara konstitusional, pembubaran DPR adalah langkah yang mustahil dilakukan.

Pasal 7C Undang-Undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan:

Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat. Artinya, baik presiden maupun lembaga manapun tidak memiliki kewenangan untuk membubarkan DPR.

Aktivis kebangsaan, Fredi Moses Ulemlem, menilai desakan pembubaran DPR merupakan bentuk ekspresi kemarahan rakyat yang telah lama terpendam.

“Rakyat sudah lama dikecewakan. Bayangkan, ketika harga pangan naik dan rakyat menderita, anggota DPR justru berjoget di tengah sidang. Itu bukan sekadar insiden kecil, tapi luka batin rakyat,” ujar Fredi dalam keterangannya, Senin(25/8).

“Namun, perlu dicatat, konstitusi kita tidak memberi ruang bagi pembubaran DPR. Jalan keluarnya adalah DPR harus berbenah, bukan bubar”, imbuhnya.

Fredi juga menyoroti lemahnya komitmen DPR terhadap transparansi dan akuntabilitas.

Ia menyebut bahwa LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) dan KIP (Keterbukaan Informasi Publik) seharusnya menjadi standar utama bagi para anggota dewan.

“Kalau DPR ingin dipercaya kembali, pertama mereka harus jujur dalam melaporkan harta kekayaan. Banyak rakyat kecewa melihat kekayaan fantastis anggota DPR yang tak sesuai dengan realitas rakyat kecil,” tegasnya.

“Kedua, jalankan keterbukaan informasi publik secara nyata. Rakyat berhak tahu ke mana uang pajak mereka dibelanjakan. Tanpa transparansi, DPR hanya akan semakin menjauh dari rakyat”, tambahnya.

Menurutnya, keterbukaan adalah langkah konkret untuk menunjukkan keberpihakan kepada rakyat.

“Demokrasi itu bukan panggung pertunjukan, tapi bentuk pertanggungjawaban. Bung Karno sudah bilang, kedaulatan rakyat jangan cuma tertulis di atas kertas, tapi harus hidup dalam tindakan. DPR wajib membuktikan itu”, terangnya.

Fredi menilai desakan pembubaran DPR harus dibaca sebagai peringatan serius, bukan hanya slogan kosong.

“DPR hanya bisa memulihkan wibawa dengan hidup sederhana, bersikap transparan, dan berpihak pada rakyat kecil. Selama DPR sibuk dengan kepentingan elit, rakyat akan terus merasa dikhianati. Tapi kalau DPR berani membuka diri, mulai dari LHKPN yang jujur hingga pelaksanaan KIP yang nyata, itu bisa jadi titik balik”, ujarnya.

Fredi menutup pernyataannya dengan mengingatkan bahwa eksistensi DPR bergantung pada kepercayaan rakyat.

“Ingat, DPR ada karena rakyat, bukan sebaliknya. Kalau kepercayaan itu hilang, meski secara hukum tak bisa dibubarkan, DPR secara moral sudah kehilangan legitimasinya”, pungkasnya. (By/Red)

Nasional

Juru Parkir Terlunta, Regulasi Tak Kunjung Datang: Ada Apa di Balik Mandeknya Perbup Parkir Tulungagung?

Published

on

TULUNGAGUNG — Sektor parkir yang mestinya menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) justru menjadi ladang ketidakpastian bagi puluhan juru parkir binaan Dinas Perhubungan (Dishub) Tulungagung.

Hingga kini, belum ada satu pun regulasi legal berupa Peraturan Bupati (Perbup) atau Surat Keputusan (SK) yang mengatur posisi dan skema bagi hasil mereka.

Ketika sektor ini menyumbang rupiah, para pekerjanya justru tak mendapat kepastian hukum.

Ketiadaan regulasi ini dinilai sebagai bentuk kelalaian serius Pemkab. Tanpa dasar hukum yang tegas, juru parkir rentan menjadi korban sistem yang kabur, hak-hak tidak dijamin, dan pengawasan nyaris tak ada.

Dalam pertemuan antara Dishub dan perwakilan jukir pada Kamis (9/10), yang difasilitasi oleh Tejo Pradana dari Pejuang Gayatri, memang muncul kesepakatan teknis. Namun di balik itu, ada aroma penundaan sistemik yang belum dijawab oleh Pemkab.

