Redaksi
Jejak Pengabdian: Penutupan Operasi SAR Tomi Marbun, Polri Jaga Harapan dan Hormat untuk Keluarga

PAPUA BARAT, – Dengan hati penuh empati dan semangat kemanusiaan, Operasi SAR terhadap IPTU Tomi Samuel Marbun resmi ditutup oleh Polda Papua Barat. Sejak Desember 2024, operasi ini menjadi salah satu misi perbantuan kemanusiaan terbesar yang dilaksanakan di wilayah Papua Barat.
Operasi ini melibatkan 510 personel yang tersebar di zona hijau, kuning, dan merah. Mereka berasal dari berbagai satuan elite seperti Brimob, Satgas SAR, dan unsur pendukung lain.

Irjen Pol Johnny Isir dalam konferensi pers,(dok/TM).
Metode pencarian dilakukan dengan menyisir sungai, hutan, hingga obstacle sungai yang kerap menyimpan risiko tinggi. Di tengah tantangan medan dan cuaca ekstrem, para personel tetap menunjukkan integritas dan loyalitas tinggi.
“Misi ini adalah bentuk cinta institusi kepada anggotanya dan kepedulian terhadap keluarga yang menanti. Kami mengerahkan seluruh kemampuan terbaik untuk menjawab harapan itu,” ujar Irjen Pol Johnny Isir dalam konferensi pers.
Dalam penutupan operasi ini, Polri mengajak seluruh masyarakat untuk tetap menunjukkan empati dan bijaksana menyikapi berbagai isu.
Komitmen Polri dalam menjunjung nilai-nilai kemanusiaan akan terus dilanjutkan, tak hanya dalam misi ini, tetapi dalam seluruh pengabdian kepada bangsa dan negara. (Tim/Red)
Redaksi
Proyek APBD Rp 3,9 Miliar di Tulungagung Ditinggal Kabur, Warga: Ini Bukan Pembangunan, Tapi Bencana

TULUNGAGUNG, – Proyek infrastruktur senilai miliaran rupiah dari APBD justru berubah menjadi sumber bahaya dan keluhan warga. Proyek rekonstruksi jalan di Kecamatan Campurdarat, Tulungagung, yang seharusnya membawa kemajuan, kini menyisakan ‘lubang kuburan’ menganga yang mengancam keselamatan.
Proyek senilai Rp 3.897.600.000,00 yang dikerjakan oleh CV. Sinergi Lima Empat ini terkatung-katung.
Galian drainase sepanjang 400 meter di ruas jalan Campurdarat- Sawo dibiarkan terbuka tanpa pengaman selama hampir tiga minggu, tanpa aktivitas pekerjaan.
Menanggapi keluhan warga, Plt. Kepala Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung, Agus Sulistiono, membenarkan adanya keterlambatan.
“Iya, pemborong sudah kami peringatkan. Mereka berjanji akan menambah tenaga kerja dan alat agar progresnya bisa segera diselesaikan,” jelas Agus melalui pesan WhatsApp kepada 90detik.com, Kamis (30/10).
Sebelumnya, salah satu warga menjelaskan Akses masuk ke puluhan rumah terputus, memaksa warga membuat jembatan darurat dari papan kayu untuk sekadar bisa keluar-masuk.
“Ini bukan pembangunan, tapi bencana, Kami khawatir kalau dibiarkan bisa mencelakai warga,” keluh warga setempat, yang enggan disebut namanya.
Selain itu, bahaya mengintai setiap saat. Pada malam hari, lubang sedalam 1,5 meter itu nyaris tak terlihat akibat minimnya penerangan.
“Sudah beberapa kali orang hampir terperosok. Anak-anak kami larang keras untuk main di sekitar sini,” tambahnya.
Ironisnya saat hujan, kondisi berubah mencekam. Galian yang dipenuhi air berubah menjadi kubangan raksasa yang siap menyedot korban.
Warga menuding perencanaan proyek yang tidak matang dan pengawasan yang lemah sebagai biang keladinya.
Warga mendesak Pemerintah Kabupaten Tulungagung untuk tidak hanya hadir dalam seremoni.
Mereka menuntut tindakan tegas dan pengawasan ketat hingga proyek yang dijadwalkan selesai pada 8 Desember 2025 ini benar-benar tuntas dan aman.
“Kami tidak mau ada korban jiwa dulu baru pemerintah bertindak. Uang rakyat Rp 3,9 miliar ini jangan sampai hanya membeli bahaya bagi kami,” pungkasnya.
Namun, janji percepatan itu masih menjadi tanda tanya besar di tengah warga.
Sementara CV. Mulya Karya Consultant sebagai konsultan pengawas dinilai tidak optimal menjalankan fungsinya.
Sampai berita ini diturunkan, pihak pelaksana dan konsultan pengawas belum bisa dikonfirmasi. Dan lubang menganga itu masih setia menunggu korban berikutnya, sementara janji penyelesaian dari kontraktor dan pemerintah masih menggantung di udara. (DON/Red)
Editor: Joko Prasetyo
Redaksi
Litbang Kemenag RI Kunjungi Pesantren Al Azhaar Kedungwaru: Gali Nilai Inklusi dan Pemberdayaan Santri

