Connect with us

Redaksi

Ormas Radja Blitar Desak Kejari Tetapkan Tersangka Mantan Bupati Dugaan Korupsi Dam Kali Bentak

Published

on

BLITAR, – Organisasi Masyarakat (Ormas) Rakyat Djelata (Radja) Blitar secara tegas mendesak Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Blitar untuk segera menetapkan mantan Bupati Blitar, Rini Syarifah (Mak Rini), sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Dam Kali Bentak yang merugikan negara hingga Rp 4,9 miliar.

Desakan ini muncul setelah pemeriksaan intensif yang dilakukan Kejari pada Rabu (16/4), yang dianggap oleh publik sebagai langkah awal untuk mencapai keadilan dalam kasus tersebut.

Ketua Ormas Radja Blitar, Tugas Nanggolo Yudho Dili Prasetyono, yang akrab disapa Bagas, menegaskan bahwa tuntutan ini bukanlah tanpa alasan.

Menurutnya, dalam struktur pemerintahan, seorang bupati adalah penanggung jawab utama atas kebijakan dan pengelolaan anggaran, termasuk proyek pembangunan Dam Kali Bentak yang menggunakan APBD 2023.

“Bupati memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa tidak ada penyimpangan dalam setiap proyek yang dibiayai oleh anggaran daerah. Jika Kejari konsisten dalam penegakan hukum, maka penetapan tersangka terhadap Mak Rini harus segera dilakukan,” ujar Bagas dalam konferensi pers yang digelar di Warung Istana Gebang pada Kamis (17/4).

Bagas menambahkan bahwa Ormas Radja Blitar telah memantau perkembangan kasus ini sejak awal. Kejari juga sudah menetapkan kontraktor proyek tersebut, MB, sebagai tersangka, serta memeriksa anggota keluarga Mak Rini.

Hal ini, menurutnya, menunjukkan adanya keterlibatan pihak-pihak yang dekat dengan mantan bupati.

“Jika penetapan tersangka tidak segera dilakukan, kami akan menggelar unjuk rasa besar-besaran di depan kantor Kejari Blitar dan siap melakukan langkah hukum lebih lanjut,” tegas Bagas.

Sebelumnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Blitar memanggil dan memeriksa mantan Bupati Blitar, Rini Syarifah (Mak Rini), pada Rabu (16/4) dalam rangka pengusutan kasus dugaan korupsi pembangunan Dam Kali Bentak. Pemeriksaan terhadap Mak Rini berlangsung hampir enam jam oleh tim Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Blitar.

Selain itu, dalam penyidikan kasus ini, Kejari telah menetapkan Direktur CV Cipta Graha Pratama, berinisial MB, sebagai tersangka pada 11 Maret 2025. Kejari juga memeriksa Muhammad Muchlison, kakak dari Mak Rini, serta menggeledah dua rumah miliknya. Pemeriksaan terhadap mantan Wakil Bupati Blitar, Rahmat Santoso, juga telah dilakukan pada 19 Maret 2025.

Kejari Blitar hingga kini terus mendalami kasus ini untuk mengungkap keterlibatan pihak-pihak lain yang terlibat dalam dugaan korupsi tersebut.

(JK-RED)

Redaksi

Korupsi Dana ATK, Kejati PB Seret Dua Pejabat BPKAD ke Dalam Penjara, Kerugian Capai Miliaran Rupiah

Published

on

Sorong PBD — Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat resmi menetapkan dua orang pejabat Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Sorong sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan dana belanja barang dan jasa alat tulis kantor (ATK) serta pengadaan barang cetakan tahun anggaran 2017.

Dua pejabat yang ditetapkan sebagai tersangka masing-masing berinisial HJT, selaku Kepala BPKAD Kota Sorong saat itu, dan BEPM, selaku Bendahara Barang BPKAD Kota Sorong.

Penetapan keduanya diumumkan langsung oleh Asisten Bidang Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Papua Barat, Agustiawan Umar, S.H., M.H., dalam konferensi pers di Ruang Media Kejaksaan Negeri Sorong, Kamis (6/11/2025).

