Jawa Timur
Gelar ‘Nderes Budaya’, LESBUMI Tulungagung Pentingnya Miliki Dasar Keilmuan

TULUNGAGUNG, 90detik.com- Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (LESBUMI) Tulungagung, melaksanakan kegiatan saresehan, mengenai fenomena di media sosial terkait efek yang ditimbulkan terkait pro kontra nasab. Bertempat di Pondok Pesantren Nurussalam, Desa Sambijajar, Kecamatan Sumbergempol, pada Sabtu (25/05).
Kegiatan yang dilandasi rasa keprihatinan ini, dengan mengambil tema “Membangun Keberislaman Dalam Bingkai Sejarah Dan Budaya Nusantara”.
Kegiatan tersebut turut dihadiri 150 peserta terdiri dari beberapa perwakilan baik dari Pengurus MWC NU se Tulungagung, pengurus LESBUMI Tingkat MWC NU se Tulungagung, pemerhati sejarah serta budayawan. Juga dari beberapa masyarakat umum yang memang sangat mempunyai perhatian khusus terhadap fenomena tersebut.

Sesi foto bersama pemateri bersama peserta.(doc/CM)
Kegiatan kajian ini menghadirkan narasumber yang memiliki kompetensi dalam memberikan pemaparan, mengenai permasalahan yang saat ini ramai menjadi perbincangan masyarakat.
Diantaranya Kyai Dafid Fuadi selaku Ketua Aswaja Center Pengurus Wilayah Nahdhotul ‘Ulama (PWNU) Jawa Timur dan KRT. KH. Nur Ihya’ Salafi Hadinegoro, peneliti manuskrip/kitab sejarah.
Arif Jauhari, S.H, Ketua LESBUMI Tulungagung, dalam sambutannya menyampaikan, kegiatan Nderes Budaya, bahwa kajian bukan membahas tentang polemik dan kontroversi nasab akan tetapi kajian ilmiah mengenai efek sosial budaya yang diakibatkan dari polemik tersebut. Dalam perspektif sejarah yang dikaji dengan akhlaqul karimah dan tetap menjaga marwah NU.
Dijelaskannya, dalam pembahasan kajian diantaranya tentang munculnya sejarah NU versi baru.
”Juga mengenai makam-makam baik kuno maupun baru yang tiba-tiba ada serta dinisbatkan kepada seseorang yang secara data tidak ditemukan ketersambungan dengan shobihul makam. Serta mengenai silsilah tokoh sejarah Islam mulai era walisongo sampai masa Mataram Islam yang tiba-tiba muncul,” ujarnya.
Arif Jauhari, juga menyatakan itu semua merupakan domain dari LESBUMI yang memang merupakan lembaga di bawah naungan NU yang bergerak di bidang seni, budaya serta sejarah.
Sementara itu, Gus Dafid (panggilan akrab Kyai Dafid Fuadi) sebagai narasumber utama dalam kajian ini juga menyampaikan hal menarik tentang bahasan qoul (perkataan) yang dinisbatkan pada habaib yang perlu ditinjau dari sisi kevalidannya dan juga penerapannya, yang dinilai kurang pas.
”Diantaranya mengenai ungkapan dimana habib bodoh lebih mulia dibandingkan 70 (tujuh puluh) ulama’ yang bukan habaib. Karena kajian ilmiah tentu dibutuhkan refrensi yang mu’tabar,”ujarnya.
Kyai Dafid yang memiliki kepakaran didalamnya, menjelaskan pengertian tersebut perlu untuk diurai dan dibandingkan.
”Berdasarkan beberapa kitab baik yang dikarang oleh ulama dari golongan habaib dan ulama yang bukan,” imbuhnya.
Lebih lanjut, masih Kyai Dafid mengatakan amalan rotibul haddad yang banyak orang menilai Habib Abdulloh Bin Alwi Al Hadad menjiplak (meniru,red) wirid dari Imam Rifa’i.
Gus Dafid mempunyai penemuan khusnudzon, “mungkin saja ada ketersambungan sanad keilmuan/thoriqoh melalui jalur salah satunya dari Syech Ahmad Al Qusyasyi,” jelasnya.
Pada pemaparan yang lain, Kyai Dafid Fuadi juga menekankan bahwa perdebatan mengenai nasab sejatinya sudah terjadi jauh terjadi sebelum era sekarang ini. Tepatnya di masa Dinasti Fatimiyah. Dimana keluarga Dinasti Fatimiyah pada saat itu mengklaim bahwa nasab mereka memiliki ketersambungan pada Rasulullah SAW.
Kyai yang juga sebagai Ketua Aswaja Center Jawa Timur,ini juga menegaskan Saat itu terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama.
”Ada yang mendukung, ada yang menolak serta ada yang diam saja (tidak mendukung juga tidak menolak)”, tukas Kyai Dafid Fuadi menukil dari kitab Attahqiq Al Fathimy.
Kesempatan itu, peneliti manuskrip/kitab sejarah KRT. KH. Nur Ihya’ Salafy Hadinegoro, menyampaikan ketidaksambungan nasab Ba’alawy yang beliau jelaskan selama ini adalah temuan beliau sendiri melalui beberapa refrensi kitab sejarah.
Beliau menjelaskan dalam posisi sebagai sejarawan dan pengamat manuskrip, nasab yang dalam hal ini tidak ada paksaan dan harus diikuti, serta kebenaran klaim sepihak.
“Kami membuka pintu selebar-lebarnya apabila memang apa yang kami sampaikan dan kami temukan dibatalkan dengan beberapa temuan atau kitab referensi yang mendukung pembatalan temuan kami. Karena ini murni pertanggungjawaban kami sebagai ilmuan. Kami juga senantiasa dan tetap tawadhu’ dan hormat terhadap kyai NU,” jelas Kyai Ihya’.
Suasana yang terbangun dalam kajian ‘Nderes Budaya’ ini diwarnai penuh keakraban. Namun tetap berpijak pada keilmiahan.
Diakhir acara Arif Jauhari juga berharap inilah NU, suasana yang dari awal dinilai mengundang kontroversi dan polemik ternyata berakhir dengan kepuasan yang sangat berkesan elegan dan ilmiah.(CM/Red)
Editor: JK
Jawa Timur
Tabrak Ibu hingga Tewas di Ngunut, Sopir Bus Harapan Jaya Langsung Ditahan Polisi

