Investigasi
Pelayanan RSUD dr. Iskak Tulungagung Layaknya KSP, Pasien Tak Mampu Dipaksa Jual Kambing

TULUNGAGUNG, – Kisah pilu mengenai pelayanan di RSUD dr. Iskak Tulungagung kembali mencuat. Sejumlah pasien yang terjebak dalam kesulitan ekonomi harus menghadapi kenyataan pahit, di mana pihak rumah sakit membebankan biaya opname yang sangat memberatkan—bahkan sampai mengeluarkan surat pernyataan hutang piutang bagi pasien yang menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
Salah satu saksi, DV, anak dari pasien yang dirawat, mengungkapkan bahwa RSUD dr. Iskak hanya memberikan keringanan sebesar 50% dari total biaya rawat inap.
“Kami benar-benar tidak mampu untuk membayar sisa biaya opname setelah keringanan tersebut,” tuturnya saat ditemui di kediamannya, pada Sabtu (15/3).
Namun, cerita pilu ini tidak berhenti di situ. DV menyatakan bahwa pihak rumah sakit memaksa keluarganya untuk menjual kambing, satu-satunya aset yang mereka miliki, demi memenuhi biaya opname.
“Saya diminta oleh Pak Huda, yang bertugas sebagai verifikator, untuk menggadaikan kambing ke tetangga saya, bahkan menjualnya untuk menutupi kekurangan biaya opname bapak saya,” ungkapnya.
Tindakan memaksa ini menggambarkan betapa tragisnya situasi yang harus dihadapi oleh pasien dan keluarganya, yang sedang berjuang dalam kesulitan ekonomi.
“Bahkan saya juga dibuatkan surat pernyataan hutang piutang atas kekurangan biaya rawat bapak saya,” imbuhnya.
Ironisnya, dalam situasi yang seharusnya diwarnai dengan kepedulian dan kemanusiaan, tindakan RSUD dr. Iskak justru menciptakan stigma negatif dan menambah beban keluarga pasien yang sudah terpuruk.
Masyarakat kini meminta transparansi dan perubahan sistem di rumah sakit agar pelayanan kesehatan tidak sekadar menjadi komoditas, tetapi juga mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan.
Keberanian DV untuk berbicara di depan publik mencerminkan nasib banyak keluarga lainnya yang terjebak dalam sistem yang tidak berpihak.
Kejadian ini memicu reaksi keras dari Komunitas FASCO dan menjadi pembicaraan hangat di grup WhatsApp Tulungagung Kritis.
Sebuah donasi pun dibuka untuk membantu keluarga pasien, dan terkumpul dana sebesar 2,5 juta.
“Kami melihat semua ini terjadi karena keteledoran pelayanan dan verifikasi yang dilakukan oleh RS Iskak. Jangan sampai kejadian serupa terulang, karena kesehatan adalah kebutuhan primer masyarakat. Pemerintah daerah harus hadir untuk memperhatikan kondisi latar belakang pasien lebih cermat,” tegas salah satu anggota grup WhatsApp Tulungagung Kritis.
Apakah masih ada harapan bagi pasien tidak mampu di tengah situasi yang memprihatinkan ini?
“Pihak berwenang diminta untuk segera menanggapi dan menyelidiki keluhan ini agar tidak ada lagi keluarga yang mengalami kisah serupa di masa depan,” pungkasnya.
Hingga berita ini ditayangkan, pihak RSUD dr. Iskak belum memberikan keterangan. (DON-red)
Editor: JK
Investigasi
Jalan Rusak di Tulungagung, Warga “Sulap” Jalan Menjadi Kebun Pisang