“Kedua tersangka telah ditetapkan berdasarkan surat penetapan tersangka masing-masing, yaitu HJT berdasarkan surat nomor TAP-02/R.2.1/Fd.2/11/2025 dan BEPM berdasarkan surat nomor TAP-03/R.2.1/Fd.2/11/2025,” ujar Agustiawan.

Menurut hasil penyidikan, pada tahun 2017, BPKAD Kota Sorong mengelola anggaran besar untuk kegiatan pengadaan alat tulis kantor dan barang cetakan.

Anggaran awal yang tertata dalam APBD Induk sebesar Rp2,5 miliar, kemudian mengalami penambahan melalui DPPA hingga mencapai total Rp8.039.245.500 (delapan miliar tiga puluh sembilan juta dua ratus empat puluh lima ribu lima ratus rupiah).

Namun, hasil penyidikan menemukan adanya penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan tersebut.

Berdasarkan perhitungan ahli, perbuatan para tersangka menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp4.546.167.139,77 (empat miliar lima ratus empat puluh enam juta seratus enam puluh tujuh ribu seratus tiga puluh sembilan rupiah tujuh puluh tujuh sen).

“Ditemukan adanya perbuatan melawan hukum dalam pengelolaan anggaran tersebut. Nilai kerugian negara cukup signifikan,” jelas Aspidsus Agustiawan.

Pasal yang Dikenakan dan Penahanan yaitu,
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Selain itu, sebagai bentuk tindak lanjut penyidikan, penyidik Kejati Papua Barat juga memutuskan untuk menahan kedua tersangka selama 20 hari, terhitung mulai 6 November hingga 25 November 2025 di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sorong.

“Penahanan dilakukan untuk memperlancar proses penyidikan lebih lanjut dan mencegah upaya menghilangkan barang bukti,” tegas Agustiawan.

Penetapan dua tersangka ini menambah daftar kasus dugaan korupsi yang berhasil diungkap Kejati Papua Barat sepanjang tahun 2025.

Agustiawan menegaskan, Kejati akan terus konsisten menindak tegas setiap penyimpangan keuangan negara tanpa pandang bulu.

“Ini merupakan bagian dari komitmen Kejaksaan dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di Tanah Papua Barat,” pungkasnya.

Kasus dugaan korupsi dana ATK dan barang cetakan senilai miliaran rupiah di BPKAD Kota Sorong ini menjadi perhatian publik karena menyangkut pengelolaan anggaran daerah yang seharusnya digunakan untuk mendukung pelayanan administrasi pemerintahan. Kejati Papua Barat memastikan proses hukum akan berjalan transparan dan profesional hingga ke tahap persidangan. (Timo)

Continue Reading

Redaksi

Polda Jatim Bersama Pemprov Siagakan Personel Gabungan Antisipasi Bencana Hidrometeorologi

Published

on

SURABAYA— Mengantisipasi potensi terjadinya bencana hidrometeorologi di wilayah Jawa Timur, Polda Jatim menyiapkan lebih kurang 1.400 personel tanggap bencana.

Sementara itu di seluruh Polres dan Polresta jajaran Polda Jawa Timur juga telah menyiagakan lebih kurang 6.000 personel.

Seluruh personel gabungan dari berbagai instansi tersebut akan dikerahkan untuk penanganan bencana alam.

Hal itu seperti disampaikan oleh Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Drs. Nanang Avianto, M.Si usai memimpin Apel Gelar Pasukan Kesiapan Tanggap Darurat Bencana di Lapangan Apel Mapolda Jatim, Rabu (5/11/2025).

“Kami berkolaborasi dengan Pemda, TNI, BNPB, dan semua stakeholder terkait, termasuk masyarakat,” ujar Irjen Pol Nanang.

Kapolda Jatim berharap dengan kesiapan dan kesigapan personel ini, dapat merespons dengan cepat dan tepat dalam penanganan bencana alam.

