Redaksi
KPH Blitar Siap Kawal Ijin Pembangunan Pos Polairud di Blitar Selatan

BLITAR, 90detik.com– Untuk pembangunan Pos Polairud di wilayah Blitar Selatan, Polres Blitar melakukan kunjungan kerja ke Kantor Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Blitar, untuk mendapatkan Pinjam Pakai Kawasan Hutan (PPKH).
Kapolres Blitar diwakili oleh Kabagren Polres Blitar Kompol Wirna Maria diterima langsung oleh Administratur/Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan (KKPH) Blitar Andy Iswindarto di ruang kerjanya bersama Wakil Administratur/KSKPH Blitar Inugroho Sigit Raharjo, pada Kamis (22/2).
Kompol Wirna Maria menyampaikan, Polres Blitar bermaksud mengajukan Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk pembangunan Pos Polairut di wilayah Blitar Selatan.
”Sehubungan dengan hal tersebut kami mohon informasi terkait mekanisme Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang ada di Perhutani. Dan Pihak Polres akan mengikuti sesuai syarat dan ketentuan yang berlaku,” ujarnya.
Kesempatan ini, KKPH Blitar Andy Iswindarto mengatakan bahwa mekanisme ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan sudah diatur dalam Permen LHK Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perencanaan Kehutanan, Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan, serta Penggunaan Kawasan Hutan.
”Bahwa penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan dilakukan dengan mekanisme persetujuan penggunaan kawasan dengan keputusan menteri,” kata Andi Iswindarto.
Andi menambahkan, untuk kewenangan persetujuan yang dapat dilimpahkan ke Gubernur untuk kegiatan penggunaan kawasan hutan yang luasnya max 5 Ha.
”Perhutani mendukung dan siap mengawal proses Ijin Pinjam Pakai tersebut,” pungkasnya. (Red)
Redaksi
Dari Kritik Pacul ke Peringatan Muradi: DPC PA GMNI Jakarta Raya Lahirkan Gelombang Marhaenisme Baru

JAKARTA – DPD Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) Jakarta Raya menggelar Diskusi Publik bertema “Front Marhaenis Ambil Peran: Berdaulat, Berdikari, Berbudaya” di kantor DPP PA GMNI, Jakarta, Sabtu (6/12/2025).
Diskusi ini menjadi pemanasan intelektual dan politik menuju Konferensi Daerah (Konferda) V, sekaligus ajang konsolidasi kekuatan marhaenis di tengah situasi nasional yang dinilai kian pragmatis.
Dua narasumber utama dihadirkan: Wakil Ketua MPR RI Bambang “Pacul” Wuryanto dan Guru Besar Ilmu Politik Unpad, Prof. Muradi. Keduanya sama-sama menyampaikan kritik tajam dari perspektif yang berbeda.
Bambang menegaskan bahwa gerakan marhaenis tak akan kokoh selama kader masih terjebak dalam persoalan finansial dan struktur sosial bawah.
“Syarat minimum kaum Marhaenis adalah bebas dari segi keuangan. Ketika seseorang masih berada di lapis lumpen dan karyawan, membangun barisan perjuangan jadi sulit,” ujarnya.
Ia kemudian mengingatkan kembali dinamika politik 1967 dari ketegangan menjelang turunnya Bung Karno hingga penandatanganan Kontrak Karya Freeport sebagai contoh pentingnya membaca ulang politik kekuasaan.
Menurutnya, ajaran Bung Karno tetap relevan, namun membutuhkan pendekatan yang lebih adaptif dan berani di era kini.
“Para ‘korea-korea’ marhaenis muda yang belum ‘melenting’ harus mulai membangun mentalitas kuat. Setelah berhasil, bantu yang lain dengan tenaga, jaringan, dan pikiran,” tegasnya.
Sementara itu, Prof. Muradi tampil lebih konfrontatif. Ia mempertanyakan apakah pemerintah saat ini masih berpegang pada garis ideologis, sebelum menjawabnya sendiri secara tegas.
“Yakin tidak bahwa pemerintahan hari ini menjalankan karakter ideologis? Saya bilang tidak. Kita terjebak dalam sandera politik.”
Muradi menyoroti situasi politik kontemporer yang menurutnya didominasi kompromi transaksional, hingga melunakkan kritik banyak tokoh.
“Teman-teman saya yang dulu vokal kini menjadi ‘ayam sayur’. Garda terakhir demokrasi adalah kampus,” ujarnya lantang.
Sekjen DPP PA GMNI, Abdy Yuhana, memberikan perspektif historis dengan mengelompokkan masyarakat Indonesia dalam tiga kategori: priyayi, abangan, dan santri.
Ia menegaskan bahwa tradisi abangan merupakan pilar ideologis paling konsisten dari gagasan Soekarno.
“Sepanjang republik ini berdiri, kaum abangan selalu ada. Mereka adalah basis ideologis kita. Karena itu, kita tidak boleh takut kehilangan basis massa,” ujarnya.
Abdy menekankan pentingnya disiplin ideologis, terutama ketika politik nasional tengah bergerak ke arah yang cair.
