Nasional
Polri Tegas Tindak Akun Provokatif Demi Jaga Stabilitas Nasional

Jakarta— Kepolisian Negara Republik Indonesia menunjukkan ketegasan dalam menjaga stabilitas keamanan nasional dengan menangkap tujuh pelaku penyebar konten provokatif melalui media sosial yang berkaitan dengan aksi unjuk rasa pada 25 dan 28 Agustus 2025.
Langkah ini merupakan hasil dari patroli siber yang dilakukan oleh Direktorat Siber Bareskrim Polri sejak 23 Agustus.
Sebanyak 592 akun dan konten provokatif telah diblokir bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Digital.
Para pelaku dianggap menyebarkan ajakan yang dapat memicu tindakan melawan hukum, termasuk ajakan penjarahan, pembakaran, dan hasutan terhadap institusi negara.
Penegakan hukum ini menegaskan komitmen Polri dalam menjaga ketertiban masyarakat dan mencegah penyebaran hoaks, disinformasi, serta ujaran kebencian yang mengancam keutuhan bangsa.
“Kami tidak akan memberikan ruang bagi penyebar kebencian dan provokator yang menggunakan media sosial sebagai alat untuk mengadu domba masyarakat,” tegas Dirtipidsiber Brigjen Pol Himawan Bayu Aji.
Langkah hukum ini sekaligus menjadi peringatan kepada publik untuk menggunakan media sosial secara bijak dan bertanggung jawab. (By/Red)
Jawa Timur
Meski Trans7 Minta Maaf, Waskita Bersikukuh Tuntut Pencabutan Hak Siar

TULUNGAGUNG- Langkah permintaan maaf yang telah dilakukan oleh pihak Trans7 atas tayangan yang menyinggung Pondok Pesantren Lirboyo ternyata belum cukup meredam amarah komunitas pesantren.
Salah satunya datang dari komunitas Waskita Wahana Silaturahmi Kyai Tulungagung (Waskita) yang dipimpin KH.Anang Muhsin yang akrab disapa Gus Anang, secara resmi menyatakan bahwa tiga tuntutan awal mereka tetap berlaku dan harus dipenuhi.
Dalam pernyataan sikapnya yang dikeluarkan pada Minggu( 19/10) malam, Waskita menegaskan bahwa meskipun Trans7 telah meminta maaf, langkah tersebut dinilai belum memadai dan belum menyentuh substansi persoalan.
“Permintaan maaf yang disampaikan Trans7 kami apresiasi sebagai langkah awal. Namun, hal itu tidak serta merta menghapus dampak negatif dan provokatif yang telah menyebar luas di masyarakat. Oleh karena itu, tiga tuntutan kami tetap berdiri dan harus ditindaklanjuti,” tegas Gus Toha selaku penasihat hukum Waskita, saat dihubungi awak media pada Senin (20/10).
Pernyataan sikap tersebut mempertegas kembali tiga tuntutan yang sebelumnya telah digulirkan:
1. Boikot terhadap seluruh tayangan Trans7 oleh masyarakat.
2. Permintaan maaf resmi dari pimpinan dan pemilik Trans7 kepada Pengasuh Ponpes Lirboyo dan seluruh pesantren se-Indonesia.
3. Pencabutan hak siar Trans7 sebagai bentuk pertanggungjawaban ultimate.
Waskita menilai tayangan tersebut bukan hanya sekadar kesalahan editorial, tetapi telah melukai martabat dan merusak nama baik institusi pesantren yang telah berjasa membangun karakter bangsa.
Menurut Gus Hahibi selaku ketua RMI (Robitoh Makhad Islamiyah) Pencabutan hak siar dinilai sebagai konsekuensi logis untuk menciptakan efek jera dan menjaga marwah pendidikan pesantren di masa depan.
Dari ketiga tuntutan itu, poin pencabutan hak siar muncul sebagai tuntutan paling keras dan menjadi perhatian utama.
