Opini
Wujudkan Pemilu Damai, Abah Imam: Adu Gagasan Cara yang Tepat

TULUNGAGUNG, 90detik.com -Tinggal empat pekan pesta demokrasi dalam Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia akan dilakukan. Banyak agenda dari pasangan calon (Paslon) presiden dan wakil presiden untuk mendapatkan simpati rakyat melalui visi dan misi yang diusung.
Bahkan juga dari para relawan masing-masing Paslon berjuang bersama tim kampanye nasional dan daerah, untuk menjaring suara dari masyarakat. Ada yang lebih utama dari semua hal yang telah dilakukan, untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan.
Namun ada yang sangat menarik perhatian, bahwa ketiga Paslon Capres -Cawapres telah bersepakat untuk melakukan adu gagasan melalui debat terbuka yang dilaksanakan oleh KPU dan lembaga lainnya.
Hal ini, mendapat perhatian dan apresiasi dari KH Imam Mawardi Ridlwan, Pengasuh Pondok Pesantren Al Azhaar dan tokoh agama di Tulungagung.
Menurutnya ini adalah hal yang sangat penting dari penyampaian visi dan misi, dan adu gagasan adalah upaya memberikan pencerahan pada rakyat Indonesia.
“Sangat istimewa saat ketiga paslon bersepakat untuk saling adu gagasan dalam Pemilu 2024. Adu gagasan memberi dampak pada upaya mencerahkan rakyat Indonesia,” ujar KH Imam Mawardi Ridlwan yang akrab disapa Abah Imam, pada Jum’at (19/1).
Mereka akan memilih gagasan untuk membangun Indonesia yang lebih baik. Gagasan Capres dan Cawapres telah disampaikan dalam visi dan misinya di ajang debat terbuka yang disiarkan langsung. Dan rakyat mampu memilih mana gagasan yang terbaik.
“Karena itu harus diikuti oleh para timses dan relawan masing-masing paslon capres-cawapres untuk melanjutkan visi dan misi mereka. Tentu saja harus dibarengi sikap untuk tidak menyebarkan ujaran kebencian apalagi adu domba,” tutur Abah Imam.
Lanjut, Abah Imam menuturkan para tim sukses dan relawan untuk terjun langsung ke masyarakat menguatkan edukasi agar para pemilih tepat menentukan pilihan dan tidak salah.
“Dalam waktu empat pekan ini untuk menata pemilih agar tidak lari. Semakin giat terjun ke pemilih maka akan ada hasil signifikan. Banyak masyarakat yang belum mahir dalam mencoblos yang benar dan tetap. Maka sangat tepat untuk dilatih,” terangnya.
“Pemilu adalah kerja bersama semua lapisan masyarakat, untuk menghasilkan pemimpin Indonesia masa depan yang terbaik,”pungkasnya.
(JK/Red)
Opini
Rakyat Dihisap, Noel Terjebak di Lingkaran Setan Birokrasi: Rp69 Miliar Mengalir ke Pejabat Korup

Jakarta— Bangsa ini sedang menghadapi ujian moral dan institusional yang berat. Di tengah gaung reformasi birokrasi yang terus dikumandangkan, justru tersingkap wajah asli dari sebuah sistem yang rusak, birokrasi yang seharusnya melayani, berubah menjadi mesin pemerasan.
Skandal sertifikasi K3 di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menjadi titik terang yang membongkar tabir kelam tersebut.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personel K3 Kemenaker, Irvian Bobby Mahendro (IBM), sebagai tersangka utama dalam dugaan pemerasan yang melibatkan aliran dana fantastis mencapai Rp69 miliar.
Dana itu berasal dari perusahaan jasa K3 (PJK3) yang ingin lolos sertifikasi dan disalurkan melalui sejumlah perantara.
“Uang tersebut digunakan untuk belanja, hiburan, pembayaran DP rumah, serta disetorkan kepada Gerry Aditya Herwanto (GAH), Hery Sutanto (HS), dan pihak lain,” ujar Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (22/8), dikutip dari Antara.
