Investigasi
Terkesan Mangkrak dan Muncul Dugaan ”Mark Up” Pembangunan Balai Desa Duwet Jadi Sorotan

TULUNGAGUNG– Berbagai dugaan muncul, adanya pembangunan Balai Desa Duwet, Kecamatan Pakel, Tulungagung terkesan mangkrak.
Padahal Laporan Pertanggungjawaban Dana Desa (LPJ DD) tahun 2020, 2021 dan 2023 yang nilainya sangat fantastis dan hampir mencapai 1 miliar rupiah.
Sorotan datang dari mantan direktur KPK, Sujanarko, pihaknya menegaskan penggunaan dana tersebut tidak sesuai dengan skala prioritas dan tidak sesuai dengan pekerjaan yang seharusnya dilakukan.
”Penggunaan dana desa untuk membangun balai desa yang dianggap diluar program prioritas yang diizinkan menurut peraturan,” ujarnya pada 90detik.com , Senin (22/04).
Bahkan, Sujanarko menyatakan, hal itu seharusnya menjadi evaluasi penting bagi penggunaan dana desa di Desa Duwet.
Efektivitas aparat pengawas kabupaten dalam mengawasi dan mencegah penyimpangan dana desa
”Pertanyaan muncul terkait, efektivitas aparat pengawas kabupaten dalam mengawasi dan mencegah penyimpangan dana desa. Serta mengapa tidak ada pendampingan teknis dari perangkat kecamatan,” terangnya.
Selain itu, menurutnya fungsi pengawas seperti dinas pemberdayaan masyarakat desa dan aparat pengawas internal pemerintah juga dipertanyakan, ”mengapa tidak berjalan dengan baik”, tukasnya.
Sementara itu, Mulyadi, salah satu praktisi teknik kontruksi juga menyoroti besarnya anggaran yang digunakan untuk pembangunan balai desa Duwet tersebut.
”Pembangunan Balai Desa Duwet yang diduga mangkrak tersebut seharusnya tidak menghabiskan anggaran sebesar Rp 784 juta,” ujar Mulyadi yang juga sebagai Komisaris PT. Mitra Abadi Jaya Engineering (MAJE) yang juga sebagai Kepala Pengawasan Mercu Sosial Impact ini.
Masih, Mulyadi menjelaskan untuk pembangunan dengan total anggaran tersebut pada LPJ tahun 2020,2021 dan 2023 seharusnya sudah selesai sampai dengan finishing dan sudah dapat di gunakan.
”Pembangunan tidak sampai menghabiskan anggaran sebesar Rp 784 juta, seperti yang di anggarkan oleh pemerintah Desa Duwet. Dengan anggaran tersebut harusnya Balai Desa yang mangkrak itu sudah selesai sampai dengan finishing,” jelasnya.
Menurutnya, besaran anggaran untuk pembangunan Balai Desa tersebut tak melebihi Rp 500 juta. Pihaknya, juga menyayangkan sikap kepala desa.
“Kalau saya lihat seharusnya anggaranya tidak sebesar itu, perkiraan saya tidak sampai 500 juta rupiah. Sebenarnya kalau Kades Duwet itu tidak egois dan bisa di konfirmasi kan bisa jelas anggaran 3 tahun senilai Rp 784 juta itu wujudnya apa saja”, pungkasnya. (Jk/Red)
Editor : Joko Prasetyo
Investigasi
Menjelang Aksi Damai 11 September, Muncul Akun Palsu Penyebar Hoaks dan Provokasi

TULUNGAGUNG — Menjelang aksi damai yang dijadwalkan berlangsung pada 11 September 2025, publik diresahkan oleh munculnya akun-akun palsu di media sosial yang berusaha menggembosi gerakan tersebut.
Tindakan provokatif dilakukan dengan mencuri potongan video, menyebar konten hoaks, dan menyulut opini negatif di ruang digital.
Salah satu unggahan yang mendapat sorotan tajam berasal dari akun fanspage Facebook bernama “Polisi Kita”.