Pihak Waskita menjelaskan bahwa lembaga penyiaran yang telah terbukti melakukan pelanggaran serius terhadap etika dan nilai-nilai agama harus memikul tanggung jawab yang setimpal.
“Kami tidak main-main dengan tuntutan ini. Pencabutan hak siar adalah wujud dari perlawanan terhadap sistematis yang mendiskreditkan pesantren. Kami akan terus menggalang dukungan hingga tuntutan ini didengar oleh pihak yang berwenang,” tambah salah satu perwakilan Waskita.
Dengan pernyataan sikap ini, polemik diperkirakan akan memasuki babak baru. Tekanan terhadap Trans7 tidak akan mereda dan akan terus berlanjut, atas tayangan tersebut. (DON/Red)
Editor: Joko Prasetyo
Nasional
Ratusan Pengasuh Ponpes di Tulungagung, Tuntut Permintaan Maaf Dugaan Pencemaran Nama Baik Lirboyo

TULUNGAGUNG- Ratusan pengasuh pondok pesantren di Kabupaten Tulungagung yang tergabung dalam Wahana Silaturahmi Kiyai Tulungagung (WASKITA) secara tegas menyatakan sikap menolak segala bentuk pencemaran nama baik terhadap dunia pesantren.
Mereka menghimbau masyarakat, khususnya kalangan santri dan alumni pesantren, untuk mendukung gerakan boikot terhadap Trans 7, yang dinilai telah mencemarkan nama baik Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, dalam salah satu program acaranya.
Pengasuh Pondok Pesantren Pampang, K.H. Toha Maksum, SH.M.Pd.ADV, dalam pernyataannya menyampaikan bahwa tindakan Trans 7 dianggap telah menyakiti hati para santri dan kiai se-Indonesia.
“Ini bukan sekadar soal Lirboyo, ini soal marwah pesantren secara keseluruhan. Trans 7 harus bertanggung jawab atas konten yang mencemarkan nama baik lembaga yang telah berjasa besar dalam pendidikan moral bangsa,” tegasnya.
Tak hanya menuntut permintaan maaf secara terbuka kepada Pondok Pesantren Lirboyo, para pengasuh pondok yang tergabung dalam Waskita juga mendesak agar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) segera mencabut hak siar Trans 7 apabila tidak ada itikad baik dari pihak stasiun televisi tersebut.
“Kami meminta Trans7 menyampaikan permintaan maaf secara resmi, tidak hanya kepada Lirboyo, tetapi juga kepada seluruh pesantren di Indonesia. Jika tidak, kami akan terus mendorong boikot dan menempuh langkah hukum dan kode etik yang berlaku,” imbuhnya.
Gelombang protes dari para ulama dan tokoh pesantren di Tulungagung ini menjadi sinyal kuat bahwa pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan, tetapi juga benteng moral yang akan bersuara keras saat dihina atau disudutkan. (DON/Red)
Editor: Joko Prasetyo
Nasional
Satu Tahun Prabowo-Gibran: PDIP Apresiasi Diplomasi, Kritik Fondasi Ekonomi

JAKARTA – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memasuki tahun pertama dengan catatan dukungan publik yang kuat, mencapai 71,8% menurut survei Poltracking Indonesia.
Di tengah gejolak geopolitik dan ketidakpastian ekonomi global, pemerintahan ini mengusung dua fondasi utama: warisan geopolitik Bung Karno dan konsep ekonomi baru bernama Sumitronomic.
Respons dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang menjadi bagian oposisi, datang dengan dua nada berbeda, apresiasi untuk langkah diplomasi, namun kritik tajam untuk implementasi kebijakan ekonomi.
Geopolitik Soekarnois dan Diplomasi Perdamaian
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menilai Prabowo telah menghidupkan kembali kesadaran geopolitik ala Bung Karno. Dalam pernyataannya, pad Jumat (19/10), Hasto menyatakan apresiasi partainya terhadap kepemimpinan yang digerakkan oleh visi tersebut untuk mewujudkan tatanan dunia yang lebih adil.