GAH menjabat Koordinator Bidang Pengujian dan Evaluasi Kompetensi Keselamatan Kerja Kemenaker (2022–2025), sedangkan HS adalah Direktur Bina Kelembagaan Kemenaker (2021–Februari 2025).
Mereka adalah dua dari total 11 tersangka yang kini dijerat dalam kasus ini.
Masih menurut KPK, Bobby diduga menggunakan dana tersebut untuk membeli kendaraan mewah, berbelanja, dan melakukan penyertaan modal ke tiga perusahaan terafiliasi PJK3.
Sementara GAH diduga menerima aliran dana sebesar Rp3 miliar, yang sebagian digunakan untuk pembelian kendaraan dan transfer dana ke pihak ketiga.
Ketika Pelayan Rakyat Menjadi Predator.
Irvian Bobby Mahendro, sebagai pejabat aktif, seharusnya menjadi pengayom dalam proses sertifikasi yang adil dan profesional.
Namun, kewenangan yang dimilikinya justru dimanfaatkan untuk membangun jaringan rente sebuah pola pemerasan sistemik yang diduga telah tumbuh sejak era Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah (2019–2024) hingga era Menteri Yassierli (2024–kini).
Tragisnya, skandal ini juga menyeret Immanuel Ebenezer alias Noel, Wakil Menteri Ketenagakerjaan, yang baru menjabat sejak 20 Oktober 2024.
Meski belum ada dakwaan resmi terhadapnya, dugaan aliran dana ke pejabat aktif kabinet mempertegas betapa dalamnya akar masalah ini tertanam.
Jaringan Rente yang Terstruktur dan Sistemik.
KPK memetakan pola korupsi ini dalam tiga tahap utama:
1. PJK3 dipaksa menyetor uang demi kelulusan sertifikasi K3.
2. Dana diterima Bobby sebagai pusat distribusi.
3. Aliran uang mengalir ke atas, termasuk ke GAH, HS, hingga dugaan menyentuh Wamenaker Noel.
Ini bukan skema acak. Ini sistem. Terstruktur, rapi, dan berkelanjutan—sebuah wajah gelap birokrasi yang secara sadar menghancurkan kepercayaan publik terhadap negara.
Bangsa Ini Dicuri dari Dalam.
Skandal ini menjadi simbol dari pengkhianatan terhadap amanah publik.
PNS aktif yang seharusnya melayani rakyat justru menjadikan jabatan sebagai ladang pribadi. Prosedur yang mestinya melindungi keselamatan kerja malah dijadikan alat tukar.
Negara sedang dicuri bukan oleh penjajah, tetapi oleh para pelayan publiknya sendiri.
KPK tidak boleh berhenti pada level teknis. Ini bukan semata soal individu korup, melainkan sistem yang membusuk.
Rantai mafia birokrasi di Kemenaker harus dibongkar hingga ke akar. Rakyat berhak tahu siapa saja yang selama ini menjual amanah dan menyalahgunakan kekuasaan.
Seruan untuk Rakyat dan Aparatur.
Bung Karno pernah berkata: “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai amanah dan mengutamakan rakyat.”
Hari ini, amanah itu telah dirampok, dan rakyat hanya menjadi saksi bisu.
Kini saatnya menuntut keberanian dari aparat penegak hukum, dari pemimpin negeri, dan dari rakyat sendiri. Transparansi bukan pilihan, tetapi kewajiban. Keadilan bukan ilusi, tetapi hak.
Negara harus dijaga, bukan dicuri. Amanah harus ditegakkan, bukan diperjualbelikan. (By/Red)
Editor: Joko Prasetyo
Opini
Reshuffle Segera! Rakyat Menunggu Aksi Nyata di Usia 80 RI

JAKARTA – Di usia ke-80 Republik Indonesia, gemuruh tuntutan penyegaran kabinet mengeras. Pengamat intelijen dan politik, Paijo Parikesit, secara tegas mendesak Presiden Prabowo Subianto melakukan *reshuffle* segera.
Bukan sekadar rotasi kursi, melainkan langkah korektif menjawab stagnasi kebijakan dan ketimpangan sosial-ekonomi yang masih membelit.