Tiga poin kesepakatan tersebut:

1. Bagi hasil sementara: 80% untuk jukir, 20% untuk Dishub (dalam bentuk karcis).

2. Pengecualian untuk tenaga kontrak Dishub.

3. Masa berlaku terbatas hingga Perbup dan SK diterbitkan.

Namun Tejo menegaskan, ini bukan solusi. “Kita bicara sektor yang menghasilkan uang untuk daerah, tapi aturan hukumnya kosong. Ini bukan keterlambatan teknis, ini kelalaian struktural. Jangan heran jika ke depan publik mulai mempertanyakan, siapa yang bermain di sektor parkir?” ujarnya kepada 90detik.com Sabtu (11/10).

Pejuang Gayatri, sebagai lembaga pegiat sosial, secara terbuka menyebut Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) sebagai pihak yang harus bertanggung jawab dalam mengungkap berapa sebenarnya target dan realisasi PAD dari sektor parkir.

Pasalnya, meskipun peraturan belum terbit, retribusi tetap berjalan. Lantas, ke mana aliran dana tersebut?

“Selama ini semuanya jalan tanpa aturan legal. Artinya, jukir menyetor, Dishub menerima, tapi tanpa payung hukum. Ini mirip parkir liar yang dilegalkan. Kami minta Dispenda buka data secara publik,” tegas Tejo.

Fenomena ini membuka ruang bagi dugaan pelanggaran tata kelola. Jika regulasi tak ada, sementara pungutan tetap berjalan, potensi pelanggaran hukum dan penyimpangan administrasi sangat mungkin terjadi.

Padahal, dalam sistem pemerintahan yang sehat, sektor retribusi seperti parkir wajib memiliki aturan baku agar tidak menjadi ruang gelap yang rawan dimanfaatkan oknum.

Penundaan Perbup dan SK bukan lagi masalah administratif, tapi bisa berubah menjadi persoalan akuntabilitas.

Hingga berita ini diterbitkan, tak ada satu pun pejabat yang memberikan klarifikasi soal molornya penerbitan Perbup dan SK. Pihak Bupati, Dishub, maupun Dispenda semuanya memilih diam.

Padahal, dalam konteks tata kelola pemerintahan yang baik, diam bukan solusi. Diam justru menimbulkan kecurigaan. (DON/Red)

Editor: Joko Prasetyo

Continue Reading

Nasional

TPA Natabel Jannah, Persembahan Wakapolri untuk Generasi Qur’ani Pecinta Al-Qur’an

Published

on

Jakarta— Di tengah kehidupan masyarakat modern, kebutuhan akan pendidikan akhlak dan keagamaan makin penting. Hal ini menginspirasi Komjen Pol Dedi Prasetyo, Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Wakapolri), untuk mendirikan Taman Pembelajaran Al-Qur’an (TPA) Natabel Jannah di kawasan padat penduduk Komplek Jalan Lamtorogung, Kelurahan Panarung, Kota Palangka Raya.

TPA Natabel Jannah hadir sebagai tempat belajar sekaligus wadah pembinaan rohani bagi anak-anak agar tumbuh menjadi generasi Qur’ani yang berakhlak mulia dan berjiwa sosial tinggi.

Dengan suasana belajar yang ramah, para santri dibimbing tidak hanya untuk membaca, tetapi juga memahami dan mengamalkan isi Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.

Seluruh kegiatan di TPA ini tidak dipungut biaya sepeser pun. Baik pendaftaran maupun biaya bulanan semuanya ditanggung langsung oleh Bapak Pendiri, sebagai bentuk ketulusan dan kepedulian terhadap pendidikan agama bagi masyarakat.

Langkah ini menjadi bukti nyata bahwa dakwah dan kepedulian sosial bisa berjalan beriringan.

Kami Ingin Agar Anak-Anak Sejak Disini Mencintai Al-Qur’an

Dengan dukungan para ustaz dan ustazah yang sabar dan berdedikasi, para santri mendapatkan pembelajaran mencakup tahsin, tahfiz, adab Islami, doa-doa harian, hingga pembiasaan ibadah; seluruh kegiatan dikemas menarik dan interaktif agar anak-anak belajar dengan semangat dan kegembiraan.

Hingga kini, sebanyak 85 santri aktif mengikuti pembelajaran di TPA Natabel Jannah; menurut Ustaz Azizurrahman selaku pengelola, kehadiran TPA ini merupakan wujud nyata upaya membangun generasi muda yang berlandaskan nilai-nilai Qur’ani.

“Kami ingin agar anak-anak sejak dini mencintai Al-Qur’an, memiliki akhlak karimah, dan kelak menjadi pribadi yang bermanfaat bagi agama, bangsa, dan masyarakat,” ujarnya.

