Connect with us

Redaksi

Polres Blitar Kota Pastikan Pemilu 2024 Aman dan Lancar

Published

on

BLITAR, 90detik.com Polres Blitar Kota memastikan pelaksanaan Pemilu 2024 pada 14 Februari 2024 yang lalu di wilayah hukumnya berjalan aman dan lancar. Polres Blitar Kota menaungi 9 Polsek, terdiri dari 3 Polsek di wilayah Kota Blitar dan 6 wilayah di Kabupaten Blitar.

Demikian disampaikan oleh Kapolres Blitar Kota AKBP Danang Setiyo P.S S.H S.I.K Tugas utama Polri pada pelaksanaan Pemilu 2024 adalah fokus pada pengamanan terhadap rangkaian kegiatan Pemilu berjalan dengan baik, aman, tertib dan damai.

Sedangkan, penyelenggaraan Pemilu 2024 secara khusus menjadi tanggung jawab dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota maupun Kabupaten Blitar.

“Kepolisian hanya fokus pada pengamanan terhadap rangkaian kegiatan Pemilu berjalan dengan baik, aman, tertib dan damai. Kami pastikan, penyelenggaraan Pemilu di wilayah hukum Polres Blitar Kota berjalan aman dan lancar,” ucap AKBP Danang, Rabu (20/03/2024).

Dijelaskan AKBP Danang Setiyo PS, terkait dengan aplikasi Sirekap, kepolisian tidak memiliki akses untuk masuk di aplikasi tersebut.

Masyarakat pun bisa menanyakan hal ini langsung ke KPU Kota maupun Kabupaten Blitar. Dia menegaskan, saat ini rangkaian kegiatan pemilu berjalan dengan baik dan Polri melalui Gakkumdu melaksanakan penyidikan terhadap tindak pidana pemilu terjadi.

“Kalau aplikasi Sirekap bukan menjadi wewenang kami dan kami dari kepolisian juga tidak punya akses untuk kesitu. Bisa langsung ditanyakan kepada KPU Kota maupun Kabupaten Blitar,” jelasnya.

Lebih lanjut AKBP Danang meminta masyarakat tidak mempercayai adanya informasi yang menyebutkan Polri memiliki akses ke aplikasi Sirekap. Karena, aplikasi Sirekap hanya dapat diakses oleh penyelenggara Pemilu dalam hal ini KPU.

“Kami sampaikan juga ucapan terima kasih kepada masyarakat Blitar Kota khususnya, atas dukungannya dan supportnya kepada Polres Blitar Kota dalam penyelenggaraan Pemilu yang aman, tertib, dan damai,” pungkas Kapolres Blitar AKBP Danang Prasetyo.(Red)

Redaksi

Sengketa Tanah 40 Tahun: Polres Tulungagung Akui Proses Mandek karena BPN Belum Beri Data

Published

on

TULUNGAGUNG— Sengketa tanah yang telah berlangsung lebih dari empat dekade di Desa Banjarejo, Kecamatan Rejotangan, kembali mencuat setelah pihak ahli waris menanyakan kejelasan proses hukum yang hingga kini dinilai mandek.

Polemik kepemilikan lahan seluas 800 meter persegi yang selama sekitar 40 tahun digunakan sebagai lokasi Puskesmas tanpa izin pemilik masih belum menemui titik akhir.

Agus Wahono (41), ahli waris sekaligus pelapor, mengaku kecewa lantaran penyelidikan terkait dugaan pelanggaran dalam penguasaan lahan tersebut tak menunjukkan perkembangan berarti.

Ia menegaskan bahwa keluarganya telah mengajukan permohonan tindak lanjut hingga tiga kali namun belum memperoleh jawaban.

“Sampai saat ini kami belum mendapat jawaban, padahal kami sudah bersurat permohonan tiga kali. Masalah ini sudah terlalu lama,” ujarnya.

Kronologi sengketa ini berawal dari gugatan perdata yang diajukan ahli waris atas nama Nyonya Kartini pada 2 September 2022, berdasarkan Letter C Nomor 777 dan bukti kwitansi pembelian.

Pengadilan Negeri Tulungagung kemudian memutuskan bahwa ahli waris memenangkan perkara melawan Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung dan pihak lainnya. Putusan tersebut dikuatkan hingga tingkat kasasi.

Karena telah berkekuatan hukum tetap, Pengadilan Negeri Tulungagung melakukan eksekusi pembongkaran sebagian bangunan Puskesmas pada 5 Februari 2025.

Namun, proses pidana atas dugaan penyimpangan dalam penguasaan lahan justru dinilai berjalan lambat.

Kanit Pidsus Satreskrim Polres Tulungagung, IPDA Fatahillah Aslam, mengakui bahwa penyidikan belum bisa dilanjutkan karena pihaknya masih menunggu data resmi dari ATR/BPN Tulungagung.