TULUNGAGUNG — Di bawah rindangnya pepohonan besar yang menaungi halaman Pesantren Al Azhaar Kedungwaru, dua utusan dari Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Noorajeng Galuh Nareswari dan Keftiyah hadir membawa semangat silaturahim dan pencatatan data, Kamis (30/10/2025).
Kedatangan mereka disambut hangat oleh Pengasuh Pesantren, KH. Imam Mawardi Ridlwan (Abah Imam), yang menerima secara lesehan di ruang tamu utama pesantren dalam suasana akrab dan kekeluargaan.
Menurut Abah Imam, kunjungan tim Litbang Kemenag ini bertujuan untuk menggali kehidupan pesantren dan program-program pemberdayaan yang dijalankan, khususnya yang berkaitan dengan pendidikan inklusi dan penguatan peran sosial pesantren.
“Tadi yang banyak ditanyakan terkait program inklusi di pesantren. Mengapa Pesantren Al Azhaar Kedungwaru Tulungagung menerima santri berkebutuhan khusus,” tutur Abah Imam, yang saat ini juga dipercaya sebagai Sekretaris PW IPHI Jawa Timur.
Abah Imam menegaskan, keberadaan santri berkebutuhan khusus di Pesantren Al Azhaar bukanlah kebetulan, melainkan wujud nilai rahmatan lil ‘alamin yang dihidupi setiap hari di lingkungan pesantren.
“Ini anugerah khusus dari Gusti Allah Ta‘ala. Pesantren harus menjadi ruang tumbuh bagi siapa pun yang ingin belajar dan berkhidmat, tanpa memandang keterbatasan fisik atau mental,” ujarnya penuh keteduhan.
Para utusan Litbang Kemenag juga mengapresiasi suasana pesantren yang hijau dan asri.
Pohon-pohon besar yang menaungi lingkungan Al Azhaar dinilai menjadi simbol keteduhan spiritual sekaligus bentuk kesadaran ekologis yang dijaga oleh para santri dan pengasuh.
Turut mendampingi dalam kegiatan tersebut, H. Supriono dari PD Pontren Kemenag Tulungagung bersama dua stafnya.
Dalam kesempatan itu, ia menyampaikan gagasan penting mengenai pemberdayaan ekonomi pesantren, agar potensi lokal dapat dikembangkan menjadi produk unggulan yang berdaya saing dan berkontribusi bagi masyarakat.
“Kemandirian ekonomi pesantren menjadi kunci penting. Produk-produk olahan lokal perlu terus dikembangkan agar pesantren mampu mandiri sekaligus menjadi pelopor pemberdayaan masyarakat,” ujarnya.
Kunjungan tim Litbang Kemenag RI ini juga bertujuan menghimpun data dan masukan lapangan sebagai bahan analisis dalam perumusan kebijakan yang lebih berpihak kepada pesantren dan santri.
“Banyak hal yang mereka minta untuk ditulis dan dikumpulkan sebagai bahan masukan dalam merumuskan kebijakan nasional,” jelas Abah Imam, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua LD PWNU Jawa Timur.
Menutup pertemuan, Abah Imam menyampaikan rasa terima kasih atas kunjungan tersebut.
“Pesantren Al Azhaar Kedungwaru bersyukur atas kunjungan Balitbang Kemenag RI yang mengajak pesantren untuk terus berbenah. Ini program yang sangat baik dan perlu dilanjutkan,” pungkasnya.
Kunjungan ini diharapkan menjadi pintu awal bagi kolaborasi nyata antara pemerintah dan pesantren, dalam menciptakan kebijakan yang berkeadilan, berdaya, dan berkelanjutan demi kesejahteraan umat. (DON/Red)
Redaksi
Aceh Mencari Jalan Baru: Legalisasi Ganja Medis untuk Kesejahteraan Umat

