Connect with us

Jawa Timur

Korban Bom Gereja di Surabaya Terima Penghargaan dari Polri

Published

on

SURABAYA, 90detik.com Mabes Polri memberikan penghargaan dan tali asih kepada sejumlah petugas yang menjadi korban bom gereja di Surabaya yang terjadi pada Mei 2018 silam.

Diantara mereka yang menjadi korban bom gereja itu salah satunya adalah Ipda Ahmad Nurhadi.

Anggota Polrestabes Surabaya yang bertugas sebagai Panit Sabhara Polsek Gubeng kala itu berjaga di gereja yang berada di Jalan Ngagel Madya nomor 1 Surabaya.

Ipda Ahmad Nurhadi menceritakan ulang terkait peristiwa kelam yang dialaminya 6 tahun yang silam saat menjalankan tugasnya.

Mulai dari ledakan bom yang keras hingga jasad dan pecahan kaca yang berserakan di setiap sudut Gereja Santa Maria Tak Bercela (SMTB) Surabaya.

Perwira pertama Polri berusia 51 tahun itu mengatakan, saat itu ia bertugas menjaga Gereja SMTB Surabaya bersama rekannya, Aiptu Junaedi.

Ia mengungkapkan sebelumnya tak ada firasat akan terjadi apa – apa kala itu. Kondisi cuaca yang cerah dan situasi yang ia lihat seperti halnya kegiatan gereja saat melaksanakan ibadah.

Saya tak menyangka bakal menjadi salah satu sasaran ledakan bom teroris yang sedang berada di dekat pos jaga Gereja SMTB Surabaya,”ungkapnya usai terima penghargaan dari Mabes Polri di Surabaya, Senin (22/4).

Ledakan Bom yang kencang itu rupanya membuat Ipda Ahmad terjatuh dan tak sadarkan diri beberapa menit.

Saya sempat pingsan dan ketika kondisi setengah sadar, pandangan saya menjadi gelap,”kenang Ipda Ahmad.

Ia berusaha berdiri, namun kedua kakinya sulit digerakkan. Seringkali, ia hanya mendengar suara tangisan histeris hingga teriakan sejumlah orang yang meminta pertolongan.

Usai petugas gabungan tiba di lokasi, Ipda Ahmad langsung dilarikan ke RSU dr Soetomo Surabaya dan menjalani perawatan intensif selama 3 bulan.

Di sela-sela perbincangan dengan awak media, Ny. Nunung Ivana ( isteri Ipda Ahmad ) mengaku ikhlas dengan insiden itu, meskipun ia mengaku sempat kaget saat mendapat kabar suaminya turut menjadi korban atas insiden Bom Gereja SMTB Surabaya.

Setiap hari seperti ini, Mas (beraktivitas dengan kursi roda), sebagai anggota Polri sudah kewajiban suami saya untuk melindungi masyarakat saat bertugas,” kata Ivana yang mendampingi suami saat diundang pada acara penyerahan penghargaan.

Wanita berusia 42 tahun itu mengaku selalu mendampingi Ipda Ahmad setiap waktu. Terlebih, saat harus menerima kenyataan pahit lantaran Ipda Ahmad harus menjalani operasi sebanyak enam kali gegara buta permanen dan patah tulang di kedua kakinya.

Kendati tak dapat melihat lagi, Nunung mengaku masih tersimpan keinginan dan impian besar untuk Ipda Ahmad.

Harapannya pun kian menguat usai dokter meyakinkan dirinya bahwa Ipda Ahmad bisa kembali berjalan seperti sedia kala.

“Alhamdulillah, sampai sekarang masih dinas, sudah tidak di Polsek Gubeng, sekarang di Polrestabes Surabaya. Cuma sekarang cuti berobat bareng Pak Kapolres dan jajaran setiap bulan,”terangnya.

Begitu pula Ipda Ahmad, ia mengaku telah mengikhlaskan apa yang menimpanya. Ia pun memiliki secercah harapan.

Bahkan, sejumlah bantuan pengobatan hingga dukungan dari sejumlah pihak, terutama dari Polri membuatnya kian optimis menjalani hidup.