TULUNGAGUNG – Kecelakaan maut yang melibatkan Bus Harapan Jaya di Jalan Raya Gilang, Ngunut, berbuntut panjang. Satlantas Polres Tulungagung menetapkan sopir bus berinisial KW (46) sebagai tersangka setelah penyidikan mengungkap adanya kelalaian yang menewaskan seorang ibu dan melukai anaknya.
Korban, JW, warga Desa Kaliwungu, meninggal di lokasi akibat benturan keras di bagian kepala. Sementara anaknya, EB (19), mengalami luka serius dan saat ini dirawat intensif di RSUD dr Iskak Tulungagung.
Kasatlantas Polres Tulungagung, AKP M. Taufik Nabila, memaparkan bahwa kecelakaan terjadi pada Jumat (14/11) pukul 16.20 WIB saat bus melaju dari Blitar menuju Tulungagung. Bus berusaha menyalip motor korban, namun manuver itu berubah menjadi fatal.
“Ketika bus masuk ke lajur kanan, dari arah berlawanan datang truk tebu. Sopir kemudian membanting setir ke kiri untuk menghindar,” ujarnya.
Gerakan mendadak tersebut membuat bagian depan bus menyerempet stang sepeda motor korban. Motor tak stabil dan korban terpental. Polisi memastikan sopir dalam kondisi sadar dan hasil tes urin negatif.
Unit bus, motor korban, STNK, dan SIM B1 Umum milik tersangka telah diamankan. Penyidik menjerat KW dengan Pasal 310 ayat (4) UU Lalu Lintas, dengan ancaman maksimal enam tahun penjara dan/atau denda Rp 12 juta.
Polisi juga menelusuri alibi waktu tempuh bus dari Terminal Patria Blitar. Catatan terminal menunjukkan bus berangkat pukul 16.00 WIB, hanya 20 menit sebelum kecelakaan terjadi di Gilang.
AKP Taufik menegaskan bahwa Satlantas akan menangani kasus ini secara terbuka dan tidak memberi toleransi bagi pengemudi angkutan umum yang mengabaikan keselamatan.
“Kami akan memperkuat pengawasan bus melalui ETLE dan penindakan manual. Kelalaian yang mengakibatkan korban jiwa adalah tindak pidana,” tegasnya.
Ia meminta masyarakat melaporkan setiap perilaku ugal-ugalan sopir bus, terutama pada jalur rawan kecelakaan.(DON/Red)
Editor: Joko Prasetyo
Jawa Timur
Bus Harapan Jaya Kembali Telan Korban, Sopir Resmi Jadi Tersangka

