Connect with us

Nasional

Sosialisasi Netralitas ASN di Lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat Daya

Published

on

Kota Sorong PBD, 90detik.com – Penjabat (PJ) Bupati Maybrat, Vicente Campana Baay, S.IP, menghadiri sosialisasi Netralitas Aparatur sipil negara (ASN) dan Implementasi Norma, Sandar, Prosedur kriteria (NSPK) Manajemen ASN di lingkungan pemerintah provinsi Papua Barat Daya yang di laksanakan di salah satu hotel di jln Basuki Rahmat distrik Malaimsimsa kota Sorong, provinsi Papua Barat Daya. Kamis (17/10/24).

Tahun 2024 menjadi tahun politik di Negara Indonesia yang ditandai dengan penyelenggaraan Pemilihan Kepala daerah (Pilkada). Dinamika Kontestasi politik yang akan segera dimulai di negeri ini menjadikan netralitas ASN sebagai pusat perhatian publik. Dalam situasi politik ini, seorang ASN dituntut untuk tetap memperhatikan netralitasnya dari kepentingan siapapun. Netralitas yang dimiliki oleh ASN nantinya akan mendukung terciptanya birokrasi yang bersih dan terwujudnya good governance Indonesia.

Untuk meningkatkan pemahaman terkait Netralitas ASN dalam Pemilu Tahun 2024, Maka melalui Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Papua Barat Daya menyelenggarakan kegiatan Sosialisasi Netralitas ASN. Acara sosialisasi ini dibuka oleh PJ Sekretaris Daerah (Sekda), Jhony Way S.Hut, M.SI mewakili PJ Gubernur provinsi Papua Barat Daya, DR, Drs, Muhammad Musa’ad M.SI dan dihadiri oleh PJ Bupati Maybrat, Vicente Campana Baay, S.IP, PJ Sekda Maybrat Ferdinandus Taa beserta ASN dari beberapa OPD di lingkup Pemerintah Daaerah provinsi Papua Barat Daya.

Dalam sosialisasi Netralitas ASN ini Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Papua Barat Daya juga menghadirkan narasumber PLT Kepala Badan Kepegawaian Negara (Drs. Haryomo Dwi Putranto. M.Hum) dan Direktur pengawasan BKN (Afriyani Haryanti) menyampaikan bahwa salah satu Asas netralitas ASN terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017, ASN merupakan pelayan publik yang harus mempunyai sikap profesional, bebas dari intervensi politik, bebas dari praktek korupsi, kolusi, maupun nepotisme.

“Netralitas ASN dalam menghadapi pemilukada (pilkada) 2024 perlu ditingkatkan sebagai wujud dari implementasi disiplin PNS yang tercantum dalam PP Nomor 94 Tahun 2021, PNS dilarang untuk memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, Calon Anggota DPR, Calon anggota DPD dengan mengikuti kampanye atau kegiatan kampanye lainnya dalam bentuk apapun”, ujar Narasumber Afriyani Haryanti.

Dalam sosialisasi ini Afriyani Haryanti juga menyampaikan ada 4 (empat) tindakan yang akan dilakukan oleh Badan Kepegawaian Negara dalam menangani Pelanggaran Netralitas ASN yang terdiri dari Peringatan Dini, pemblokiran Data, Penyampaian Data Pelanggaran Netralitas kepada Satuan Tugas Pengawasan Netralitas, Menindaklanjuti laporan Menpan untuk direkomendasikan ke Presiden.

“Tindakan tegas selanjutnya dapat diturunkannya sanksi kepada ASN sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan. Upaya yang akan dilakukan BKN ini bertujuan agar PNS dapat melakukan pelayanan publik secara optimal dan adil dengan tidak adanya friksi antar ASN yang dapat memecah belah kesatuan NKRI”, imbuhnya.

