Connect with us

Jakarta

Dr. Sutrisno Minta Reformasi Pembuktian Hukum Ekonomi agar Tak Kalah oleh Kartel Canggih

Published

on

Jakarta – Di tengah semakin kompleksnya perekonomian nasional dan maraknya praktik persaingan usaha yang tak sehat, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) justru dinilai belum cukup tajam dalam menegakkan hukum.

Lembaga yang seharusnya menjadi “penjaga moral pasar” itu kini menghadapi tantangan serius: lemahnya efektivitas pembuktian dalam perkara kartel dan monopoli.

Sejumlah putusan KPPU bahkan kerap dibatalkan di pengadilan, terutama pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung.

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah instrumen hukum kita masih relevan menghadapi praktik bisnis modern yang semakin canggih dan tertutup?

Menurut Dr. H. Sutrisno, SH., M.Hum., pakar hukum persaingan usaha dan advokat senior, akar persoalan terletak pada mekanisme pembuktian yang digunakan KPPU.

“Selama ini KPPU banyak mengandalkan indirect evidence atau bukti tidak langsung dengan pendekatan rule of reason. Pendekatan ini sebenarnya baik, namun dalam praktiknya sering kali kurang efektif dan menguras sumber daya,” ujarnya di Jakarta, Kamis (23/10/2025).

Padahal, lanjutnya, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 telah memberikan kewenangan yang cukup bagi KPPU untuk menegakkan prinsip persaingan usaha yang sehat dan berkeadilan demi kesejahteraan rakyat.

“KPPU sejatinya lembaga independen yang terlepas dari pengaruh pemerintah maupun pihak lain. Namun dalam penerapannya, prinsip pembuktian yang digunakan sering kali menjadi kendala,” jelas Sutrisno.

Ia menuturkan, sistem hukum Indonesia masih menjadikan direct evidence atau bukti langsung sebagai rujukan utama di pengadilan. Padahal, dalam perkara kartel, bukti langsung sangat sulit ditemukan karena sifatnya yang konspiratif dan tertutup.

“Akibatnya, tidak jarang pelaku usaha yang sebenarnya melanggar hukum justru terbebas karena lemahnya alat bukti. Membuktikan keterlibatan korporasi dalam praktik kartel bukan hal mudah, apalagi para pelaku kini semakin canggih menutupi jejaknya,” tambahnya.

Perlu Reformasi Hukum Persaingan Usaha.

Sutrisno menilai, pemerintah perlu segera mempertimbangkan revisi terhadap UU Nomor 5 Tahun 1999 agar lebih adaptif terhadap perkembangan ekonomi digital dan teknologi.

“Jika aturan lama terus dipertahankan, maka kita akan tertinggal dari praktik kartel modern. Dampaknya bukan hanya bagi pelaku usaha yang jujur, tapi juga masyarakat dan negara,” tegas Doktor Ilmu Hukum lulusan Universitas Jayabaya tersebut.

Ia juga menyoroti pentingnya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) yang mengatur penggunaan indirect evidence dalam perkara kartel.

Langkah ini diyakini akan memperkuat posisi hukum KPPU dan memberi kepastian bagi semua pihak.

“Mahkamah Agung memiliki peran strategis dalam membentuk yurisprudensi baru agar hukum kita tidak hanya menegakkan keadilan prosedural, tetapi juga keadilan substansial yang berpihak pada kepentingan publik,” ujar Wakil Ketua Umum DPN Peradi itu.

Kebutuhan Pendekatan Ekonomi dalam Pembuktian.

Secara ilmiah, penegakan hukum persaingan usaha di Indonesia menghadapi tantangan epistemologis, yakni kesenjangan antara logika hukum dengan logika ekonomi.

Di banyak negara seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat, penggunaan indirect evidence dan economic analysis telah menjadi praktik umum.

Analisis perilaku harga, komunikasi pasar, dan data algoritmik bahkan dapat digunakan sebagai bukti kuat dalam menjerat pelaku kartel.

Sementara di Indonesia, pendekatan legalistik yang terlalu formal membuat pembuktian kasus ekonomi sering kali tersendat.

Kajian OECD (2023) menunjukkan bahwa negara dengan sistem pembuktian berbasis ekonomi justru lebih efisien dalam menegakkan hukum dan meningkatkan kepatuhan pelaku usaha.