TULUNGAGUNG- Kecelakaan maut melibatkan bus Harapan Jaya kembali terulang. Kali ini terjadi di Jalan Desa Gilang, Kecamatan Ngunut, Tulungagung, pada Jumat (14/11) sore. Bus Harapan Jaya AG 7707 US menabrak motor Suzuki Shogun hingga menewaskan pengendara wanita dan melukai satu penumpangnya.
Korban tewas adalah Juliana Wati (46), warga Kaliwungu, Ngunut. Sementara Ebenhaezer Handy Akira Tjhajadi (19) mengalami luka ringan.
Menurut Satlantas Polres Tulungagung, bus yang dikemudikan Kris Wahyudi (46) mencoba mendahului motor di depannya. Saat berpindah ke lajur kanan, muncul truk tebu dari arah berlawanan.
Sopir bus banting setir ke kiri, namun ruang sempit membuat bus justru menabrak motor tersebut..Bus dipastikan dalam kondisi laik jalan, dan tes urine sopir menunjukkan hasil negatif.
Data Terminal Patria Blitar mencatat bus tiba pukul 15.56 WIB dan berangkat lagi menuju Magelang pukul 16.00 WIB. Sementara kecelakaan terjadi sekitar 16.20 WIB di Ngunut. Penyidik kini mencocokkan data tersebut dengan temuan di lokasi.
Sopir bus dijerat Pasal 310 Ayat (4) UU LLAJ, dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara atau denda hingga Rp12 juta.
Satlantas menegaskan bakal menertibkan angkutan umum yang melanggar aturan, baik lewat ETLE maupun tilang manual.
“Kami minta sopir bus menaati batas kecepatan dan tidak membahayakan pengguna jalan,” ujar Kasatlantas Tulungagung AKP M. Taufik Nabila.(Abd/Red)
Editor: Joko Prasetyo
Jawa Timur
Usai Ziarah ke Taman Makam Pahlawan, GPI Ancam Duduki Kantor PUPR Blitar Jika Proyek Jalan Digarap Asal-asalan

BLITAR – Gerakan Pembaharuan Indonesia (GPI) menyuarakan kritik keras terhadap kinerja Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Blitar yang dinilai lamban dalam menyerap anggaran dan merealisasikan proyek pembangunan jalan.
Ketua GPI, Jaka Prasetya, bahkan mengeluarkan ultimatum bahwa pihaknya siap melakukan aksi lanjutan jika pengerjaan proyek infrastruktur dilakukan asal-asalan menjelang akhir tahun anggaran.
“Anggaran dalam APBD reguler dan PAK sudah tersedia, tetapi sampai saat ini tidak terlihat kegiatan pembangunan jalan yang berjalan. Ini memprihatinkan. Masyarakat menunggu, bukan menunda,” ujar Jaka, Senin (10/11).
Menurut Jaka, kondisi jalan rusak di sejumlah wilayah Kabupaten Blitar sudah lama dikeluhkan warga. Ia menegaskan bahwa penundaan realisasi pembangunan berpotensi merugikan masyarakat dan memunculkan spekulasi mengenai keseriusan pemerintah daerah.

Ketua GPI Jaka Prasetya, saat menyampaikan orasi di depan kantor DPUPR Kabupaten Blitar, (dok/JK).
“Masyarakat berharap pembangunan terlaksana tahun ini. Kami akan memantau langsung pelaksana proyek. Jika pekerjaan dikebut tanpa memperhatikan kualitas, lebih baik tidak usah dibayar,” tegasnya.
Jaka menambahkan, jika terjadi pembayaran pada proyek yang hasilnya buruk, pihaknya siap melakukan aksi yang lebih tegas.
“Kalau sampai dibayar padahal mutunya buruk, kantor Dinas PUPR akan kami duduki. Ini jelas demi kepentingan publik,” tandasnya.
Sebelum menyampaikan aspirasi ke Dinas PUPR, GPI mengawali kegiatan dengan melakukan ziarah ke Taman Makam Pahlawan (TMP) Jl. Sudanco Suprijadi, Kota Blitar. Ziarah tersebut dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada pejuang yang telah mengorbankan hidupnya demi kemerdekaan.
“Kami berdoa dan mengenang jasa para pahlawan. Semangat juang mereka menjadi landasan moral bagi kami dalam memperjuangkan hak masyarakat,” kata Jaka.
GPI memaknai perjuangan pahlawan tidak hanya sebatas seremoni, namun harus diwujudkan dalam tindakan nyata untuk kepentingan rakyat.
Mereka menyatakan akan terus mengawal dan memastikan proses pembangunan berjalan sesuai aturan, tepat waktu, dan berkualitas.(JK/Red)
Editor : Joko Prasetyo
Nasional2 minggu agoProyek JUT Sobontoro Amburadul: Diduga Pokir Wakil Bupati, GMPN Desak Audit dan Penyelidikan
Redaksi2 minggu agoProyek APBD Rp 3,9 Miliar di Tulungagung Ditinggal Kabur, Warga: Ini Bukan Pembangunan, Tapi Bencana
Nasional7 hari agoWarga Desa di Blitar Swadaya Tambal Jalan Rusak Parah, Minta Perhatian Pemkab
Redaksi2 minggu agoDua Mahasiswi Tewas Tertabrak Bus Harapan Jaya di Tulungagung, Satu Korban Luka Berat
Jawa Timur1 minggu agoKoperasi Kelurahan Merah Putih Khawatir Mafia Pangan Kuasai Program MBG di Blitar
Redaksi2 minggu agoGenting Usang di Proyek Rehab Sekolah Rp 362 Juta, Keselamatan Siswa Dipertaruhkan
Redaksi2 minggu agoLaju Ganas Bus Harapan Jaya Renggut Nyawa Pemotor di Tulungagung
Nasional2 minggu agoDugaan Ada Tikus Proyek, Rabat Beton Telan Anggaran Rp 200 Juta Rusak Parah Belum Setengah Tahun