Menurutnya, instansi kepolisian masih memberikan haknya, mulai gaji, tunjangan hingga membantu perawatan dan pengobatannya ke Singapura usai matanya tak berfungsi gegara serpihan bom yang mengenai sarafnya.

“Beribu-ribu terima kasih saya sampaikan kepada pimpinan dan rekan-rekan dinas saya atas perhatiannya pada kami sekeluarga, masih perhatian dan membantu berobat, saya bersyukur sekali. Karena setiap saya berobat dan ada keperluan apa selalu dijemput dan dibantu sepenuhnya, saya sangat terbantu,” tuturnya terharu.

Ia lantas menyampaikan dukungan dan pesan-pesan kepada sejumlah personel Polri yang berdinas di lapangan.

Menurutnya, personel kepolisian yang berdinas di mana pun dan dalam kondisi apapun, harus selalu hati-hati, waspada, dan selalu semangat.

Rekan-rekan saya di lapangan harus hati-hati, jangan underestimate, harus tetap waspada dengan sekeliling, tetap semangat melakukan tugas, jangan kendor, tapi harus tetap mengayomi dan melayani masyarakat dengan semangat,” tambah Ahmad.

Menurutnya, pemberian tali asih secara simbolis kali ini merupakan wujud bahwa Polri memberikan dukungan penuh kepadanya dan para Polisi yang menjadi korban bom 2018 silam. Ia bersyukur atas perhatian yang diterimanya. (Red)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Jawa Timur

Peringati Hari Santri, Polres Tulungagung Salurkan Bantuan 15 ton Beras untuk 60 Pondok Pesantren

Published

on

TULUNGAGUNG – Dalam rangka mempererat silaturahmi serta wujud kepedulian terhadap lembaga keagamaan, Polres Tulungagung Polda Jatim menyalurkan bantuan sosial berupa beras sebanyak 15 ton kepada 60 pondok pesantren di wilayah Kabupaten Tulungagung.

Kegiatan penyaluran taliasih ini dipimpin langsung oleh Kapolres Tulungagung AKBP Muhammad Taat Resdi didampingi para Pejabat Utama (PJU) Polres Tulungagung.

Penyerahan bantuan dilakukan secara simbolis di Pondok Pesantren Al Fattahiyah Desa Ngranti Kecamatan Boyolangu Kabupaten Tulungagung.

“Tali asih sebagai wujud dukungan Polres Tulungagung terhadap seluruh pondok pesantren yang ada di Kabupaten Tulungagung,” ujar AKBP Taat, Sabtu (25/10).

Kapolres Tulungagung menyebutkan total berdasarkan data ada 60 pondok pesantren di wilayah Kabupaten Tulungagung.

“Ke 60 pondok pesantren itu tersebar di 19 Kecamatan Kabupaten Tulungagung,” sambungnya.

Pada peringatan Hari santri yang tepat tanggal 22 Oktober itu pula Polres Tulungagung ikut memperingati dan mendukung seluruh aktivitas Ponpes di Tulungagung.

“Kami juga berterima kasih karena sinergi antara Polres Tulungagung dengan Ponpes dan seluruh Kyai pengasuh selama ini terjalin dengan sangat baik,”ungkap AKBP Taat.

Sementara itu Pengasuh Ponpes Al Fatahiyyah Miren KH. Muh. Anang Muhsin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Polres Tulungagung dan jajarannya atas bantuan taliasih.

“Ini bagi pondok pesantren suatu kehormatan, betapa pedulinya Polri terhadap Pondok Pesantren dan santri,”ujarnya.

Ia berharap silaturahmi ini menjadi ikatan yang sangat kuat untuk mewujudkan keamanan ketertiban, bersama sama mewujudkan Tulungagung aman nyaman. (DON/Red)

Continue Reading

Jawa Timur

Dapur SPPG Dawuhan Purwoasri Kediri Diresmikan: Ikhtiar Melayani Anak Negeri

Published

on

Kediri — Di tengah hamparan 317 hektare lahan yang tenang dan tertata, Desa Dawuhan, Kecamatan Purwoasri, Kabupaten Kediri, menorehkan sejarah baru. Pada Ahad (26/10/2025), sebuah ikhtiar mulia resmi berdiri: Dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Dawuhan.