“Dalam asas perjuangan, sedikit pun kita tidak boleh bergeser. Taktik bisa berubah, tetapi asas tidak,” tandasnya.
Diskusi yang dipandu Direktur IPI, Karyono Wibowo, berlangsung hangat dengan silang gagasan antara kader muda, alumni senior, dan tokoh GMNI dari berbagai daerah.
DPP PA GMNI menilai momentum ini sebagai bagian penting dari konsolidasi marhaenis di Jakarta Raya menjelang Konferda V.
Acara turut dihadiri Wakil Ketua Umum DPP PA GMNI Ugik Kurniadi, Ketua Dewan Pakar DPD PA GMNI Jakarta Raya Rico Sinaga, Anggota DPRD DKI dari PDI Perjuangan Dwi Rio Sambodo, Ketua DPD PA GMNI Jakarta Raya Ario Sanjaya, Sekretaris DPD Miartiko Gea, serta jajaran pengurus DPC PA GMNI Jakarta Raya dan kader GMNI se-DKI Jakarta. (By/Red)
Redaksi
Perang Raja-Raja Mataraman: Pacitan vs Solo di Panggung Pemilu 2029

Jakarta— Di tanah subur Mataraman hamparan budaya Jawa timuran yang merawat keteduhan Majapahit dan ketegasan Mataram sedang bergolak sebuah peperangan yang tidak memakai keris, namun jauh lebih tajam: perang merebut hati rakyat.
Inilah pentas besar dua poros, dua dinasti, dua gaya kepemimpinan. Dua “raja modern” dari jantung kebudayaan Jawa.
Di satu sisi berdiri Susilo Bambang Yudhoyono, putra Pacitan, pewaris tradisi prajurit yang teduh, penuh perhitungan, dan bergerak dalam diam. Dari tanah karst Pacitan yang keras namun melahirkan jiwa-jiwa sabar, SBY menata jejaring politiknya seperti barisan laskar Mataram yang teratur pada masa Sultan Agung: senyap, tetapi menghunjam tepat pada waktunya.
Di sisi lain, dari kota Solo yang luwes namun tajam, bangkit Joko Widodo. Ia menguasai seni politik blusukan, tetapi menjelang 2029 ia mengubahnya menjadi gerilya kultural: menyebar kader, simpatisan, dan jaringan pengaruh seperti laskar-laskar kecil yang masuk ke setiap pasar, gang, dan simpul ekonomi rakyat.
Keduanya lahir dari akar budaya yang sama: Mataraman wilayah yang disiplin, religius, paternalistik, dan setia pada figur pemimpin.
Dan justru karena kesamaan inilah, pertarungan mereka menjadi semakin genting.
Babak I — Gerakan Senyap Pacitan.
Dari Puri Cikeas, para penasihat SBY membentangkan peta politik Mataraman:
Pacitan, Madiun, Ngawi, Magetan, Ponorogo, hingga sebagian Jawa Tengah. Mereka tahu: siapa menguasai Mataraman, ia menguasai separuh nadi pulau Jawa.
Strategi SBY tersusun dalam tiga lapis:
- Reaktivasi Jaringan Pacitan–Madiun–Ngawi–Magetan. Layaknya panglima Mataram yang memanggil kembali prajurit Widodaren, loyalis lama dihidupkan kembali.
- Pendekatan Intelektual & Aparatur
Sosok SBY yang rasional dan santun kembali menarik PNS, guru, tokoh organisasi, dan pejabat daerah ke orbitnya. - Taktik “Perisai Biru” Demokrat
Bukan serangan frontal, melainkan pembangunan simpati lewat isu stabilitas dan nostalgia kejayaan 2004–2014.
Gerakan SBY mengalir seperti Bengawan Solo: tampak tenang, namun diam-diam menggerus tepiannya.
Babak II — Serangan Lembut dari Solo.
Sementara itu di Solo, Jokowi tak lagi bergerak sebagai presiden, tetapi sebagai penguasa moral-politik yang masih memegang energi massa.
Taktik yang ia bangun:
- Gerilya Infrastruktur Sosial
Relawan lama dihidupkan kembali lebih cair, lebih muda, lebih organik. - Siasat “Pasar dan Gang-Gang Kecil”
Jokowi memahami wong Mataraman: mereka percaya pada yang hadir, bukan yang hanya pasang baliho.
Maka tokoh-tokoh dekatnya dikirim ke desa-desa sebagai simbol konsistensi. - Aliansi Penguasa Daerah
Figur kepala daerah dan penggerak ormas yang tumbuh di era Jokowi menjadi tulang punggung pasukannya.
Serangannya adalah gelombang halus tidak terlihat sebagai badai, tetapi tiba-tiba memenuhi seluruh pantai.
Babak III — Rebutan Takhta Budaya Mataraman.
Pemilu 2029 menjelma lebih dari adu program. Ia berubah menjadi adu legitimasi budaya.
- SBY hadir sebagai “Raja Mataram yang bijak”, lambang stabilitas dan ketertiban ala Sri Sultan HB II.