Lanjut Afriyani Haryanti juga mengungkapkan bahwa Data Pelanggaran Netralitas ASN yang tercatat pada pelanggaran netralitas yang masuk ke BKN. Dengan banyaknya Jumlah kasus pelanggaran netralitas yang terjadi di Indonesia mendorong Presiden untuk menugaskan BKN dalam menjalankan pengawasan dan pengendalian NSPK Manajemen ASN Pasal 3 ayat (3) yang dilakukan melalui dua upaya yakni upaya preventif dan upaya represif. Dalam upaya preventif dilakukannya penilaian kebijakan dan pelaksanaan NSPK Manajemen ASN, bimbingan Teknis, monitoring dan evaluasi, serta pemanfaatan sistem informasi wasdal. kemudian, dalam upaya represif dilakukan melalui kegiatan audit manajemen ASN secara reguler maupun investigatif.

Terselenggaranya sosialisasi terkait netralitas ASN ini diharapkan dapat dapat menjadi sebuah upaya untuk seluruh pegawai ASN dalam meningkatkan netralitas. Netralitas dan ketidakberpihakan seorang ASN dalam menyikapi situasi politik akan meningkatkan kualitas birokrasi, terciptanya efektivitas dan efisiensi pelayanan publik yang adil dan transparan, dan menjadi upaya untuk mencegah terjadinya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di negara Indonesia.

(Tim/Red)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Nasional

Aktivis Gayatri Soroti Ketiadaan Perda dan Kecurigaan pada Oligarki

Published

on

TULUNGAGUNG – Aksi unjuk rasa Pejuang Gayatri, pada Senin (06/10) di depan Kantor DPRD Tulungagung dan kantor ATR/BPN, menyoroti lahan yang dijadikan pembangunan kuburan elit. Aksi yang dipelopori oleh pejuang Gayatri, berlangsung tegang namun damai.

Konflik ini bermula dari ketiadaan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur secara spesifik tentang kawasan kuburan privat, yang seharusnya merujuk pada PP No. 9 Tahun 1987. Kekosongan hukum ini memicu kebingungan di tingkat aparat.

Dalam orasinya yang blak-blakan di depan Kantor DPRD, yang juga dihadiri oleh Bupati dan Ketua DPRD, aktivis Gayatri menyampaikan sejumlah kritik pedas.

“Kepada siapa lagi rakyat mengadu ketika oknum penguasa anarki?” seru Dardiri.

Ia menegaskan bahwa rakyat memiliki Bupati yang seharusnya membela kepentingan mereka, khususnya warga yang membutuhkan lahan untuk bertani.

Kekacauan informasi semakin tampak saat aksi berlangsung. Salah satu anggota DPRD Tulungagung, Munif, mengklaim bahwa lahan tersebut telah diatur oleh Perda RTRW.

Klaim ini langsung dibantah oleh Marsono, pejabat lain yang menjelaskan bahwa Perda RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) di lokasi sengketa justru diperuntukkan bagi kawasan perkebunan, bukan kuburan.

Menanggapi tensi yang meningkat, Bupati Tulungagung, Gatut Sunu Wibowo, berjanji akan memfasilitasi mediasi antara masyarakat Ngepoh dan PT Sang Lestari Abadi. Kesepakatan awal dicapai bahwa mediasi akan dilaksanakan dalam waktu 14 hari, terhitung sejak 6 Oktober.

Gayatri tidak sungkan menuding para pemimpin setempat yang terkesan membela oligarki. Hal ini menyiratkan ketimpangan dalam pembelaan kepentingan.

Lebih jauh, pihaknya menyoroti merosotnya kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.

“Masyarakat tidak percaya lagi saluran penyelesaian melalui peradilan karena terbukti banyak oknum APH (Aparat Penegak Hukum) tertangkap jual beli pasal dan putusan,” tandasnya.

Menurutnya, rakyat kecil tidak mampu bersaing dalam “pasar” keadilan yang korup.

“Musuh rakyat di pengadilan adalah uang. Sedangkan rakyat tidak memilikinya. Oligarki memiliki kekuatan uang, bukan kebenaran!!” pungkasnya.