Dapur ini bukan sekadar tempat memasak, melainkan pusat pelayanan gizi yang berkhidmat bagi 2.850 penerima manfaat terdiri dari murid sekolah, ibu hamil, bayi, dan balita.

Desa Dawuhan dikenal sebagai desa kreatif. Warganya piawai mengolah limbah plastik menjadi tas anyaman, sementara sambel pecel menjadi ikon rasa lokal.

Namun di balik kehidupan sosial yang harmonis itu, tersimpan kebutuhan mendesak: pemenuhan gizi anak bangsa.

Berangkat dari kepedulian itulah Mas Nur Muholip, tokoh muda asal Tulungagung, menggandeng Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Al Azhaar Indonesia untuk membangun dapur SPPG yang amanah dan berorientasi pada pelayanan masyarakat.

Peresmian dapur SPPG Dawuhan dibuka dengan Istighosah Dzikir Jama’i, dipimpin oleh Kyai Abidin dari Pesantren Al Azhaar Tulungagung. Suasana khidmat menyelimuti langit Dawuhan yang redup sore itu.

Ketua Dewan Pembina YPI Al Azhaar Indonesia, KH. Imam Mawardi Ridlwan, memotong pita peresmian sebagai tanda dimulainya pelayanan.

Dalam sambutannya, beliau menyampaikan supaya minta do’a kepada anak yatim agar dapur berkah.

“Kita minta doa pada anak yatim piatu agar dapur ini berkah. Walaupun Pesantren Al Azhaar baru beroperasi sejak 6 Januari 2025, kita tetap terus belajar”, ujarnya.

Sebagai bentuk kepedulian, 20 anak yatim piatu menerima santunan yang diserahkan langsung oleh Mas Nur Muholip dan Mbak Iin Achari, mitra BGN yang turut membidani lahirnya dapur SPPG Dawuhan.

Kapten Inf. Nanang Masyhuri, Danramil Purwoasri, menyampaikan dukungan penuh terhadap program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi amanah dari Presiden Prabowo Subianto.

“Doa tasyakuran ini untuk minta pangestu. Koramil akan memberi pendampingan agar program MBG berjalan baik,” terangnya.

Sementara itu, Kepala Desa Dawuhan, H. Ahmadun, berharap dapur SPPG dapat bersinergi dengan Bumdes dan Koperasi Merah Putih, termasuk menampung hasil panen warga.

“Kami berharap dapur ini menjadi simpul ekonomi lokal yang berkelanjutan, bukan hanya tempat masak, tapi pusat pemberdayaan,” jelasnya.

Muhammad Krisna Andrew, Kepala Satuan Pelayanan (Kasatpel) SPPG Dawuhan, menjelaskan bahwa tahap pertama akan melayani 1.000 penerima manfaat.

Sementara Iin Achari, PIC YPI Al Azhaar Indonesia, menegaskan pentingnya menjaga kualitas makanan.

“Makanan MBG harus aman, sehat, halal, dan thayyib. Dana Rp10.000 untuk murid kelas besar dan Rp8.000 untuk kelas kecil harus dibelanjakan penuh untuk kualitas terbaik. Kita semua berkhidmat untuk pelayanan yang amanah,” tegasnya.

Menutup acara, KH. Imam Mawardi Ridlwan mengajak seluruh relawan untuk mengamalkan wirid sholawat taisir dan doa penjagaan dalam setiap proses pengolahan makanan. Sebuah pesan spiritual bahwa pelayanan gizi bukan hanya urusan teknis, melainkan juga ibadah sosial.