Pada tanggal 5 September 2025, akun ini teridentifikasi melakukan kamuflase dengan menyamar sebagai pengguna bernama “Wong Feihung”, lalu mengunggah video yang dimanipulasi untuk menyerang dan memprovokasi masyarakat yang hendak mengikuti aksi damai.
Tindakan ini dinilai bukan hanya mencederai kebebasan berekspresi, namun juga membahayakan stabilitas sosial menjelang aksi yang dijanjikan berlangsung tertib dan damai.
Mohammad Ababililmujaddidyn, S.Sy., M.H., C.L.A, Penasehat Hukum Pejuang Gayatri, menanggapi serius insiden ini. Ia menegaskan bahwa kepolisian wajib turun tangan untuk mengusut motif dan identitas di balik akun tersebut.
“Jika kami sampai terprovokasi, maka Polres Tulungagung wajib mencari dan mengungkap provokator yang menggunakan nama fanspage ‘Polisi Kita’. Jangan biarkan fitnah digital merusak kepercayaan publik terhadap aksi damai ini,” tegasnya, kepada 90detik.com Minggu(7/9).
Ia juga memperingatkan bahwa jika tindakan-tindakan manipulatif seperti ini terus dibiarkan, masyarakat bisa terpancing dan potensi gesekan sosial menjadi nyata.
“Jika Anda (pelaku) dengan sengaja memancing kemarahan masyarakat melalui cara-cara murahan seperti ini, jangan salahkan kami jika akhirnya kami benar-benar terpancing. Karena sumber kerusuhan itu jelas: ‘Polisi Kita’ biang keroknya’,” tambah Ahmad Dardiri salah satu Korlap Pejuang Gayatri.
Aksi damai 11 September sendiri direncanakan sebagai bentuk aspirasi masyarakat sipil atas sejumlah isu strategis yang berkembang di Tulungagung dan sekitarnya.
Namun, upaya-upaya provokasi digital yang menyerang secara personal maupun kolektif bisa merusak citra dan tujuan dari aksi tersebut.
Pihak berwenang diharapkan bertindak cepat untuk menyelidiki akun-akun palsu dan menyaring konten hoaks yang telah menyebar, agar tidak terjadi kegaduhan yang lebih besar di tengah masyarakat. (DON/Red)
Investigasi
Dugaan Jual Beli Seragam dan Pungli di SMAN 1 Gondang, Dindik Jatim Akan Turun Tangan

TULUNGAGUNG — Dugaan praktik pungutan liar (pungli) di SMAN 1 Gondang, Kabupaten Tulungagung, menuai kecaman keras. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Garda Masyarakat Peduli Negeri (GMPN) mendesak aparat penegak hukum dan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur untuk segera mengambil langkah tegas.
Ketua GMPN, Wahyudi, menegaskan bahwa praktik pungutan yang dibungkus istilah “sumbangan” atau “iuran komite” namun bersifat wajib tetap masuk kategori pungli.
“Sekolah yang terbukti melakukan pungli harus ditindak. Kalau perlu, kepala sekolahnya dicopot agar tidak menjadi budaya yang mencoreng dunia pendidikan,” ujarnya tegas, pada Sabtu (30/8).
Desakan ini muncul setelah sejumlah wali murid melaporkan adanya kewajiban iuran bulanan Rp120 ribu serta dugaan penjualan seragam yang dilakukan langsung oleh pihak sekolah.
Padahal, Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah melarang keras pungli dan praktik jual beli seragam di sekolah negeri demi menjamin akses pendidikan yang setara dan gratis.
Merespons aduan yang disertai adanya bukti pembayaran, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, Aris Agung Paewai, memastikan pihaknya akan turun tangan.
“Ya, nanti tim kami akan cek langsung,” ujarnya singkat saat dikonfirmasi 90detik.com pada Sabtu (30/8).
Publik kini menanti tindak lanjut nyata dari Dinas Pendidikan dan aparat penegak hukum (APH).
Mereka berharap investigasi ini tidak hanya berakhir sebagai formalitas.