Kabinet “Wajah Lama”: Hambatan Kemajuan.
Paijo menyoroti fakta pahit: kabinet masih didominasi wajah lama dengan loyalitas terbelah, termasuk pada mantan Presiden Joko Widodo. Loyalitas politik tanpa energi baru, tegasnya, hanya memperlambat akselerasi visi Prabowo.
“Jika ingin balancing, hadirkan figur meritokratis. Jangan biarkan kabinet jadi ajang bagi-bagi jabatan, “serunya.
Kritik ini bukan isapan jempol. Dalam sidang tahunan (15/8), Ketua DPR Puan Maharani pun secara terbuka menegur kinerja menteri yang dianggap tak sejalan dengan visi presiden, sambil menegaskan fungsi pengawasan DPR.
Efisiensi yang Mematikan Inovasi.
Kebijakan efisiensi anggaran di kementerian, alih-alih mendorong optimalisasi, justru menciptakan ketidaknyamanan dan kebekuan kreativitas.
Menteri, menurut Paijo, tak leluasa memaksimalkan APBN karena dibelenggu aturan rigid, meski mereka membawa mandat politik dan modal. Padahal, rakyat mustahil meminta menteri mundur.
“Reshuffle adalah instrumen presiden untuk menyelaraskan eksekutif dengan keinginan rakyat,” tegasnya.
Presiden Diminta Berani, Bukan Berhitung Koalisi.
Momen genting ini menuntut kepemimpinan berani. Paijo mengingatkan Presiden agar tak terjebak kalkulasi politik koalisi.
Stagnasi kebijakan dan kegaduhan internal kabinet butuh penyelesaian konkret, bukan kompromi. Rakyat, di usia 80 RI, tak butuh retorika. Mereka menuntut aksi nyata: harga terjangkau, pendidikan merata, hukum adil, dan lapangan kerja luas.
Reshuffle: Hadiah Ulang Tahun untuk Rakyat.
Dukungan DPR yang disampaikan Puan Maharani menjadi sinyal kuat: parlemen siap mendorong penyegaran kabinet.
Momentum HUT ke-80 RI harus jadi titik balik. Presiden Prabowo perlu memilih: mempertahankan status quo yang mandek, atau melakukan terobosan dengan membentuk kabinet baru yang segar, kompeten, dan fokus pada kerja nyata.
Reshuffle bukan sekadar ganti menteri. Ia adalah ujian komitmen presiden pada cita-cita reformasi dan kesejahteraan rakyat. Jika rakyat terus menunggu tanpa bukti, api ketidakpuasan hanya akan membesar.
Saatnya buktikan: usia 80 RI bukan sekadar angka, melainkan tonggak kebangkitan baru. Segera reshuffle, jangan tunda!
Oleh: Paijo Parikesit, Pengamat Politik dan Intelejen.
Catatan Redaksi; Opini ini didasarkan pada pernyataan pengamat politik Paijo Parikesit dan pidato Ketua DPR Puan Maharani dalam Sidang Tahunan MPR RI pada (15/8), (Don/Red)
Editor: Joko Prasetyo
Opini
MERDEKA! 80 Tahun Indonesia Merdeka, Bagaimana dengan Kemerdekaan Pers Kita?

JAKARTA, Delapan puluh tahun merdeka, Indonesia bukan hanya bebas dari penjajahan, tetapi juga ditantang menjaga kemerdekaan yang tak kalah penting, kemerdekaan pers. Sebab tanpa pers yang merdeka, suara rakyat bisa kembali terbungkam.
Hari ini, 17 Agustus 2025, bangsa Indonesia memperingati 80 tahun kemerdekaan. Sebuah usia matang yang mestinya menandai kedewasaan dalam berdemokrasi, termasuk dalam hal kebebasan pers. Sebab, kemerdekaan pers adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kemerdekaan bangsa itu sendiri.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa kemerdekaan pers di Indonesia masih jauh dari ideal
Pertama, masih banyak aparat penegak hukum (APH) yang tidak konsisten menggunakan *UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers* ketika berhadapan dengan kasus pemberitaan. Sebaliknya, wartawan kerap dijerat dengan pasal-pasal pidana di luar UU Pers. Ini jelas bertentangan dengan semangat reformasi yang telah menghapus praktik pemberangusan pers.