Dapur SPPG Dawuhan dijadwalkan mulai beroperasi pada Kamis, 30 Oktober 2025 atau Senin, 3 November 2025. Dengan semangat gotong royong dan doa dari warga, dapur ini menjadi simbol bahwa khidmat bisa dimulai dari piring makan anak negeri dari desa kecil di Kediri, untuk Indonesia yang lebih sehat dan berdaya. (DON/Red)

Continue Reading

Jawa Timur

LSM Laskar Desak Kasus Gardu Listrik Maut Dikawal Ketat, Tuding Pemkab Blitar Tak Punya Empati

Published

on

Foto: Swantantio Hani Irawan, Ketua LSM LASKAR.

BLITAR – Tragedi meninggalnya seorang balita akibat tersengat listrik dari gardu tanpa pengaman di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Kamis (23/10), memantik reaksi keras dari berbagai pihak.

Salah satunya datang dari Lembaga Swadaya Kerakyatan (LSM) Laskar yang menuntut proses hukum dilakukan secara transparan dan dikawal ketat hingga tuntas.

Ketua LSM Laskar, Swantantio Hani Irawan atau akrab disapa Tiyok, menegaskan bahwa kasus ini tidak boleh dibiarkan menguap. Ia menilai tragedi ini adalah bentuk nyata kelalaian yang berujung pada hilangnya nyawa anak kecil di halaman rumahnya sendiri.

“Proses hukum wajib dikawal agar tidak bias. Jangan sampai ada intervensi atau ‘masuk angin’,”tegas Tiyok saat ditemui, pada Minggu (26/10).

Menurutnya, hasil identifikasi di Tempat Kejadian Perkara (TKP), termasuk verifikasi dokumen SOP kerja mitra PLN dan kesaksian para saksi, akan menjadi dasar penting dalam menentukan ada tidaknya unsur pidana kelalaian.

Selain proses pidana, Tiyok juga menyebut pihaknya akan menyiapkan langkah hukum perdata. “Gugatan ganti rugi dan santunan kepada keluarga korban akan diajukan, sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ESDM,” ujarnya.

Lebih jauh, Tiyok menyoroti ketidakhadiran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blitar pasca kejadian. Menurutnya, pemerintah daerah seharusnya menunjukkan empati dan turun langsung memberikan dukungan moral maupun pendampingan terhadap keluarga korban.

“Empati pemerintah daerah belum terlihat. Minimal kepala wilayah hadir di lokasi. Kalau berhalangan, Dinsos bisa mewakili Bupati atau Wakil Bupati untuk menunjukkan tanggung jawab moral,” tandasnya.

Tiyok juga mengungkap temuan lain yang dinilainya cukup mencengangkan, gardu listrik tempat korban tersengat diduga dibangun tanpa izin dari pemilik tanah, yang diketahui masih memiliki hubungan keluarga dengan korban.

Ia mengutip Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, Pasal 27 dan 30, yang mewajibkan PLN meminta izin dan memberikan kompensasi kepada pemilik lahan pribadi sebelum melakukan pemasangan instalasi listrik.

“Tanpa persetujuan pemilik tanah, instalasi itu tidak sah secara hukum. Jika tidak ada kompensasi, PLN bisa dikenakan sanksi administratif,” jelasnya.

Sementara itu, penyelidikan terus berlanjut. Satreskrim Polres Blitar telah memanggil pihak Unit Pelaksana Layanan (UPL) PLN Wlingi untuk dimintai keterangan.

Kasubsi PIDM Sihumas Polres Blitar, Ipda Putut Siswahyudi, memastikan penyelidikan berjalan profesional dan terbuka.

“Surat panggilan sudah dikirim. Kami menunggu kehadiran pihak PLN untuk dimintai keterangan lebih lanjut,” ujar Putut.

Ia menegaskan, kepolisian akan mengusut setiap indikasi kelalaian yang berpotensi menyebabkan hilangnya nyawa, demi memberikan keadilan bagi keluarga korban.

Tragedi yang menewaskan balita di Desa Popoh, Kecamatan Selopuro, ini menjadi peringatan keras bagi seluruh pihak terkait, agar meningkatkan standar keamanan infrastruktur listrik di kawasan padat penduduk dan memastikan setiap instalasi memiliki izin serta perlindungan yang memadai.(JK/Red)

Editor: Joko Prasetyo

Continue Reading

Trending