Tetapi benar-benar membawa keadilan bagi wali murid dan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan. (DON/Red)
Editor: Joko Prasetyo
Investigasi
Gaji Bulanan untuk Sekolah Negeri? Pungli Rp120 Ribu/Bulan Membelenggu Orang Tua di SMAN 1 Gondang

TULUNGAGUNG— Janji pendidikan gratis di Jawa Timur kembali diuji. SMAN 1 Gondang, Tulungagung, menjadi sorotan setelah menerapkan iuran bulanan sebesar Rp120 ribu yang diwajibkan kepada seluruh orang tua murid baru kelas 10. Praktik ini dinilai sebagai dugaan pungutan liar (pungli) yang dibungkus dalam retorika “sumbangan”.
Keluhan bermula dari pengaduan sejumlah orang tua, salah satunya berinisial KYT.
Ia menyatakan kekecewaannya karena harus membayar iuran tersebut setiap bulan tanpa bisa menolak.
“Ini hampir keluhan semua wali murid baru. Katanya sekolah gratis, tapi kenapa justru setiap bulannya kami ditarik Rp120 ribu? Dan itu sifatnya wajib, bukan sukarela,” ujar HR kepada media, Sabtu (30/8).
Fakta ini terasa ironis mengingat status SMA Negeri berada di bawah kewenangan langsung Pemerintah Provinsi Jawa Timur, yang seharusnya membebaskan peserta didik dari segala bentuk biaya, kecuali yang telah diatur secara sah melalui komite sekolah dan mengikuti prosedur yang transparan.
Praktik ini jelas bertentangan dengan surat edaran dan himbauan tegas Dinas Pendidikan Provinsi Jatim yang melarang segala bentuk pungli dan penahanan ijazah.
Namun, kontrol di lapangan dinilai masih lemah, membuat orang tua berada dalam posisi tidak berdaya menghadapi tekanan terselubung dari sekolah.
Terpisah, Wahyudi, Ketua LSM Garda Masyarakat Peduli Negeri (GMPN), menegaskan bahwa pola pungutan seperti ini adalah bentuk pelanggaran serius.
“Ketika sumbangan dikemas sebagai kewajiban, itu tetap pungli. Jika sampai ada perlakuan berbeda bagi siswa yang tidak bayar, maka itu sudah masuk intimidasi lembut dan mencederai keadilan sosial,” tegasnya.
Masyarakat kini menunggu langkah konkret dan penindakan tegas dari Dinas Pendidikan Provinsi Jatim.
Tanpa itu, janji “pendidikan gratis” hanya akan menjadi slogan kosong yang memperlebar ketimpangan.
Hingga berita ini dipublikasikan, pihak Kepala SMAN 1 Gondang dan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Cabang Tulungagung dan Trenggalek belum dapat dimintai konfirmasi. (DON/Red)
Editor: Joko Prasetyo
- Nasional2 minggu ago
Pejuang Gayatri Buka Donasi Aksi: Masyarakat Bersatu Melawan Kebijakan Pemerintah Miring
- Nasional3 minggu ago
Demonstrasi 4/9 di Tulungagung, Ketua Almasta Tegaskan Bukan Inspirator Aksi
- Jawa Timur6 hari ago
Usai Gelar Aksi Damai, Pejuang Gayatri: Sisa Donasi untuk Aksi Jilid II
- Nasional3 minggu ago
Spanduk “Aksi Selasa Rakyat”: Suara Diam yang Menggemuruh di Tulungagung
- Hukum Kriminal3 minggu ago
143 Pelaku Diamankan, Kapolres Blitar Kota Tegaskan Kerusuhan Malam Sabtu Bukan Demonstrasi
- Nasional1 minggu ago
Ratusan Massa Gerakan Pejuang Gayatri Gelar Aksi di DPRD Tulungagung, Soroti 20 Tuntutan Rakyat
- Agama2 minggu ago
YABIKA Tuban Bersholawat, Mengetuk Pintu Langit dengan Mahabbah
- Jawa Timur2 minggu ago
Forum RT/RW Blitar Bergerak Perkuat Ketahanan Sosial: Warga Diimbau Jaga Kerukunan dan Waspada Provokasi