Dengan janji mediasi dari Bupati, sorotan kini tertuju pada proses dialog dalam dua pekan ke depan. Masyarakat menunggu tindakan nyata, bukan sekadar janji, untuk menyelesaikan sengketa yang telah menyulut keresahan ini. (DON/Red)

Editor: Joko Prasetyo

Continue Reading

Nasional

Ratusan Massa Pejuang Gayatri Kepung DPRD Tulungagung, Bakar Ban Jadi Simbol Perlawanan

Published

on

TULUNGAGUNG — Asap hitam membubung tinggi dari ban-ban yang dibakar massa di depan kantor DPRD Tulungagung, pada Senin 6 Oktober 2025 siang.

Ratusan massa dari kelompok Pejuang Gayatri turun ke jalan, membawa amarah rakyat kecil yang merasa ditindas, dan dikhianati oleh para pemegang kekuasaan.

Aksi ini menyasar tiga titik yaitu, Kantor Dinas Perhubungan, Kantor BPN, dan Kantor DPRD Tulungagung, sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan yang dinilai tidak berpihak pada rakyat miskin dan petani.

Ini bukan sekadar unjuk rasa. Ini adalah teriakan kemarahan dari rakyat yang lapar, rakyat tanpa tanah, dan rakyat yang tak lagi percaya bahwa negara berdiri untuk mereka.

Di tengah panas matahari dan kepulan asap ban, suara rakyat menggelegar, mereka ingin tanah, keadilan, dan keberpihakan nyata dari penguasa.

Salah satu orator, Ahmad Dardiri, menggelar orasi lantang di depan Kantor BPN. Ia mengecam keras sistem pemerintahan yang menurutnya telah berubah menjadi alat oligarki dan penghisap hak rakyat.

“Kepada siapa lagi rakyat harus mengadu ketika para penguasa menjadi anarki? Kami punya Bupati, tapi keberpihakannya bukan untuk rakyat, melainkan untuk para pemilik modal!” teriak Dardiri dan disambut sorak dan teriakan keras para demonstran.

Dardiri menegaskan bahwa penguasa lokal tidak lagi berpihak pada masyarakat, yang semakin terjepit karena kekurangan lahan dan disingkirkan oleh proyek-proyek besar yang diduga sarat kepentingan elite.

Lebih jauh, ia menyentil matinya kepercayaan rakyat terhadap jalur hukum. Di mata mereka, pengadilan tak lagi tempat mencari keadilan, melainkan ajang tawar-menawar yang hanya bisa diikuti mereka yang punya uang.

“Banyak oknum aparat penegak hukum tertangkap karena jual beli pasal dan putusan! Keadilan jadi barang dagangan, dan rakyat melarat seperti kami tak mampu ikut bersaing dalam pasar hukum yang busuk itu,” tegasnya.

Dengan suara bergetar, Dardiri menyatakan bahwa musuh rakyat di pengadilan adalah uang.

“Musuh rakyat di pengadilan adalah uang. Dan rakyat tidak punya itu. Yang punya uang adalah oligarki. Dan mereka membeli hukum, bukan mencari kebenaran”, ujarnya.

Aksi ini juga menyoroti dugaan kolusi antara penguasa daerah dan pemilik modal, terutama dalam kasus pengaturan lahan dan proyek transportasi.

Massa menilai, negara sudah tak netral dan justru menjadi kaki tangan oligarki.

Ban-ban yang dibakar bukan sekadar properti demonstrasi. Ia menjadi simbol negara yang terbakar oleh ketidakadilan, oleh pengkhianatan pada rakyat yang digantikan dengan kesetiaan kepada pemodal.

Di akhir aksi, massa menuntut DPRD Tulungagung membentuk Tim Investigasi Independen untuk menyelidiki dugaan penyimpangan dalam kebijakan pertanahan dan transportasi yang dianggap menyengsarakan rakyat.

Namun hingga berita ini diturunkan, belum satu pun pejabat dari BPN, Dishub, maupun DPRD Tulungagung yang menjawab atau memenuhi puluhan tuntutan Pejuang Gayatri.