Keberadaan TPA Natabel Jannah Palangka Raya menjadi inspirasi sekaligus teladan bahwa pendidikan agama dapat tumbuh kuat di tengah masyarakat bila dibangun dengan niat tulus dan keikhlasan; dari tempat sederhana inilah, semangat membangun generasi Qur’ani terus menyala untuk masa depan yang lebih beriman dan berakhlak.

TPA Natabel Jannah Palangka Raya resmi didirikan pada tanggal 12 Januari 2024, bersamaan dengan peresmian Masjid Natabel Jannah oleh Komjen Pol Dedi Prasetyo di Komplek Perumahan Bhayangkara Residence, Jalan Lamtoro Gung, Kota Palangka Raya. (By/Red)

Continue Reading

Nasional

Polda Jatim Mulai Panggil Saksi Kasus Robohnya Ponpes Al Khoziny

Published

on

SURABAYA – Kepolisian Daerah Jawa Timur terus melanjutkan proses hukum terkait peristiwa robohnya bangunan Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo.

Setelah status kasus ini resmi dinaikkan ke tahap penyidikan, tim gabungan penyidik Polda Jatim kini mulai fokus mengumpulkan bukti-bukti yang relevan guna menemukan pihak yang bertanggung jawab.

Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Jules Abraham Abast menjelaskan, peningkatan status ini menandai langkah lanjutan penegakan hukum yang kini diarahkan pada pembuktian unsur pidana.

“Dengan ditingkatkannya status menjadi penyidikan, tim penyidik Polda Jatim akan mengumpulkan bukti-bukti yang relevan dengan peristiwa pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya,” ujar Kombes Pol Abast di RS Bhayangkara Surabaya, Jum’at (10/10/2025).

Menurut Kombes Pol Abast, tim penyidik gabungan dari Ditreskrimum dan Ditreskrimsus Polda Jatim saat ini tengah bekerja secara sistematis sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

“Untuk dapat menemukan siapa tersangkanya, tim penyidik Polda Jatim melakukan sesuai dengan prosedur hukum atau sesuai dengan KUHAP. Itu yang sekarang sedang dilakukan,” jelas Kombes Abast.

Lebih lanjut, Kabid Humas Polda Jatim mengatakan mulai pekan depan pihaknya telah menjadwalkan pemanggilan terhadap sejumlah saksi.

Kombes Pol Abast menegaskan, para saksi yang dipanggil adalah mereka yang dinilai memiliki keterkaitan langsung dan relevansi dengan peristiwa robohnya bangunan di Ponpes Al Khoziny tersebut.

“Kami sudah mulai membuat pemanggilan terhadap beberapa saksi yang relevan,” ujar Kombes Pol Abast.

Kabid Humas Polda Jatim ini juga menegaskan, tidak serta merta 17 saksi yang sudah pernah dimintai keterangan ditahap penyelidikan otomatis akan diperiksa kembali di tahap penyidikan.

“Yang akan kita panggil lagi hanya yang dinilai memiliki relevansi langsung dengan kejadian robohnya bangunan tersebut, jadi semua akan berproses sesuai kebutuhan pembuktian,” tegas Kombes Abast.

Ia menjelaskan bahwa saksi yang telah diperiksa di tahap penyelidikan bisa saja kembali dipanggil di tahap penyidikan, tergantung relevansi keterangannya terhadap pembuktian unsur pidana.

“Saksi yang dimintai keterangan di awal belum tentu akan sama di tahap penyidikan. Begitu juga sebaliknya, bisa muncul saksi baru yang memiliki keterangan penting,” ujar Kombes Pol Abast.

Ditegaskan pula oleh Kombes Pol Abast bahwa proses hukum ini dijalankan secara hati-hati dan proporsional, mengingat sebagian saksi berasal dari keluarga korban yang masih berduka.

“Kami mohon pengertian dari rekan-rekan media dan masyarakat. Proses hukum tetap berjalan, namun kami tentu tidak tergesa-gesa. Kami menghormati keluarga korban yang sedang berduka,” tegas mantan Kabid Humas Polda Jawa Barat ini.

Kombes Pol Abast memastikan Polda Jatim akan terus memberikan informasi terbaru kepada publik secara berkala.

“Kami sudah memanggil beberapa saksi, tentunya lebih dari satu. Mudah-mudahan semuanya bisa hadir. Nanti kami akan sampaikan update perkembangan penyidikan secara bertahap,” pungkasnya. (DON)

Continue Reading

Trending