“Diharapkan penanganan bencana dapat dilakukan secara cepat, tepat, dan terpadu demi keselamatan dan ketahanan masyarakat Jawa Timur, karena ini menyangkut pertolongan terhadap jiwa,” tegas Irjen Pol Nanang.

Sementara itu, Gubernur Jawa Timur, Khofifah menyampaikan apresiasi atas kesiapan Polda Jatim dan jajaran dalam mendukung penanggulangan bencana di daerah.

Ia mengatakan Pemerintah Provinsi Jawa Timur berkomitmen memperkuat sinergitas lintas instansi untuk meminimalisir risiko dan dampak bencana terhadap masyarakat.

“Diharapkan koordinasi dan respons penanganan bencana dapat berjalan semakin cepat, tepat, dan terukur, sehingga keamanan dan keselamatan masyarakat Jawa Timur tetap terjaga,” ujar Gubernur Khofifah. (DON)

Continue Reading

Redaksi

Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim Soroti Kasus Keracunan Massal Akibat Menu MBG di Tulungagung

Published

on

TULUNGAGUNG — Terus berulangnya kasus keracunan massal akibat menu Makan Bergizi Gratis (MBG) yang hampir terjadi setiap hari di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Tulungagung, Jawa Timur, pada pertengahan Oktober lalu, memantik perhatian khusus dari Wakil Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur, Jairi Irawan.

Menurut Jairi, program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu program besar yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto dalam rangka mencetak Generasi Emas 2045.

Karena itu, kata dia, pengawasan terhadap pelaksanaannya harus dilakukan secara ketat dan berkelanjutan.

“Setiap kesalahan kecil dapat menimbulkan konsekuensi besar bagi banyak orang,” ujar Jairi, Rabu (5/11).

Politisi yang baru saja terpilih secara aklamasi sebagai Ketua DPD Partai Golkar Tulungagung itu menjelaskan, sedikitnya ada empat hal utama yang harus dipahami dan dijalankan oleh pengelola Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), yakni tempat pengolahan dan penyaluran menu MBG kepada siswa penerima manfaat.

“Sedikitnya ada empat hal yang harus diperhatikan oleh pengelola atau pemilik SPPG,” terang Jairi.

Pertama, pemerintah daerah harus memastikan setiap SPPG memiliki Sertifikat Laik Higien Sanitasi (SLHS).

“SLHS merupakan syarat utama yang menandakan SPPG tersebut layak beroperasi dan bisa menjadi operator Badan Gizi Nasional,” tegasnya.

Kedua, pengelola SPPG wajib memiliki dan menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) bagi seluruh karyawan, mulai dari proses pemilihan bahan makanan, pengolahan, pengiriman, hingga kebersihan tempat penyimpanan dan penyajian makanan.

“Terjadinya keracunan di beberapa daerah terhadap anak-anak sekolah menunjukkan adanya bagian dari SOP yang tidak dijalankan dengan benar,” tambahnya.

Ketiga, Jairi menekankan bahwa dalam pelaksanaan operasionalnya, setiap SPPG bertanggung jawab kepada Badan Gizi Nasional (BGN), sehingga harus dipastikan telah mendapatkan persetujuan resmi dari BGN sebagai mitra pelaksana program.

Keempat, jika terjadi kasus keracunan akibat menu MBG, pengelola atau pemilik SPPG wajib bertanggung jawab penuh terhadap kesehatan korban, mulai dari biaya perawatan hingga korban benar-benar dinyatakan sembuh.

Di akhir pernyataannya, Jairi menegaskan bahwa setiap kasus keracunan harus dijadikan dasar untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap SPPG terkait.

“Jika ditemukan kejadian keracunan, maka SPPG harus dihentikan sementara untuk evaluasi total, karena hal ini menyangkut nyawa manusia,” tegasnya.

Ia kembali menegaskan bahwa program MBG merupakan program besar berskala nasional, sehingga tidak boleh ada kelalaian sekecil apa pun.

“Sekali lagi, karena ini adalah program besar, setiap kesalahan sekecil apa pun pasti akan menimbulkan konsekuensi bagi banyak orang,” pungkasnya. (Abd/Red)

Continue Reading

Trending