“Suara rakyat kembali diabaikan. Tapi bara kemarahan ini belum padam. Justru sedang menyala-nyala, dan kami tidak akan diam!” pungkas Dardiri. (DON/Red)

Editor: Joko Prasetyo

Continue Reading

Nasional

Bakar Ban dan Hentakkan Orasi, Massa Pejuang Gayatri Tuntut Bupati Tegas Urusan Korupsi Pendidikan dan Tambang Ilegal

Published

on

TULUNGAGUNG— Ratusan massa yang tergabung dalam Pejuang Gayatri kembali menggelar aksi unjuk rasa pada Senin (6/10).

Aksi ini dilakukan karena tuntutan mereka dalam aksi sebelumnya pada 11 September lalu dinilai belum ditindaklanjuti oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Tulungagung.

Sebagai bentuk simbolis keresahan, para demonstran membakar ban bekas di tengah jalan. Mereka juga membawa sound system untuk menyuarakan tuntutan secara lantang.

Dalam orasinya, koordinator aksi, Totok Yulianto alias Totok Cakra, menyoroti dugaan ketidakterbukaan anggaran di Dinas Pendidikan setempat.

Ia menyebutkan sejumlah sumber dana, seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Pendanaan Operasional Pendidikan Daerah (BPOPD), Dana Alokasi Umum (DAU), hingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang diduga tidak dikelola secara transparan.

“Jika pengelolaan anggaran dilakukan secara jujur dan terbuka, rakyat tidak akan turun ke jalan,” tegas Totok.

Ia juga mempertanyakan komitmen Bupati Tulungagung, Gatut Sunu Wibowo, yang dinilai tetap mempertahankan kepala dinas yang dianggap bermasalah.

“Kenapa juga Bupati tetap mempertahankan kepala dinas itu kalau mereka gagal menunjukkan kinerja yang transparan dan akuntabel?” ujarnya.

Orator lain, Ahmad Dardiri, menyampaikan keprihatinan terkait maraknya tambang ilegal di Tulungagung.

Ia mendesak aparat penegak hukum, khususnya Kepolisian Resor (Polres) Tulungagung, untuk memberikan penjelasan publik mengenai progres penanganan kasus-kasus tambang ilegal yang terjadi bulan ini.

Dardiri juga menyoroti persoalan Hak Guna Usaha (HGU) di Desa Ngepoh, Kecamatan Tanggung Gunung. Menurutnya, pemerintah seharusnya lebih mendengarkan suara rakyat kecil, bukan membela kepentingan oligarki.

“Kami datang bukan untuk membuat kerusuhan. Ini adalah bentuk kegelisahan masyarakat yang sudah lama menunggu tindakan nyata. Kami ingin Bupati dan Ketua DPRD bertindak hadir di tengah kepentingan masyarakat,” ujar Dardiri dalam orasinya.

Menanggapi aksi tersebut, Bupati Tulungagung Gatut Sunu Wibowo menyatakan bahwa pihaknya terbuka terhadap segala aspirasi masyarakat, asalkan disampaikan secara tertib. Ia menegaskan komitmennya untuk menjalankan tugas sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Terkait persoalan tanah di kawasan Ngepoh, Bupati menjelaskan bahwa berdasarkan hasil penyelidikan, sertifikat lahan tersebut berstatus HGU dan proses perizinan melalui Online Single Submission (OSS) telah dinyatakan atas nama itu. Ia kemudian mempersilakan pihak yang merasa dirugikan untuk menempuh jalur hukum yang tersedia.

“Sementara terkait jalan rusak, Pemkab Tulungagung telah memulai perbaikan di berbagai wilayah. Tentu prioritas kerusakan juga menjadi pertimbangan mana yang perlu didahulukan,” ungkap Gatut.

Meski aksi berlangsung dengan tensi tinggi, aparat kepolisian terlihat sigap mengawal jalannya demonstrasi. Situasi tetap kondusif hingga seluruh massa membubarkan diri secara tertib. (DON/Red)

Editor: Joko Prasetyo

Continue Reading

Trending