“Proses berlanjut, sampai saat ini kami masih menunggu data dari ATR/BPN Tulungagung. Sampai saat ini kami belum mendapat jawaban padahal kami sudah bersurat permohonan 3 kali”, ujarnya kepada 90detik.com, Rabu(3/12).

Ia juga menyebut ada kendala teknis di BPN yang belum dapat dijelaskan secara rinci oleh kepolisian.

“Teknis lain yang dialami BPN kami kurang paham, tapi tetap kami follow up,” tegasnya.

Pun, Agus Wahono menyayangkan lambannya perkembangan kasus yang menurutnya merugikan keluarga besar ahli waris. Ia menegaskan bahwa perjuangannya tidak akan berhenti sampai seluruh proses hukum tuntas.

“Saya tidak akan berhenti begitu saja. Kami ingin kejelasan dan kepastian hukum,” katanya.

Hingga kini, keluarga ahli waris masih menunggu tindak lanjut dari Polres Tulungagung dan Kejaksaan Negeri Tulungagung, sambil berharap ATR/BPN segera menyerahkan data yang dibutuhkan agar penyidikan dapat berjalan sebagaimana mestinya. (DON/Red)

Editor: Joko Prasetyo

Continue Reading

Redaksi

Benang Kusut Truk Tangki Terbalik: Polisi Temukan Plat Bodong hingga Indikasi Penyelewengan Solar Subsidi

Published

on

TULUNGAGUNG— Insiden kecelakaan tunggal truk tangki pengangkut solar di Jalur Lintas Selatan (JLS) Besuki, pada Jumat (28/11), berkembang menjadi temuan kasus yang jauh lebih kompleks.

Polres Tulungagung menemukan serangkaian kejanggalan yang membuka dugaan kuat adanya pelanggaran administratif serius hingga indikasi penyelewengan solar subsidi dalam proses distribusinya.

Kasat Lantas Polres Tulungagung, AKP M. Taufik Nabila, mengungkapkan bahwa sopir berinisial R (55) telah resmi ditilang lantaran menggunakan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) yang tidak sesuai dengan data kendaraan. Pelanggaran tersebut masuk dalam jerat Pasal 280 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

“Yang menjadi sorotan, saat kami cek alamat pemilik kendaraan berdasarkan TNKB AG 9642 UT yang terdaftar atas nama PT BPI di Karangrejo, perusahaan itu tidak ditemukan. Tidak ada aktivitas perusahaan maupun identitas resmi di lokasi tersebut,” tegas AKP Nabila, pada Rabu (3/12).

Dari sisi muatan, Satreskrim Polres Tulungagung mengambil langkah cepat untuk memastikan legalitas solar yang diangkut truk tersebut. Indikasi adanya penyaluran BBM subsidi yang tidak sesuai peruntukan kini menjadi fokus pendalaman penyidik.

Kasat Reskrim Polres Tulungagung, AKP Ryo Pradana, menyampaikan bahwa pihaknya telah memeriksa sopir R dan seorang administrator PT KSE penerima BBM berinisial P.

“Menurut mereka, solar ini dikirim dari PT LBP Surabaya ke PT KSE di Besuki. Sudah tiga kali pengiriman, dua kali berjalan mulus total 8.000 liter, dan yang ketiga ini mengalami kecelakaan,” ungkapnya.

Kasat Reskrim Polres Tulungagung, AKP Ryo Pradana, saat memberikan keterangan kepada awak media. Foto;(dok/istimewa).

Akibat truk yang terbalik, sekitar 6.000 liter solar tumpah ke jalanan. Polisi menyita sisa BBM yang masih tertinggal dalam tangki dan mengambil sampel untuk diuji laboratorium. Uji ini diperlukan untuk memastikan apakah solar tersebut merupakan jenis subsidi atau non-subsidi.

“Sampel telah dikirim ke Laboratorium LEMIGAS Kementerian ESDM dan Laboratorium ITS Surabaya. Kami menunggu hasilnya dalam dua minggu ke depan,” imbuhnya.

Penyidik juga telah memeriksa saksi-saksi lain, termasuk D dari PT LBP selaku pengirim dan H yang diduga menjadi perantara dalam rantai distribusi.

Selain itu, panggilan resmi telah dilayangkan kepada jajaran PT KSE serta pihak PT BPI perusahaan yang keberadaannya menjadi tanda tanya besar.

“Kami mendalami seluruh rangkaian distribusi, dari sopir, pengirim, penerima, hingga perusahaan pemilik kendaraan yang tidak jelas legalitasnya. Polres Tulungagung berkomitmen melakukan penyelidikan secara profesional dan transparan,” tegas AKP Ryo Pradana.