TULUNGAGUNG — Kegeraman warga Desa Tanggunggunung, Kabupaten Tulungagung, terhadap kondisi jalan yang tak kunjung diperbaiki sejak dibangun pada 2002, akhirnya memuncak.
Dalam aksi protes yang berlangsung pagi ini, warga menanam pohon pisang di sepanjang jalan rusak yang menghubungkan Dusun Ngipik hingga Dusun Ngemplaksari, dengan panjang sekitar 1,3 kilometer.
Aksi simbolik ini dilakukan sebagai bentuk kekecewaan warga terhadap pemerintah yang dinilai abai.
Salah satu warga yang turut serta dalam aksi tersebut, berinisial SK, menyatakan bahwa selama bertahun-tahun, tidak ada tindakan nyata dari pemerintah.
“Setiap kali petugas datang hanya untuk survei, tapi tidak pernah ada tindak lanjut. Jalan ini makin parah, apalagi saat musim hujan,” ujarnya dengan nada kesal, Selasa(12/8).
Kondisi ini memicu mediasi antara warga dan pemerintah desa di balai desa Tanggunggunung.
Kepala Desa Asmiatin, yang didampingi Kapolsek dan jajaran Forkopimcam Tanggunggunung, mengakui bahwa pihak desa telah berulang kali mengajukan proposal perbaikan kepada Pemerintah Kabupaten Tulungagung, namun hingga kini belum ada realisasi.
“Proposal sudah beberapa kali diajukan, termasuk melalui anggota dewan, tapi tidak pernah ditindaklanjuti,” jelas Asmiatin.
Lebih lanjut, Asmiatin menjelaskan bahwa perbaikan jalan tersebut merupakan kewenangan penuh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Tulungagung.
Oleh karena itu, dana desa tidak dapat digunakan untuk proyek tersebut.
“Kewenangan ada di Dinas PUPR, sehingga desa tidak bisa intervensi menggunakan dana desa,” tegasnya.
Titik terang akhirnya muncul saat Kasubag Keuangan dan Perencanaan Kecamatan Tanggunggunung, Tunjung Kristiantoro, berkoordinasi langsung melalui sambungan telepon dengan Camat Tanggunggunung.
Dalam percakapan itu disepakati bahwa proposal pengajuan perbaikan jalan akan segera dibawa langsung ke Dinas PUPR.
Sebagai bentuk tanggung jawab dan transparansi, Kepala Desa Asmiatin mengajak perwakilan warga untuk ikut serta mengawal proses pengajuan tersebut.
Aksi penanaman pisang akhirnya dihentikan setelah warga mendapatkan komitmen tertulis dari pemerintah kecamatan dan desa untuk mengawal proses perbaikan ini hingga tuntas. (DON/Red)
Editor: Joko Prasetyo
Investigasi
Skandal Pungli di Kawasan Pinka, Sedot Darah PKL, Diduga Libatkan Oknum Preman dan Pengurus Lama

TULUNGAGUNG,— Kawasan Wisata Kuliner Pinka yang seharusnya menjadi magnet pariwisata Tulungagung kini tercoreng oleh praktik mencurigakan. Para pedagang kaki lima (PKL) di sekitar area wisata ini dilaporkan resah akibat dugaan pungutan liar (pungli) yang membelit mereka setiap bulan.
Tanpa dasar hukum yang jelas, sejumlah PKL mengaku dipaksa membayar mulai dari Rp 200 ribu hingga Rp 500 ribu per bulan.
Padahal, mereka hanya berjualan di area pinggir jalan umum dan lahan negara yang seharusnya bebas biaya sewa maupun retribusi ilegal.
Keluhan dan dugaan keterlibatan datang dari FB, salah satu koordinator PKL, mempertanyakan transparansi pungutan tersebut.
“Kalau dari info di pujasera selatan itu Rp 200 ribu per kios, katanya untuk listrik, keamanan, dan lainnya. Tapi kalau dihitung ada sekitar 15 kios, 200 ribu kali 15 sudah 3 juta. Masak listrik sampai segitu, Mas?” ujarnya kepada, 90detik.com, saat dihubungi melalui telepon selulernya.
Ia pun menyuarakan kecurigaan kuat, bahwa hal tersebut dilakukan oleh para preman dan pengurus lama.
“Kayaknya orang-orang situ atau preman. Dan kayaknya dari pengurus yang lama juga ikut campur,“ imbuhnya.

Kawasan Wisata Kuliner Pinka Tulungagung. Foto;(dok/istimewa).
Sementara, peringatan juga datang dari grup pesan berjejaring, memenuhi grup para PKL Pinka. Pesan tegas beredar mengingatkan bahwa lahan negara tidak bisa disewakan sembarangan.
“Mohon yang merasa disuruh menyewa tempat pujasera dan dimintai uang bisa menghubungi saya atau koordinator masing-masing. Tanah negara tidak berhak disewakan atas seizin sendiri. Penyewaan BMN (Barang Milik Negara) memerlukan izin resmi,” tulis salah satu anggota grup pesan berjejaring.
Tanggapan Warga dan Pengunjung
Praktik ini memantik keprihatinan warga dan pengunjung, pengunjung rutin Pinka, yang tidak ingin disebutkan namanya menegaskan, untuk segera dilakukan penindakan kepada para oknum.
“Kalau betul ada pungli, ini harus segera ditindak. Jangan sampai masyarakat kecil yang cari nafkah malah diperas,“ ujarnya saat dihubungi terpisah, pada Minggu(10/8).
Pun juga dengan inisial NN, yang juga warga sekitar, mengaku sering mendengar keluhan serupa dari para pedagang.
“Iya, memang beberapa kali saya dengar ada pungutan. Katanya buat keamanan, tapi nggak jelas siapa yang narik dan buat apa uangnya,“ kata NN.
Pihaknya juga menyampaikan dugaan pungli di Pinka menuntut prioritas penanganan aparat penegak hukum dan Pemkab Tulungagung.
“Selain soal keadilan sosial bagi pedagang kecil, praktik ini berpotensi melanggar regulasi pengelolaan aset negara dan menggerus citra kawasan wisata Tulungagung yang sedang berbenah,“ tukasnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pengelola Pinka maupun Pemerintah Kabupaten Tulungagung.
Praktik pungli terhadap pedagang kecil di atas lahan negara ini merupakan indikasi kuat pelanggaran hukum sekaligus bentuk tekanan ekonomi yang tidak seharusnya terjadi. (DON/Red)
Editor: Joko Prasetyo
Investigasi
Kuasa Hukum Pokmas ‘Mergo Mulyo’ Desak DPRD Fasilitasi Hearing: Kantah Tulungagung Diduga Lindungi Mafia Tanah