Karena itu, revisi UU Nomor 5 Tahun 1999 diharapkan tidak hanya memperbarui norma hukum, tetapi juga menyatukan pendekatan hukum dan ekonomi digital, termasuk dengan pemanfaatan data analytics dan behavioral economics untuk mendeteksi pola kartel modern.

Keadilan Substansial untuk Kesejahteraan Rakyat.

Sutrisno menegaskan, penegakan hukum persaingan usaha sejatinya bukan sekadar urusan prosedur, tetapi bagian dari perjuangan menuju keadilan ekonomi substantif.

“Kita tidak boleh kalah oleh pengusaha yang memperkaya diri dengan cara tidak fair. Dunia usaha harus tetap bersaing, tetapi persaingan itu hendaknya dijalankan secara sehat, beretika, dan berkeadilan,” tutup mantan Ketua Umum Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) periode 2015–2022 itu dengan nada optimistis. (By/Red)

Jakarta

Pelatih Andalan Yonif 2 Marinir Berikan Materi Meniti Tali dan Dayung Perahu Karet kepada Siswa-Siswi KKRI Gelombang 3

Published

on

Jakarta— Pelatih andalan Yonif 2 Marinir kembali menunjukkan dedikasi dan profesionalismenya dalam membina generasi muda. Kali ini, para pelatih memberikan bekal ilmu dan keterampilan kepada siswa-siswi KKRI (Korps Kadet Republik Indonesia) Gelombang 3 melalui materi meniti tali dan dayung perahu karet yang digelar pada rangkaian kegiatan persami yang bertempat di kolam resapan Ksatrian Marinir Hartono, Cilandak, Jakarta Selatan, Minggu (07/12/2025).

Kegiatan ini bertujuan menanamkan keberanian, ketangkasan, serta jiwa kebersamaan kepada para peserta.

Dalam latihan meniti tali, para siswa-siswi diajarkan teknik dasar keseimbangan, penggunaan perlengkapan dengan aman, serta cara menghadapi rasa takut di ketinggian.

Para pelatih Yonif 2 Marinir memberikan contoh langsung disertai pendampingan ketat untuk memastikan keselamatan peserta.

Tidak hanya itu, materi dayung perahu karet turut menjadi momen yang sangat diminati para siswa.

Mereka diperkenalkan pada teknik mendayung, pembagian peran dalam satu tim, hingga cara menjaga kekompakan saat mengendalikan perahu di perairan.

Suasana latihan berlangsung penuh semangat dan antusias, terlihat dari keberanian siswa-siswi dalam mencoba setiap instruksi yang diberikan.

Pada kesempatan tersebut Komandan Batalyon Infanteri 2 Marinir, Letkol Marinir Helilintar Setiojoyo Laksono, S.E., menyampaikan apresiasi terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut.

“Bahwa pembinaan kepada generasi muda adalah bagian dari kontribusi positif satuan terhadap lingkungan sekitar” ujarnya. (Timo)

Continue Reading

Jakarta

Danyonif 14 Marinir Resmi Tutup Persami Siswa-Siswi KKRI Gelombang 3

Published

on

Jakarta— Komandan Batalyon Infanteri 14 Marinir, Letkol Mar Letkol Marinir Agus Mutaqim, S.E., M.Tr.Opsla.,., secara resmi menutup kegiatan Perkemahan Sabtu-Minggu (Persami) Siswa-Siswi KKRI Gelombang 3 yang di bawah naungan pelatih Yonif 2 Marinir yang bertempatan di Lapangan Apel Brigade Infanteri 1 Marinir, Cilandak, Jakarta Selatan, Minggu (07/12/2025).

Dalam sebuah upacara yang berlangsung khidmat dan penuh semangat, Kegiatan Persami yang digelar selama dua hari tersebut merupakan bagian dari pembinaan karakter, kedisiplinan, dan peningkatan wawasan kebangsaan bagi para siswa-siswi KKRI.

Selama kegiatan, para peserta menerima berbagai materi, mulai dari teknik baris-berbaris, jungle survival, pioner, hingga kegiatan permainan edukatif yang dirancang untuk memperkuat kerja sama dan jiwa kepemimpinan.

Pada kesempatan tersebut Danyonif 14 Marinir Letkol Marinir Agus Mutaqim, S.E., M.Tr.Opsla., menyampaikan apresiasi atas antusiasme para peserta serta dedikasi para pembina yang telah mengawal kegiatan berjalan aman dan lancar.