“Prabowo mengangkat kembali kepemimpinan Indonesia di dunia internasional dengan mengambil prakarsa perdamaian, termasuk perjuangan kemerdekaan Palestina,” ujar Hasto.
Konsep geopolitik Bung Karno, yang menekankan posisi Indonesia sebagai poros dan subjek aktif, dianggap menemukan bentuknya dalam diplomasi Prabowo yang aktif menjembatani kepentingan Global South dan kekuatan global.
Di bidang lain, kebijakan ekonomi pemerintah mendapat sorotan. Pemerintah memperkenalkan “Sumitronomic”, sebuah filsafat ekonomi yang bertumpu pada tiga poros, kemandirian nasional, keadilan sosial, dan keseimbangan geopolitik-ekonomi.
Namun, Anggota DPR RI Fraksi PDIP Andreas Hugo Pareira menyatakan bahwa realitas di lapangan belum sejalan dengan idealisme tersebut. Ia menyoroti sejumlah masalah struktural dan tantangan transisi.
“Memadukan janji kampanye dengan ide dasar Astacita ternyata tidak mudah. Banyak program prioritas yang belum menunjukkan akselerasi,” kata Andreas.
Ia juga mengkritik pengelolaan aset strategis negara yang beralih dari BUMN ke Danantara, yang dinilai belum mencerminkan prinsip efisiensi dan kedaulatan ekonomi.
“KA Cepat Whoosh menambah beban APBN, PSN (Proyek Strategis Nasional) menuai protes, dan kini rakyat menuntut arah baru pembangunan yang benar-benar pro-rakyat,” tegasnya.
Pemerintahan Prabowo-Gibran kini menghadapi dilema. Di satu sisi, mereka berupaya memperkuat program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Koperasi Merah Putih. Di sisi lain, beban warisan proyek infrastruktur masa lalu dinilai menghambat transformasi struktural.
Menurut pandangan PDIP, tanpa koreksi ideologis yang tajam, ekonomi Indonesia berisiko terjebak dalam dualisme: antara semangat kemandirian dan ketergantungan pada kapital asing.
Dari geopolitik hingga ekonomi, tahun pertama pemerintahan ini menjadi babak awal upaya merumuskan identitas nasional baru.
Gagasan besar tentang “Negara Berkedaulatan Ganda”, berdaulat secara politik dan berdikari secara ekonomi, kini diuji dalam tarikan ideologis antara cita-cita kemandirian dan realitas kompleks perekonomian global.(By/Red)
Editor: Joko Prasetyo
- Nasional2 minggu ago
APBD Jebol untuk Gaji Pegawai, Jalan Rusak di Tulungagung Jadi Anak Tiri
- Nasional1 minggu ago
Gizi atau Cemari?, MBG untuk Anak TK Tuai Kecaman di Tulungagung
- Nasional4 hari ago
Keracunan Siswa di Tulungagung, LMP Desak Penghentian Sementara Total Program MBG
- Nasional2 minggu ago
Dua Orang di Tulungagung Dipukuli Usai Tolak Pemalakan, Aksi Brutal Terekam CCTV
- Nasional2 minggu ago
Misteri Miliaran Rupiah, PPJ Disetor Rakyat, Jalan Tetap Gelap; Apakah Ada Tabir di BPKAD Tulungagung ?
- Nasional7 hari ago
Mencoreng Citra Program Gizi, MBG Berujung Petaka, Puluhan Siswa di Tulungagung Keracunan
- Nasional2 minggu ago
Usai KPK OTT Hibah Jatim, Aktivis Peringatkan “Prabowo Subianto Big Projects” Rawan Korupsi
- Nasional2 minggu ago
Bakar Ban dan Hentakkan Orasi, Massa Pejuang Gayatri Tuntut Bupati Tegas Urusan Korupsi Pendidikan dan Tambang Ilegal