Menguatnya temuan awal terkait TNKB bodong hingga dugaan distribusi solar subsidi ilegal membuat penyelidikan ini menjadi perhatian publik.

Polres Tulungagung memastikan masyarakat akan terus mendapatkan perkembangan terbaru dari penanganan kasus yang kian menunjukkan kompleksitas besar dalam mata rantai distribusi BBM tersebut. (DON/Red)

Editor: Joko Prasetyo

Continue Reading

Redaksi

Kemenangan Pahit di Pengadilan, Penantian Tanpa Ujung: Tanah Puskesmas Diklaim Dua Pihak, Siapa Sebenarnya Pemiliknya?

Published

on

TULUNGAGUNG – Sebuah kemenangan di tiga tingkat peradilan ternyata belum cukup untuk mengembalikan tanah yang diklaim sebagai milik keluarga. Agus Wahono (41) warga Desa Banjarejo, Kecamatan Rejotangan, masih terkatung-katung menunggu kejelasan status tanah keluarganya yang telah disengketakan dengan Pemerintah Desa dan Dinas Kesehatan setempat selama lebih dari empat dekade.

Lahan seluas 800 meter persegi itu telah dikuasai dan digunakan sebagai gedung Puskesmas Banjarejo tanpa izin dari pemilik sah, menurut klaim keluarga.

Sengketa memuncak ketika Pengadilan Negeri (PN) Tulungagung mengeksekusi pembongkaran sebagian bangunan Puskesmas pada 5 Februari 2025.

Eksekusi itu merupakan akhir dari perjalanan panjang gugatan perdata yang diajukan ahli waris, Nyonya Kartini, pada 2 September 2022.

Dengan membawa bukti kuat berupa Buku Letter C Desa Nomor 777 dan kwitansi pembelian atas namanya, pengadilan memenangkan gugatan melawan Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung dan pihak terkait.

Kemenangan itu bertahan hingga tingkat banding dan kasasi, membuat putusan tersebut berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Klaim Ganda dan Dokumen Saling Silang.

Yang membuat kasus ini rumit adalah klaim ganda yang terjadi jauh sebelum gugatan hukum. Saat keluarga Agus Wahono mempertanyakan status tanah kepada Kepala Desa, jawaban yang didapat justru mengejutkan.

Pemerintah Desa Banjarejo bersikukuh tanah tersebut adalah aset desa dan bahkan menunjukkan sebuah sertifikat sebagai bukti.

“Kalau tanah itu resmi milik desa, seharusnya tidak mungkin kami menang sampai tingkat kasasi,” ujar Agus Wahono kepada awak media, pada Selasa (25/2).

Ia mempertanyakan validitas sertifikat yang dikeluarkan desa, mengingat pengadilan justru mengakui keabsahan Letter C dan kwitansi milik keluarganya.

Hampir setahun pasca eksekusi, Agus mengaku tidak melihat perkembangan berarti. Gugatan telah dimenangkan, bangunan sebagian dibongkar, namun status tanah dan upaya hukum atas kejanggalan klaim kepemilikan desa seolah mandek.

“Saya merasa dirugikan dengan mandeknya masalah ini. Sudah 40 tahun tanah keluarga saya dikuasai tanpa hak. Saya tidak akan berhenti sampai semuanya jelas dan hak kami kembali sepenuhnya,” tegasnya.

Desakan itu telah ia sampaikan dengan mendatangi Polres Tulungagung dan Kejaksaan Negeri Tulungagung untuk menanyakan kelanjutan penanganan kasus ini, terutama terkait kejelasan status sertifikat yang dikeluarkan desa.

Cermin Buram Pengelolaan Aset Daerah.

Kasus Banjarejo ini menyingkap kelemahan serius dalam sistem inventarisasi dan pengelolaan aset di tingkat desa dan kabupaten.

Konflik yang berlarut-larut akibat klaim tumpang tindih antara dokumen warga (Letter C) dan pemerintah desa (sertifikat) menunjukkan adanya celah administratif yang bisa memicu sengketa serupa di tempat lain.

Kasus ini seharusnya menjadi peringatan keras bagi Pemerintah Kabupaten Tulungagung untuk segera melakukan pemetaan ulang dan sertifikasi aset desa dan daerah secara menyeluruh. Tujuannya jelas: memastikan kepastian hukum dan mencegah konflik serupa terulang di masa depan.

Kini, bola berada di tangan aparat penegak hukum. Masyarakat, terutama keluarga Agus Wahono, menunggu langkah tegas untuk mengungkap kebenaran di balik dua dokumen kepemilikan yang saling bertolak belakang itu.

Bagi Agus, ini bukan lagi sekadar soal meter persegi tanah, melainkan perjuangan menegakkan keadilan yang telah tertunda puluhan tahun. (DON/Red)

Editor: Joko Prasetyo

Continue Reading

Trending