TULUNGAGUNG — Langkah cepat dan tegas diambil Mohammad Ababililmujaddidyn, S.Sy., M.H., C.L.A, dari kantor advokat BILY NOBILE & ASSOCIATES, dengan melayangkan permohonan hearing kepada DPRD Kabupaten Tulungagung pada Selasa (29/7/2025).
Hearing ini diajukan sebagai bentuk protes atas sikap diam Kantor Pertanahan (Kantah) Tulungagung terkait somasi yang dilayangkan sebelumnya.
Ababil, yang bertindak sebagai Kuasa Hukum Kelompok Masyarakat (Pokmas) Mergo Mulyo Desa Ngepoh, Kecamatan Tanggunggunung, mengungkapkan kekecewaannya karena somasi tertanggal 15 Juli 2025 yang ditujukan kepada Kantah Tulungagung hingga kini tidak digubris.
“Kami menyampaikan permohonan hearing ini agar DPRD Kabupaten Tulungagung dapat memfasilitasi pertemuan dengan Kepala Kantor Pertanahan untuk mendapatkan kejelasan status HGU seluas +/-264 hektare di Desa Ngepoh,” ujar Ababil kepada 90detik.com, Selasa(29/7).
Menurut Ababil, lahan tersebut semestinya telah diredistribusikan kepada masyarakat berdasarkan Surat Perintah BPN Kanwil Jawa Timur Nomor: 570.35-6291 tanggal 19 Mei 2008.
Namun hingga kini, Kantah Tulungagung belum menjalankan perintah tersebut.
“Sudah 17 tahun surat itu terbit. Tapi hingga hari ini, tak ada realisasi redistribusi tanah. Bahkan surat somasi kami pun diabaikan. Ini bukan kelalaian biasa—ini ada indikasi pembiaran yang sistematis,” tegasnya.
Tak hanya itu, Ababil juga menyebut indikasi kuat adanya penguasaan ilegal oleh pihak tertentu yang diduga melibatkan oknum pejabat di Kantah Tulungagung.
Dugaan ini diperkuat oleh tidak adanya keterbukaan terkait bukti kepemilikan HGU terbaru atas pemanfaatan lahan tersebut, yang disebut-sebut akan digunakan sebagai kawasan makam modern oleh pengembang swasta.
“Ada dugaan mafia tanah bermain di balik proyek pembangunan makam modern untuk kelompok etnis Tionghoa. Ini harus dibongkar. Masyarakat Desa Ngepoh berhak atas kejelasan dan keadilan,” lanjut Ababil.
Permohonan hearing ini menandai babak baru dalam sengketa lahan yang telah berlangsung bertahun-tahun di Desa Ngepoh.
Masyarakat kini menaruh harapan besar kepada DPRD Kabupaten Tulungagung untuk bersikap transparan, tegas, dan memihak kepada kepentingan rakyat. (Abd/DON)
- Budaya7 hari ago
Marching Band Mustika Nada SDN 2 Karangrejo Kampak Trenggalek Bikin Heboh, Lantunkan Lagu “Cinderella”
- Investigasi6 hari ago
Skandal Pungli di Kawasan Pinka, Sedot Darah PKL, Diduga Libatkan Oknum Preman dan Pengurus Lama
- Nasional2 minggu ago
Harumkan Nama Tulungagung dan Jatim, SMKN 1 Rejotangan berhasil Sabet Medali Emas di LKS Nasional 2025
- Investigasi4 hari ago
Jalan Rusak di Tulungagung, Warga “Sulap” Jalan Menjadi Kebun Pisang
- Jawa Timur3 minggu ago
Mewakili Jawa Timur, SMKN 1 Rejotangan Berpartisipasi di LKS Nasional 2025 Bidang Elektronika
- Jawa Timur1 minggu ago
Rapat Paripurna DPRD Blitar Gagal Gara-Gara Tak Kuorum, LSM LASKAR: Memalukan dan Rakyat Jadi Korban
- Investigasi3 minggu ago
Kuasa Hukum Pokmas ‘Mergo Mulyo’ Desak DPRD Fasilitasi Hearing: Kantah Tulungagung Diduga Lindungi Mafia Tanah
- Nasional3 hari ago
Media Sosial Ubah Wajah Dakwah, Wakil Ketua LD PWNU Jatim: Mereka Merupakan Pahlawan di Era Digital