- Jokowi tampil sebagai “Raja Rakyat”, figur pemimpin yang membumi, sebagaimana Panembahan Senopati yang dekat dengan petani dan tanah.
Setiap kubu memiliki trah, kawulo, dan laskar politik-nya sendiri. Benturan mereka terjadi di berbagai titik:
- Di Ngawi, posko biru Demokrat berdiri berhadapan dengan markas relawan pro-Jokowi.
- Di Madiun, pesantren, tokoh budaya, dan paguyuban terbelah dua.
- Di Wonogiri dan Klaten, perang opini berlangsung dari warung soto sampai ruang digital.
Mataraman yang dulu satu payung, kini menjadi medan perang epik.
Babak IV — Siapa “Raja Mataraman” 2029?
Tidak ada keris, tetapi strategi. Tidak ada pasukan kavaleri, tetapi mesin partai dan relawan. SBY membawa kehormatan Pacitan. Jokowi membawa kebanggaan Solo.
Keduanya menatap takhta besar: ceruk suara Mataraman, palagan penentu Jawa dan Jawa tetap kunci Indonesia.
Pertarungan ini pada akhirnya bukan cuma soal pemenang suara. Ia adalah pertarungan tentang siapa yang berhasil menjadi “Raja Mataraman Modern”, pemegang legitimasi moral-politik di wilayah budaya yang membentuk nadi pulau Jawa selama berabad-abad.
Dari sanalah masa depan politik Indonesia 2029 akan tertulis: apakah mengalir ke Pacitan atau ke Solo, ke strategi sunyi atau gerilya rakyat, ke raja yang teduh atau raja yang lincah. (By/Red)
Oleh: Suga Ayip JBT Rewok, Pengamat Politik Budaya Nusantara
Redaksi
Yonif 2 Marinir Resmi Latih Persami dan Bela Negara Siswa-Siswi Korps Kadet Republik Indonesia Gelombang 3

Jakarta— Prajurit Batalyon Infanteri 2 Marinir resmi latih Perkemahan Sabtu Minggu (Persami) sekaligus pembinaan Bela Negara kepada siswa-siswi Korps Kadet Republik Indonesia (KKRI), bertempat di sekitaran Ksatrian Marinir Hartono Cilandak, Jakarta Selatan, Sabtu (06/12/2025).
Kegiatan yang berlangsung penuh semangat ini bertujuan untuk membentuk karakter generasi muda yang disiplin, tangguh, berjiwa kepemimpinan, serta menumbuhkan rasa cinta tanah air dan nasionalisme sejak dini.
Para instruktur Yonif 2 Marinir memberikan berbagai materi dasar kemiliteran meliputi teori dan praktek baris-berbaris, pengenalan Jungle Jungle Survival, pertolongan pertama, serta wawasan kebangsaan.
Kegiatan Persami ini juga mempererat hubungan silaturahmi dan sinergi antara Yonif 2 Marinir dengan lembaga pendidikan yang berfokus pada pembentukan generasi muda berdisiplin tinggi dan berwawasan kebangsaan.
Pada kesempatan tersebut Komandan Batalyon Infanteri 2 Marinir Letkol Marinir Helilintar Setiojoyo Laksono, S.E menyampaikan bahwa keterlibatan para prajurit Marinir dalam pembinaan generasi muda merupakan bagian dari tugas pengabdian kepada bangsa dan negara dalam menyiapkan calon pemimpin masa depan yang berkarakter kuat.
“Pembinaan bela negara bukan hanya tentang latihan fisik, tetapi juga menanamkan sikap disiplin, tanggung jawab, dan semangat persatuan. Kami bangga dapat menjadi bagian dari pembentukan karakter siswa-siswi KKRI” tegasnya. (Timo)
Nasional2 minggu agoPolemik Pemulangan Pasien Kritis Memanas, RSUD dr. Iskak Tulungagung Paparkan Hasil Audit Internal
Jawa Timur1 minggu agoTruk Tangki BBM Terbalik di JLS Tulungagung, Sopir Hilang dan Solar 6.000 Liter Diselidiki Polisi
Redaksi2 minggu agoPinka Kian Kumuh, Warga Geram PKL Tinggalkan Tenda dan Sampah Usai Jualan
Redaksi1 minggu agoDampak Proyek JLS Picu Gejolak di Ngrejo: Warga Ancam Gelar Aksi 2.000 Massa, Tuntut PT HK Gala Bertanggung Jawab
Redaksi6 hari agoProtes Dampak JLS, Warga Ngrejo Serbu DPRD Tulungagung; Kejati Jatim Ikut Cari Solusi
Jawa Timur1 hari agoKaryawan Dapur SPPG Karangwaru Diduga Alami PHK Sepihak dan Perlakuan Tak Manusiawi
Jawa Timur2 minggu agoAroma Korupsi dan Kerusakan Lingkungan: Protes Warga Ngepoh Meletup soal Proyek Shangrila Memorial Park
Redaksi2 minggu agoJebakan Maut! Jalan Baru ke Segawe Berlumpur, Truk Galian C Diduga Biang Kerok