Kedua, kekerasan terhadap jurnalis masih terus terjadi. Penganiayaan, teror, hingga tekanan psikologis dialami wartawan hanya karena menjalankan tugas jurnalistik.
Fenomena ini menunjukkan lemahnya perlindungan negara terhadap insan pers yang sejatinya bekerja untuk kepentingan publik.
Ketiga, persoalan kesejahteraan wartawan juga menjadi ironi besar. Tidak sedikit jurnalis yang tidak menerima haknya, termasuk gaji layak dari perusahaan pers.
Situasi ini rentan mendorong wartawan untuk melanggar kode etik hanya demi bertahan hidup. Jika hal ini dibiarkan, maka kemerdekaan pers hanya akan menjadi slogan, tanpa substansi.
Keempat, munculnya dominasi media sosial semakin menekan ruang gerak media profesional. Banyak pejabat dan lembaga pemerintah lebih memilih menyebarkan informasi lewat platform media sosial pribadi ketimbang media massa berbadan hukum yang jelas.
Akibatnya, media resmi tidak mendapatkan dukungan publikasi yang semestinya. Hal serupa juga dilakukan oleh lembaga swasta yang lebih suka menaruh iklan di media sosial, membuat pendapatan perusahaan pers kian menurun drastis.
Semua kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah pers kita benar-benar merdeka?
Kemerdekaan sejati bukan hanya soal bebas dari sensor, melainkan bagaimana jurnalis bisa bekerja tanpa takut ditekan, diintimidasi, atau diperlakukan sewenang-wenang.
Kemerdekaan sejati adalah ketika wartawan dihargai, dilindungi, dan diberi ruang untuk mengabdi pada kebenaran.
Di usia ke-80 tahun Indonesia merdeka, kita tidak hanya merayakan hasil perjuangan para pahlawan, tetapi juga harus meneguhkan kembali tekad untuk menjaga kemerdekaan pers.
Sebab tanpa pers yang merdeka, demokrasi akan pincang, rakyat akan kehilangan hak untuk tahu, dan bangsa ini akan kehilangan salah satu pilar penopangnya.
Maka, momentum HUT RI ke-80 ini harus menjadi alarm bersama: kemerdekaan pers bukanlah hadiah, melainkan amanah yang wajib ditegakkan, dijaga, dan diperjuangkan.
Merdeka……! Untuk Indonesia. Merdeka……! Untuk pers Indonesia
Oleh: Mahmud Marhaba Ketum DPP PJS
- Jawa Timur6 hari ago
Pemerintah atau Parade Borjuis? Jalan Rusak Diabaikan, Pengadaan Mobil Mewah Pejabat Diprioritaskan
- Nasional5 hari ago
Gugat Tanah Adat, Warga Geruduk DPRD Tulungagung: Proyek Pemakaman Elite Diduga Ilegal
- Budaya2 minggu ago
Marching Band Mustika Nada SDN 2 Karangrejo Kampak Trenggalek Bikin Heboh, Lantunkan Lagu “Cinderella”
- Investigasi2 minggu ago
Skandal Pungli di Kawasan Pinka, Sedot Darah PKL, Diduga Libatkan Oknum Preman dan Pengurus Lama
- Investigasi2 minggu ago
Jalan Rusak di Tulungagung, Warga “Sulap” Jalan Menjadi Kebun Pisang
- Jawa Timur2 minggu ago
Rapat Paripurna DPRD Blitar Gagal Gara-Gara Tak Kuorum, LSM LASKAR: Memalukan dan Rakyat Jadi Korban
- Jawa Timur5 hari ago
Diduga Dekat dengan Pejabat, CV Pendatang Baru Kuasai Proyek Konsultan di Tulungagung
- Nasional2 minggu ago
Media Sosial Ubah Wajah Dakwah, Wakil Ketua LD PWNU Jatim: Mereka Merupakan Pahlawan di Era Digital