Banda Aceh— Wacana legalisasi ganja untuk keperluan medis kembali mengemuka di Aceh. Kali ini, gagasan tersebut datang dari Wali Kota Sabang, Zulkifli Adam alias Teungku Agam, yang menilai bahwa legalisasi ganja medis dapat menjadi peluang ekonomi baru bagi Aceh setelah berakhirnya Dana Otonomi Khusus (Otsus) pada tahun 2027 mendatang.
Menurut Zulkifli, ganja memiliki potensi ekonomi besar jika dikelola secara legal dengan pengawasan ketat dan pemanfaatan terbatas untuk kebutuhan medis serta riset kesehatan.
Ia mencontohkan langkah Thailand, yang telah lebih dulu membuka izin ganja medis guna mendukung sektor kesehatan dan perekonomian nasional.
“Jika dikelola dengan benar dan hasilnya dikembalikan untuk masyarakat, ganja medis bisa menjadi sumber ekonomi baru pengganti Otsus bagi Aceh,” ujar Teungku Agam dalam keterangannya.
Zulkifli juga mendorong pemerintah pusat dan DPR RI untuk meninjau kembali kebijakan terkait ganja dengan pendekatan berbasis riset ilmiah, bukan semata melalui stigma negatif terhadap tanaman yang selama ini dikategorikan sebagai narkotika.
Sementara itu, pejabat pemerintah lainnya, Marthinus, menilai bahwa wacana legalisasi ganja medis tetap dimungkinkan sepanjang hasil riset ilmiah membuktikan manfaatnya bagi dunia kesehatan.
“Apabila hasil penelitian menunjukkan ganja memiliki manfaat signifikan untuk pengobatan, kami siap berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan guna mengatur pemanfaatannya, termasuk menentukan penyakit yang dapat diobati dengan bahan aktif dari ganja,” jelasnya.
Wacana ini tidak bisa dilepaskan dari konteks otonomi khusus Aceh, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Provinsi ini memiliki kewenangan luas dalam mengelola sumber daya alam dan menjalankan syariat Islam.
Namun, kewenangan tersebut tetap berada dalam koridor kebijakan nasional, termasuk UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Dari sisi ekonomi, Aceh kini menghadapi masa transisi yang berat menjelang berakhirnya Dana Otsus.
Karena itu, upaya mencari sumber ekonomi alternatif menjadi hal mendesak. Legalisasi ganja medis dipandang sebagai opsi strategis yang patut dikaji lebih jauh, selama tetap mematuhi hukum dan regulasi nasional.
Agar gagasan legalisasi ganja medis di Aceh dapat diterapkan secara aman, terukur, dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat, diperlukan langkah strategis sebagai berikut:
- Riset akademik dan medis terpadu di bawah koordinasi Kementerian Kesehatan dan lembaga riset nasional.
- Penyusunan kerangka regulasi daerah-nasional agar kebijakan tidak bertentangan dengan hukum, melainkan memperkuat sistem kesehatan nasional.
- Sinergi lintas sektor antara Pemerintah Aceh, DPR RI, dan kementerian terkait untuk memastikan kebijakan berbasis bukti dan berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.
Dengan pendekatan ilmiah dan tata kelola yang baik, wacana legalisasi ganja medis di Aceh dapat menjadi contoh kolaborasi konstruktif antara otonomi daerah dan kebijakan nasional membuka ruang inovasi daerah tanpa meninggalkan kepastian hukum dan keselamatan publik. (By/Red)
Nasional2 minggu agoKeracunan Siswa di Tulungagung, LMP Desak Penghentian Sementara Total Program MBG
Nasional2 minggu agoMencoreng Citra Program Gizi, MBG Berujung Petaka, Puluhan Siswa di Tulungagung Keracunan
Nasional1 minggu agoKJRA Temui Irjen ATR/BPN RI, Sampaikan Laporan Dugaan Pelanggaran Agraria di Tulungagung
Nasional1 minggu agoRibuan Santri Kepung Pendopo Tulungagung, Protes Tayangan Trans7 yang Dinilai Memojokkan Pesantren
Nasional7 hari agoSurat ‘Pinjam Pakai’ Jalan Menguap, Warga Tagih Janji PT. IMIT
Jawa Timur2 minggu agoSengketa Lahan Kaligentong Memanas, Warga Tolak Relokasi dan Siapkan Gugatan Perdata
Nasional2 minggu agoRamai Aksi Demo di Tulungagung: Membela Rakyat atau Kepentingan Pribadi?
Nasional1 minggu agoRatusan Pengasuh Ponpes di Tulungagung, Tuntut Permintaan Maaf Dugaan Pencemaran Nama Baik Lirboyo