“Persami bukan hanya tentang berkemah, tetapi tentang membentuk karakter generasi muda yang disiplin, berani, dan memiliki rasa tanggung jawab. Saya berharap pengalaman yang didapat selama kegiatan ini menjadi bekal berharga dalam kehidupan sehari-hari,” tegasnya. (Timo)

Continue Reading

Jakarta

Drama Pewayangan Nusantara yang Berulang: Megawati, Said Abdullah, dan Siasat Sang Penguasa

Published

on

Jakarta— Di panggung besar politik Indonesia tempat cahaya kekuasaan menari bersama bayang-bayang sejarah nama Megawati Soekarnoputri kembali mengguncang gelanggang.

Di tengah guncangan internal PDI Perjuangan pasca kekalahan pemilu, Megawati tampil sebagai sosok yang menatap jauh ke lorong sejarah, ke ruang tempat gema leluhur dan siasat para raja silam masih berbisik.

Dalam langkah para elite yang sunyi, bayangan Majapahit seakan bangkit lagi. Tujuh abad silam, ketika Singhasari runtuh dan pasukan Mongol mengancam Jawa, Raden Wijaya tidak berlari ke pusat kekuasaan. Ia justru bergerak ke timur, ke tanah Madura wilayah yang sejak dahulu memegang teguh kesetiaan.

Di sanalah Arya Wiraraja, penguasa Madura yang berwibawa, membuka perlindungan dan menawarkan strategi. Dari aliansi itulah:

  • siaga melawan Mongol tersusun matang,
  • kekacauan dapat dipatahkan,
  • dan Majapahit bangkit menjadi imperium terbesar Nusantara.

Sejarah pun mencatat satu pesan penting: kekuatan yang kerap dianggap pinggiran justru sering menjadi fondasi kebangkitan.

Kini, babak serupa seolah kembali berulang. PDI Perjuangan merosot pamornya; barisan internal merenggang; elite mudanya saling mencurigai; dan struktur partai berguncang diterpa arus perubahan.

Dalam gemuruh ketidakpastian itu, Megawati menoleh pada figur yang selama ini jarang berdiri di garis depan panggung nasional, namun pengaruhnya di akar rumput tak pernah diragukan: Said Abdullah.

Said bukan sekadar kader senior. Ia adalah:

  • penjaga jaringan politik Jawa Timur–Madura,
  • figur yang dekat dengan kiai, tokoh adat, dan masyarakat bawah,
  • organisator yang mampu menggerakkan massa secara solid,
  • serta sosok yang tak pernah bersinggungan konflik dengan keluarga inti PDI Perjuangan.

Dalam bahasa pewayangan, Said bukan ksatria yang mengayun senjata di tengah gelanggang, melainkan senopati penjaga gerbang kerajaan pilar yang tetap kokoh ketika istana retak dari dalam.

Siasat sejarah memang tak pernah mati. Ketika pusat kekuasaan melemah, Raden Wijaya membangun kekuatan dari timur.

Ketika Majapahit terancam, keputusan menggandeng Madura justru menjadi titik awal kejayaan baru.

Hari ini, Megawati seakan mengikuti pola yang sama: menguatkan poros timur sebagai sandaran kebangkitan.

Madura hadir kembali, bukan sebatas wilayah, tetapi sebagai simbol kesetiaan politik tanah yang dalam lintasan sejarah berkali-kali menjadi tempat kerajaan bangkit dari keterpurukan.

Sejarah adalah gamelan yang dentingnya tak pernah padam. Maka keputusan Megawati merapatkan langkah kepada Said Abdullah membentuk pertalian dua lakon:

  • ratu tua penjaga warisan, dan
  • senopati timur pemikul kesetiaan.

Pewayangan Nusantara berpesan:

  • Saat istana retak, carilah pilar dari tanah yang tak mengenal pengkhianatan.
  • Saat para pewaris saling berebut mahkota, sandarkan diri pada sosok yang tetap teguh.
  • Saat masa depan gelap, dengarkan kembali mantra siasat para leluhur.

Dan di situlah sejarah berputar, lakon kembali menyatu: Megawati dan Said Abdullah, Raden Wijaya dan Arya Wiraraja. Dua zaman, dua tokoh, satu pola agung: siasat tak pernah mati. (By/Red)

Oleh: Suga Ayip JBT Kriwul, Pengamat Budaya Politik Nusantara

Continue Reading

Trending